Citizen6, Jakarta: Hal-hal apa saja yang membuat kita rindu pada masa-masa sekolah dulu? Selain saat bel sekolah berbunyi, memiliki teman-teman bermain dan guru favorit pastinya punya cerita tersendiri yang tak akan pernah kita lupakan semasa sekolah.
Guru adalah sosok panutan setiap siswa. Meskipun cara mereka mengajar berbeda, namun tetap pada tujuan yang sama yaitu mencerdaskan anak bangsa. Di sini, Nisa menceritakan pengalamannya akan sosok guru favoritnya.
Saya pernah punya pengalaman yang cukup mengharukan, kala itu di sekolah saya sedang mengikuti lomba cerpen tingkat Nasional dan berharap sekali dapat masuk sepuluh besar. Saya berniat untuk belajar dengan Ibu yang juga berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia. Sesampainya di rumah, Ia sama sekali tidak mau mengajariku apapun. Ibu hanya menyuruh saya untuk membaca dan pergi ke perpustakaan sekolah. Agak sedikit kesal, karena ini bukan pertama kalinya.
Pernah juga ia menolak membaca cerita pendek yang telah saya buat untuk dikirimkan ke majalah dengan alasan mau membaca jika sudah dimuat. Hal itu tak membuat saya patah semangat untuk menunjukan padanya hingga akhirnya beberapa cerpen yang saya buat dimuat di majalah remaja.
Hingga akhirnya, saya pun belajar sendiri tanpa bantuan Ibu. Saya membuat cerpen untuk lomba dan dikirimkan oleh pihak sekolah. Pengumuman yang dinanti cukup lama, kurang lebih dua bulan hingga akhirnya pengumuman di tampilkan pada website yang mengadakan lomba. Sayangnya, hari itu saya kurang beruntung. Nama saya tak ada sama sekali dalam daftar finalis sepuluh besar. Sangat kecewa dan hampir menangis karenanya. Karena pulang dengan wajah murung, akhirnya ibu mengajak untuk berbincang.
Dalam pembicaraan waktu itu, satu hal yang selalu saya ingat kata-katanya, "Menjadi pemenang adalah hal biasa, suatu hal yang luar biasa adalah ketika kamu kalah dan terus maju dan berusaha untuk menjadi pemenang."
Ibu, sosok yang luar biasa bagiku. Tak setetes keringat di keluhkan, tak sedikit lelah dalam bibir kau ucapkan. Perjuangan tak pernah henti dan perjuangan tak pernah padam dalam bara semangatnya. Mungkinkah aku dapat membuatkan Ibu secangkir teh hangat ketika seusai mengajar? Atau mungkinkah aku dapat memijat kakimu yang katanya sering kali sakit karena berjam-jam berdiri di depan kelas? Hari demi ari selalu aku bertanya,"Bu, bagaimana keadaanmu hari ini?" (Anisa Permasih/mar)
Anisa Permasih adalah pewarta warga.
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Guru adalah sosok panutan setiap siswa. Meskipun cara mereka mengajar berbeda, namun tetap pada tujuan yang sama yaitu mencerdaskan anak bangsa. Di sini, Nisa menceritakan pengalamannya akan sosok guru favoritnya.
Saya pernah punya pengalaman yang cukup mengharukan, kala itu di sekolah saya sedang mengikuti lomba cerpen tingkat Nasional dan berharap sekali dapat masuk sepuluh besar. Saya berniat untuk belajar dengan Ibu yang juga berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia. Sesampainya di rumah, Ia sama sekali tidak mau mengajariku apapun. Ibu hanya menyuruh saya untuk membaca dan pergi ke perpustakaan sekolah. Agak sedikit kesal, karena ini bukan pertama kalinya.
Pernah juga ia menolak membaca cerita pendek yang telah saya buat untuk dikirimkan ke majalah dengan alasan mau membaca jika sudah dimuat. Hal itu tak membuat saya patah semangat untuk menunjukan padanya hingga akhirnya beberapa cerpen yang saya buat dimuat di majalah remaja.
Hingga akhirnya, saya pun belajar sendiri tanpa bantuan Ibu. Saya membuat cerpen untuk lomba dan dikirimkan oleh pihak sekolah. Pengumuman yang dinanti cukup lama, kurang lebih dua bulan hingga akhirnya pengumuman di tampilkan pada website yang mengadakan lomba. Sayangnya, hari itu saya kurang beruntung. Nama saya tak ada sama sekali dalam daftar finalis sepuluh besar. Sangat kecewa dan hampir menangis karenanya. Karena pulang dengan wajah murung, akhirnya ibu mengajak untuk berbincang.
Dalam pembicaraan waktu itu, satu hal yang selalu saya ingat kata-katanya, "Menjadi pemenang adalah hal biasa, suatu hal yang luar biasa adalah ketika kamu kalah dan terus maju dan berusaha untuk menjadi pemenang."
Ibu, sosok yang luar biasa bagiku. Tak setetes keringat di keluhkan, tak sedikit lelah dalam bibir kau ucapkan. Perjuangan tak pernah henti dan perjuangan tak pernah padam dalam bara semangatnya. Mungkinkah aku dapat membuatkan Ibu secangkir teh hangat ketika seusai mengajar? Atau mungkinkah aku dapat memijat kakimu yang katanya sering kali sakit karena berjam-jam berdiri di depan kelas? Hari demi ari selalu aku bertanya,"Bu, bagaimana keadaanmu hari ini?" (Anisa Permasih/mar)
Anisa Permasih adalah pewarta warga.
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.