Bank Indonesia (BI) melakukan revisi aturan mengenai Loan to Value (LTV) pada September lalu yang termasuk di dalamnya adalah aturan mengenai kepemilikan rumah atau apartemen.
Meski aturan tersebut sudah berjalan setidaknya dua bulan, namun tak semua orang paham mengenai tujuan dan manfaat apa terkait BI menentukan aturan tersebut.
Asisten Gubernur BI, Mulia Siregar mengatakan, sebenarnya ada tiga alasan mendasar mengapa BI melakukan perubahan LTV tersebut.
"Pertama dengan aturan yang baru ini kami ingin mengarahkan agar bank-bank beroperasi sesuai dengan resiko yang dihadapi, artinya menejemen resiko properti harus prudent," ujar Mulia, di Hotel Gran Melia, Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Sektor properti mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Dengan memperketat pembiayaan perbankan sektor properti diharapkan akan mampu menekan laju pertumbuhan properti yang dikhawatirkan akan menimbulkan bubble.
Alasan kedua yang disampaikan Mulia yaitu dengan pengetatan tersebut nantinya juga mampu memberikan perlindungan kepada konsumen terutama untuk kalangan masyarakat calon pembeli rumah pertama.
"Sekarang kan banyak masyarakat yang komplain hal itu, jadi harapannya sudah tidak ada lagi," tutur Mulia.
Alasan ketiga yaitu revisi kebijakan LTV ini merupakan bentuk dari dukungan Bank Indonesia sebagai stakeholder yang pro terhadap Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). "Bagaimana supaya masyarakat penghasilan rendah punya hunian," kata Mulia.
Meski begitu, Mulia menyadari akan ada dampak negatif bagi para pelaku pengembang properti di Indonesia yang mayoritas menjadikan hal ini sebagai bagian dari bisnis.
"Tapi konsekuensinya memang para teman-teman pngembang tertekan. Kami katakan harus bermodal kuat, sesuai dengan levelnya, jangan memaksakan bermain di bukan ladangnya mereka," ujar Mulia.
Aturan loan to value merupakan rasio pinjaman terhadap nilai rumah dalam kredit pemilikan rumah (KPR). (Yas/Ahm)
Meski aturan tersebut sudah berjalan setidaknya dua bulan, namun tak semua orang paham mengenai tujuan dan manfaat apa terkait BI menentukan aturan tersebut.
Asisten Gubernur BI, Mulia Siregar mengatakan, sebenarnya ada tiga alasan mendasar mengapa BI melakukan perubahan LTV tersebut.
"Pertama dengan aturan yang baru ini kami ingin mengarahkan agar bank-bank beroperasi sesuai dengan resiko yang dihadapi, artinya menejemen resiko properti harus prudent," ujar Mulia, di Hotel Gran Melia, Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Sektor properti mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Dengan memperketat pembiayaan perbankan sektor properti diharapkan akan mampu menekan laju pertumbuhan properti yang dikhawatirkan akan menimbulkan bubble.
Alasan kedua yang disampaikan Mulia yaitu dengan pengetatan tersebut nantinya juga mampu memberikan perlindungan kepada konsumen terutama untuk kalangan masyarakat calon pembeli rumah pertama.
"Sekarang kan banyak masyarakat yang komplain hal itu, jadi harapannya sudah tidak ada lagi," tutur Mulia.
Alasan ketiga yaitu revisi kebijakan LTV ini merupakan bentuk dari dukungan Bank Indonesia sebagai stakeholder yang pro terhadap Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). "Bagaimana supaya masyarakat penghasilan rendah punya hunian," kata Mulia.
Meski begitu, Mulia menyadari akan ada dampak negatif bagi para pelaku pengembang properti di Indonesia yang mayoritas menjadikan hal ini sebagai bagian dari bisnis.
"Tapi konsekuensinya memang para teman-teman pngembang tertekan. Kami katakan harus bermodal kuat, sesuai dengan levelnya, jangan memaksakan bermain di bukan ladangnya mereka," ujar Mulia.
Aturan loan to value merupakan rasio pinjaman terhadap nilai rumah dalam kredit pemilikan rumah (KPR). (Yas/Ahm)