Pada Sabtu, 10 April 2010, dr. Dewa Ayu, dr. Hendry Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian masih tercatat sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi, ketika melakukan operasi Sectio caesarea terhadap pasien Siska Makatey.
Kala itu, keduanya tengah menjalankan tugas jaga di RSUP Prof. dr. R. D Kandou Manado. Lantas, bagaimana bisa ketiga dokter ini melakukan operasi itu, mengingat ketiganya belum spesialis?
Menurut Spesialis Kandungan RSUP Dr RD Kandou Manado, dr. RAA Mewengkang SpOG, ketiga dokter tersebut diizinkan setelah berkonsultasi dengan Prof. dr. Najoan Nan Warouw, SpOG(K) (Dokter Konsultan Jaga Obstetri Ginekologi) dan dr. Hermanus J Lalenoh, SpAn (Dokter Konsultan Jaga Anastesi dan Reanimasi).
"3 orang dokter itu memang masih mahasiswa. Tapi, ketiganya sudah dinyatakan kompeten untuk melakukan operasi itu," kata dr. Mewengkang, di Rumah Makan Natrabu, Sabang, Jakarta, Rabu (27/11/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, pasien Siska Makatey sendiri merupakan pasien ASKES rujukan dari Puskemas Bahu. Pada pukul 18.30 Wita, tim dokter menyatakan pada pasien, perlu dilakukan operasi cesar.
Saat operasi dilaksanakan, bayi berhasil diselamatkan, namun pasien berusia 25 tahun itu meninggal dunia. Ternyata, pada 13 April 2010, tim dokter dilaporkan oleh keluarga kepada pihak kepolisian dengan dugaan malapraktik.
Di hari itu, dr. J. F. Mallo, SH, SpF, DFM melakukan autopsi forensik di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou pada seorang korban sesuai permintaan visum.
"Autopsi forensik dilakukan atas dasar permintaan visum Kepolisian Kota Besar Manado, dengan nomor surat : VER/164/IV/2010/SULUT/Tabes Manado, yang ditanda tangani oleh Ka Spk Plug 'C', IPDA Jantje P. Suplit. NRP 54050122," kata dr. Mewengkang menambahkan.
Pada tanggal 26 April 2010, hasil visum yang ditandatangani oleh dr. Johannis F Mallo, SH, SpF, DFM menemukan adanya udara (emboli) pada bilik jantung korban.
"Hal seperti ini fatal. Tidak bisa dioperasi. Coba cari di Google, juga enggak akan ada," kata dia menjelaskan.
Berdasarkan permintaan penyidik kepada Ikatan Dokter Indonesia untuk bantuan ahli, lanjut dia, maka pada 27 Juli 2010 atas dasar penunjukan oleh IDI Wilayah Sulut (No. Surat 91/PW-IDI/SULUT/VII/2010), dr J. F Mallo, SH, SpF bersama dengannya dan Prof. Dr. Reggy Lefrandt, SpJP(K) memenuhi panggilan penyidik
"Saya juga dipanggil bersama IDI. Saya juga dimintai keterangannya," kata dia lagi.
(Adt/Mel/*)
Kala itu, keduanya tengah menjalankan tugas jaga di RSUP Prof. dr. R. D Kandou Manado. Lantas, bagaimana bisa ketiga dokter ini melakukan operasi itu, mengingat ketiganya belum spesialis?
Menurut Spesialis Kandungan RSUP Dr RD Kandou Manado, dr. RAA Mewengkang SpOG, ketiga dokter tersebut diizinkan setelah berkonsultasi dengan Prof. dr. Najoan Nan Warouw, SpOG(K) (Dokter Konsultan Jaga Obstetri Ginekologi) dan dr. Hermanus J Lalenoh, SpAn (Dokter Konsultan Jaga Anastesi dan Reanimasi).
"3 orang dokter itu memang masih mahasiswa. Tapi, ketiganya sudah dinyatakan kompeten untuk melakukan operasi itu," kata dr. Mewengkang, di Rumah Makan Natrabu, Sabang, Jakarta, Rabu (27/11/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, pasien Siska Makatey sendiri merupakan pasien ASKES rujukan dari Puskemas Bahu. Pada pukul 18.30 Wita, tim dokter menyatakan pada pasien, perlu dilakukan operasi cesar.
Saat operasi dilaksanakan, bayi berhasil diselamatkan, namun pasien berusia 25 tahun itu meninggal dunia. Ternyata, pada 13 April 2010, tim dokter dilaporkan oleh keluarga kepada pihak kepolisian dengan dugaan malapraktik.
Di hari itu, dr. J. F. Mallo, SH, SpF, DFM melakukan autopsi forensik di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou pada seorang korban sesuai permintaan visum.
"Autopsi forensik dilakukan atas dasar permintaan visum Kepolisian Kota Besar Manado, dengan nomor surat : VER/164/IV/2010/SULUT/Tabes Manado, yang ditanda tangani oleh Ka Spk Plug 'C', IPDA Jantje P. Suplit. NRP 54050122," kata dr. Mewengkang menambahkan.
Pada tanggal 26 April 2010, hasil visum yang ditandatangani oleh dr. Johannis F Mallo, SH, SpF, DFM menemukan adanya udara (emboli) pada bilik jantung korban.
"Hal seperti ini fatal. Tidak bisa dioperasi. Coba cari di Google, juga enggak akan ada," kata dia menjelaskan.
Berdasarkan permintaan penyidik kepada Ikatan Dokter Indonesia untuk bantuan ahli, lanjut dia, maka pada 27 Juli 2010 atas dasar penunjukan oleh IDI Wilayah Sulut (No. Surat 91/PW-IDI/SULUT/VII/2010), dr J. F Mallo, SH, SpF bersama dengannya dan Prof. Dr. Reggy Lefrandt, SpJP(K) memenuhi panggilan penyidik
"Saya juga dipanggil bersama IDI. Saya juga dimintai keterangannya," kata dia lagi.
(Adt/Mel/*)