Citizen6, Jakarta: Aktivitas penyadapan yang dilakukan beberapa negara terhadap negara lain terbongkar dan heboh setelah mantan agen Intelijen AS Edward Snowden membeberkan berbagai dokumen yang isinya tentang aktivitas beberapa agen Intelijen AS dan sekutunya. Apakah itu dengan melakukan penyadapan telepon kepada kepala negara dan pejabat penting, baik sipil maupun pemerintah di banyak negara.
Snowden yang telah kabur dari AS, dan sekarang mendapat suaka di Rusia itu mengklaim memilki banyak dokumen rahasia yang apabila di "lempar" ke Publik Internasional akan membuat kegaduhan politik. Secara geopolitik hal ini akan sangat berbahaya, terlepas dari benar atau tidak dokumen tersebut, tapi dampak yang ditimbulkan akan besar. Banyak negara-negara yang disebut telah di sadap akan merespon dengan keras, dan hal ini akan menimbulkan ketegangan antar negara. Seperti yang dilakukan Intelijen Australia menyadap Presiden SBY beserta Ibu Negara dan pejabat teras lainnya.
Sampai-sampai Indonesia harus menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia, hal ini perlu dilakukan untuk menegaskan kepada negara tetangga kalau kita Indonesia memiliki privat yang penting untuk dijaga. Namun semua negara di dunia sadar, permasalahan sadap menyadap menjadi momok bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang yang masih belum memiliki fasilitas canggih dalam mengendalikan kemajuan teknologi, khususnya teknologi penyadapan.
Walau Indonesia telah memiliki beberapa badan telik sandi, baik Badan Intelijen Negara ( BIN), maupun di militer dan telik sandi lainnya. Namun tetap harus kita akui upaya untuk mengantisipasi penyadapan tidaklah semudah yang kita bayangkan. Di era teknologi digital saat ini, peluang terjadinya penyadapan sangatlah besar. Seperti yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) saat ini dimana dengan kemajuan alat yang di punya mampu membongkar kasus korupsi di Negeri ini.
Namun tidak ada alasan kita, Indonesia untuk duduk manis sambil kipas-kipas saja merespon perkembangan teknologi saat ini. Anak bangsa negeri ini harus bekerja keras dengan dukungan pemerintah bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan lembaga telik sandi lainnya. Selain itu, Kementerian Riset dan Teknologi juga harus mencari cara jitu agar mampu mengantisipasi sedini mungkin untuk tidak disadap oleh pihak lain. Namun kita apresiasi kesigapan lembaga Intelijen kita. Begitu soal penyadapan mengemuka ke permukaan, BIN segera merespon dan gerak cepat berkomunikasi dengan pimpinan intelijen Australia sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hal tersebut dilakukan, sebagai langkah cerdas dan bukan sekedar respon emosi yang ditunjukan. Karena saat ini bukan eranya untuk kontak fisik, perlu diplomasi baik untuk penyelesaian masalah-masalah krusial seperti penyadapan yang dilakukan Australia. Dari pada terus menyalahkan pemerintah dan lembaga-lembaga sandi kita, lebih baik mendorong putra-putri kita untuk menciptakan strategi mencegah penyadapan terulang kembali.
Pemerintah juga harus berperan aktif dan terus menjalin diplomasi yang baik dan penuh kekeluargaan dengan semua negara, khususnya negara-negara besar dan kuat teknologinya dan mampu menciptakan trust yang kuat antara negara. Sehingga akan terbangun hubungan yang harmonis. Kita harapkan dengan adanya hubungan yang harmonis, maka tidak ada niat antar negara untuk saling menyadap, demi terciptanya kedamaian dunia yang di cita-citakan bersama. (Linda Rahmawati/mar)
Linda Rahmawati, Peneliti Muda pada Fordial/Forum Dialog dan pewarta warga.
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Snowden yang telah kabur dari AS, dan sekarang mendapat suaka di Rusia itu mengklaim memilki banyak dokumen rahasia yang apabila di "lempar" ke Publik Internasional akan membuat kegaduhan politik. Secara geopolitik hal ini akan sangat berbahaya, terlepas dari benar atau tidak dokumen tersebut, tapi dampak yang ditimbulkan akan besar. Banyak negara-negara yang disebut telah di sadap akan merespon dengan keras, dan hal ini akan menimbulkan ketegangan antar negara. Seperti yang dilakukan Intelijen Australia menyadap Presiden SBY beserta Ibu Negara dan pejabat teras lainnya.
Sampai-sampai Indonesia harus menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia, hal ini perlu dilakukan untuk menegaskan kepada negara tetangga kalau kita Indonesia memiliki privat yang penting untuk dijaga. Namun semua negara di dunia sadar, permasalahan sadap menyadap menjadi momok bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang yang masih belum memiliki fasilitas canggih dalam mengendalikan kemajuan teknologi, khususnya teknologi penyadapan.
Walau Indonesia telah memiliki beberapa badan telik sandi, baik Badan Intelijen Negara ( BIN), maupun di militer dan telik sandi lainnya. Namun tetap harus kita akui upaya untuk mengantisipasi penyadapan tidaklah semudah yang kita bayangkan. Di era teknologi digital saat ini, peluang terjadinya penyadapan sangatlah besar. Seperti yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) saat ini dimana dengan kemajuan alat yang di punya mampu membongkar kasus korupsi di Negeri ini.
Namun tidak ada alasan kita, Indonesia untuk duduk manis sambil kipas-kipas saja merespon perkembangan teknologi saat ini. Anak bangsa negeri ini harus bekerja keras dengan dukungan pemerintah bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan lembaga telik sandi lainnya. Selain itu, Kementerian Riset dan Teknologi juga harus mencari cara jitu agar mampu mengantisipasi sedini mungkin untuk tidak disadap oleh pihak lain. Namun kita apresiasi kesigapan lembaga Intelijen kita. Begitu soal penyadapan mengemuka ke permukaan, BIN segera merespon dan gerak cepat berkomunikasi dengan pimpinan intelijen Australia sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hal tersebut dilakukan, sebagai langkah cerdas dan bukan sekedar respon emosi yang ditunjukan. Karena saat ini bukan eranya untuk kontak fisik, perlu diplomasi baik untuk penyelesaian masalah-masalah krusial seperti penyadapan yang dilakukan Australia. Dari pada terus menyalahkan pemerintah dan lembaga-lembaga sandi kita, lebih baik mendorong putra-putri kita untuk menciptakan strategi mencegah penyadapan terulang kembali.
Pemerintah juga harus berperan aktif dan terus menjalin diplomasi yang baik dan penuh kekeluargaan dengan semua negara, khususnya negara-negara besar dan kuat teknologinya dan mampu menciptakan trust yang kuat antara negara. Sehingga akan terbangun hubungan yang harmonis. Kita harapkan dengan adanya hubungan yang harmonis, maka tidak ada niat antar negara untuk saling menyadap, demi terciptanya kedamaian dunia yang di cita-citakan bersama. (Linda Rahmawati/mar)
Linda Rahmawati, Peneliti Muda pada Fordial/Forum Dialog dan pewarta warga.
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.