Lembaga Survei Nasional (LSN) menempatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sebagai tokoh yang dapat mempersatukan partai Islam. Namun, hal tersebut disanggah oleh Ketua Umum Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali.
"Dia orang yang baik, punya integritas, dan menunjukkan kepemimpinan selama memimpin Mahkamah Konstitusi. Tapi, saya belum melihat bahwa itu sesuatu yang final, saya belum lihat perkembangan politik selesai," kata Suryadharma di JCC, Jakarta, Rabu (27/11/2013).
"Karena itu ketika kita menunjuk seseorang untuk ini, untuk itu, masih terlalu jauh dari sisi momentumnya. Saya tidak tahu setelah pileg seperti apa."
Menteri Agama itu juga mengatakan, tokoh pemersatu partai-partai Islam haruslah memiliki kontribusi yang terukur. Tidak hanya itu, ada berbagai faktor untuk menentukan tokoh pemersatu, seperti koalisi partai.
"Saya menilai bahwa perkembangan politik belum selesai, belum matang. Apakah kita lihat dari sisi koalisi, siapa dengan siapa, dan juga dari sisi siapa yang jadi capres sangat belum matang, termasuk kita menetapkan ada seseorang yang mampuu jadi pemersatu dari partai-partai Islam. Karena kita juga harus lihat, kontribusi orang yang dijagokan itu kontribusinya terhadap partai Islam itu seperti apa, harus diukur," papar Suryadharma.
Pada Minggu 24 November LSN merilis Mahfud MD paling banyak dipilih dengan 16,4 persen. Peneliti LSN Dipa menjelaskan, Mahfud dapat menjadi pemersatu karena ia merupakan top of mind publik ketika ditanya soal figur pemimpin Islam.
"Ini bisa dipahami ketika menjabat Ketua MK, Mahfud dinilai berhasil. Integritas Mahfud sebagai tokoh nasional sudah teruji saat memimpin lembaga peradilan konstitusi tersebut," jelasnya.
Tak hanya itu, Mahfud juga dinilai sebagai sosok lintas aliran. Sebab, Mahfud merupakan lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dan tumbuh dalam kultur Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI).
"Jika mantan Ketua MK itu didorong menjadi lokomotif koalisi partai Islam, niscaya tidak akan banyak resistensi dari berbagai sekte keagamaan lingkungan Islam di Indonesia," tutur Dipa.
Survei yang dilakukan di 34 Provinsi di seluruh Indonesia sejak tanggal 20 sampai 30 Oktober 2013. Sampel yang digunakan sebanyak 1.240 responden yang diperoleh melalui teknik pengambilan sampel secara Multistage Random Sampling dengan margin of error sebesar 2,8% dan pada level of confidence 95%. (Mvi)
"Dia orang yang baik, punya integritas, dan menunjukkan kepemimpinan selama memimpin Mahkamah Konstitusi. Tapi, saya belum melihat bahwa itu sesuatu yang final, saya belum lihat perkembangan politik selesai," kata Suryadharma di JCC, Jakarta, Rabu (27/11/2013).
"Karena itu ketika kita menunjuk seseorang untuk ini, untuk itu, masih terlalu jauh dari sisi momentumnya. Saya tidak tahu setelah pileg seperti apa."
Menteri Agama itu juga mengatakan, tokoh pemersatu partai-partai Islam haruslah memiliki kontribusi yang terukur. Tidak hanya itu, ada berbagai faktor untuk menentukan tokoh pemersatu, seperti koalisi partai.
"Saya menilai bahwa perkembangan politik belum selesai, belum matang. Apakah kita lihat dari sisi koalisi, siapa dengan siapa, dan juga dari sisi siapa yang jadi capres sangat belum matang, termasuk kita menetapkan ada seseorang yang mampuu jadi pemersatu dari partai-partai Islam. Karena kita juga harus lihat, kontribusi orang yang dijagokan itu kontribusinya terhadap partai Islam itu seperti apa, harus diukur," papar Suryadharma.
Pada Minggu 24 November LSN merilis Mahfud MD paling banyak dipilih dengan 16,4 persen. Peneliti LSN Dipa menjelaskan, Mahfud dapat menjadi pemersatu karena ia merupakan top of mind publik ketika ditanya soal figur pemimpin Islam.
"Ini bisa dipahami ketika menjabat Ketua MK, Mahfud dinilai berhasil. Integritas Mahfud sebagai tokoh nasional sudah teruji saat memimpin lembaga peradilan konstitusi tersebut," jelasnya.
Tak hanya itu, Mahfud juga dinilai sebagai sosok lintas aliran. Sebab, Mahfud merupakan lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dan tumbuh dalam kultur Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI).
"Jika mantan Ketua MK itu didorong menjadi lokomotif koalisi partai Islam, niscaya tidak akan banyak resistensi dari berbagai sekte keagamaan lingkungan Islam di Indonesia," tutur Dipa.
Survei yang dilakukan di 34 Provinsi di seluruh Indonesia sejak tanggal 20 sampai 30 Oktober 2013. Sampel yang digunakan sebanyak 1.240 responden yang diperoleh melalui teknik pengambilan sampel secara Multistage Random Sampling dengan margin of error sebesar 2,8% dan pada level of confidence 95%. (Mvi)