Ide penerapan mata uang tunggal untuk negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) ditanggapi dingin Indonesia. Menteri Keuangan Chatib Basri menilai penerapan mata uang tunggal takkan mudah karena menyangkut kepentingan beberapa negara termasuk Indonesia.
Mata uang tunggal pertama kali diperkenalkan Uni Eropa dengan meluncurkan Euro pada 1 Januari 1999. Sebagian besar masyarakat Eropa memandang peluncuran mata uang bersama itu sebagai suatu tonggak bersejarah dalam perjuangan panjang untuk menyatukan Eropa.
"Nanti dulu saja, nanti repot kalau kita malah seperti Eropa," tutur Chatib singkat saat ditemui di kantornya, Jumat (29/11/2013).
Chatib mengaku Indonesia masih perlu membenahi fundamental rupiah sebelum melangkah ke tahap lebih jauh seperti penyatuan mata uang. Terlebih lagi negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia tengah menghadapi masalah pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menembus Rp 12 ribu per dolar AS. "Kita benahi rumah kita dulu saja," harapnya.
Pernyataan Chatib sebelumnya diperkuat dengan pengakuan CEO CIMB Group, Nazir Razak yang menyebut harmoniasi atau penyatuan mata uang negara ASEAN belum perlu dilakukan.
"Pengusaha tidak perlu penyatuan mata uang ASEAN. Mereka lebih membutuhkan penghapusan bea masuk impor," jelas dia.
Sebelumnya telah muncul wacana soal penyatuan mata uang tunggal ASEAN. Namun rencana tersebut harus kandas di tengah jalan karena belum ada semangat menggabungkan mata uang ASEAN seperti Uni Eropa.
Kementerian Luar Negeri telah mengatakan wacana mata uang tunggal ASEAN sudah mengemuka sejak lama. Namun realisasi masih akan sangat jauh terlaksana di Asia Tenggara.
Besarnya perbedaan ekonomi di antara negara-negara di kawasan berpenduduk sekitar 600 juta jiwa sehingga belum mungkin dilakukan penyatuan mata uang dalam waktu dekat.
Contohnya saja Indonesia dan Singapura sebagai dua kekuatan ekonomi tertinggi di ASEAN tidak dapat mendesak Laos dan Kamboja untuk menyamakan ekonominya.(Fik/Shd)
Mata uang tunggal pertama kali diperkenalkan Uni Eropa dengan meluncurkan Euro pada 1 Januari 1999. Sebagian besar masyarakat Eropa memandang peluncuran mata uang bersama itu sebagai suatu tonggak bersejarah dalam perjuangan panjang untuk menyatukan Eropa.
"Nanti dulu saja, nanti repot kalau kita malah seperti Eropa," tutur Chatib singkat saat ditemui di kantornya, Jumat (29/11/2013).
Chatib mengaku Indonesia masih perlu membenahi fundamental rupiah sebelum melangkah ke tahap lebih jauh seperti penyatuan mata uang. Terlebih lagi negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia tengah menghadapi masalah pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menembus Rp 12 ribu per dolar AS. "Kita benahi rumah kita dulu saja," harapnya.
Pernyataan Chatib sebelumnya diperkuat dengan pengakuan CEO CIMB Group, Nazir Razak yang menyebut harmoniasi atau penyatuan mata uang negara ASEAN belum perlu dilakukan.
"Pengusaha tidak perlu penyatuan mata uang ASEAN. Mereka lebih membutuhkan penghapusan bea masuk impor," jelas dia.
Sebelumnya telah muncul wacana soal penyatuan mata uang tunggal ASEAN. Namun rencana tersebut harus kandas di tengah jalan karena belum ada semangat menggabungkan mata uang ASEAN seperti Uni Eropa.
Kementerian Luar Negeri telah mengatakan wacana mata uang tunggal ASEAN sudah mengemuka sejak lama. Namun realisasi masih akan sangat jauh terlaksana di Asia Tenggara.
Besarnya perbedaan ekonomi di antara negara-negara di kawasan berpenduduk sekitar 600 juta jiwa sehingga belum mungkin dilakukan penyatuan mata uang dalam waktu dekat.
Contohnya saja Indonesia dan Singapura sebagai dua kekuatan ekonomi tertinggi di ASEAN tidak dapat mendesak Laos dan Kamboja untuk menyamakan ekonominya.(Fik/Shd)