Misteri Kuburan Kapal Selam Hitler di Perairan Karimun Jawa

Tim arkeolog negeri ini menemukan satu bangkai kapal selam diduga U-Boat milik Jerman di perairan Karimun Jawa. Bagaimana kisah selanjutnya?

oleh Liputan6 diperbarui 10 Des 2013, 23:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Kisah Perang Dunia II di daratan Eropa dan pertempuran laut saat Perang Asia Pasifik dalam kurun waktu 1939-1945 sering diadaptasi ke layar lebar. Satu di antara tema menarik adalah mengenai pertempuran kapal selam. Terutama duel torpedo antar kapal selam.

Sebut saja film U-571 yang mengisahkan kapal selam U-Boat (Unterseeboot) Jerman berhadapan dengan kapal selam Amerika Serikat di Pantai Timur, Amerika. Sementara, film USS Seaviper menceritakan situasi Perang Asia Pasifik dalam kurun waktu 1942-1945. Film layar lebar terakhir menceritakan perburuan kapal selam U-Boat 234 oleh USS Seaviper milik AS di lepas pantai Pulau Sumatra.

Kedua film tersebut diangkat berdasarkan dokumen sejarah. Terutama, USS Seaviper yang diinspirasi dari kisah nyata tentang keberadaan U-Boat Jerman di perairan Indonesia saat Perang Asia Pasifik atau disebut Jepang Perang Asia Timur Raya.

Pena sejarah mencatat, hebatnya pertempuran laut antara tentara Sekutu yang diwakili AS dan Belanda melawan pasukan Poros Jerman dan Jepang membuat perairan Indonesia sebagai kuburan bagi kapal ataupun kapal selam kedua belah pihak. Beberapa kapal selam dilaporkan tenggelam di beberapa lokasi di perairan Nusantara.

Dan soal kuburan kapal selam itu memang bukan hanya isapan jempol. Adalah tim dari Pusat Arkeologi Nasional yang membuktikan keberadaan bangkai kapal selam Jerman.

Tim arkeologi tersebut bersama beberapa penyelam profesional mencari kapal selam U-Boat yang tenggelam di Laut Jawa. Eksplorasi di perairan yang konon banyak menyimpan misteri tenggelamnya kapal-kapal dagang hingga kapal militer itu digelar pada 4-17 November 2013.

Tim arkeolog menemukan sebuah bangkai kapal selam diduga U-Boat milik Jerman. Lokasi penemuannya berjarak 10 jam perjalanan laut dari Pulau Karimun Jawa atau sekitar 80 mil laut.

"Titik koordinat bangkai kapal selam masih dirahasiakan," ujar Shinatria Adhityatama, arkeolog muda sekaligus anggota tim penyelam saat berbincang dengan Tim Lipsus Liputan6.com di kantornya, Pusat Arkeologi Nasional, bilangan Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu 27 November 2013.

Adhityatama menjelaskan bahwa temuan bangkai kapal selam tersebut berdasarkan informasi dari nelayan setempat."Saya kemudian melakukan riset dan membaca sejumlah literatur  yang menginformasikan mengenai laporan kapal selam yang hilang atau tenggelam selama masa Perang Dunia II," imbuh Adhityatama.

Ada beberapa temuan atau artefak yang diangkat dari dasar laut. Satu di antara temuan penting adalah piring bersimbol swastika Nazi Jerman.Tim penyelam juga menemukan beberapa tengkorak dan banyak tulang-belulang manusia yang diduga sisa jenazah tentara Jerman.

"Selain mengeksplorasi bangkai kapal selam, kami juga mengunjungi kuburan para tentara yang harus dihormati," ucap Adhityatama.

Sejawat Adhityatama, Priyatno Hadi Sulistyarto, menambahkan, mereka belum menyimpulkan identitas kapal selam yang tenggelam tersebut. Adapun berdasarkan literatur yang diperoleh tim arkeologi, ada dua kapal selam yang tenggelam di Laut Jawa, yakni U-168 pada 1944 dan U-183 pada 1945.

Kepala Bidang Program dan Kerja Sama Pusat Arkeologi Nasional tersebut menjelaskan, mereka sedang konsentrasi menganalisis sampel artefak dan membuat laporan. Langkah kedua adalah pengamanan di lokasi untuk menghadapi penyelaman-penyelaman ilegal." Kami sudah kerja sama dengan Angkatan Laut (TNI AL) dan Polisi Air dan Udara (Polairud)," beber Priyatno.

Namun, eksplorasi terhadap situs arkeologi bawah laut tersebut sementara dihentikan karena tim arkeolog menunggu analisis terhadap sampel artefak yang telah berhasil diangkat dari bangkai kapal selam tersebut. Tim juga sedang membuat semacam laporan untuk ditindaklanjuti lembaga ataupun pihak terkait. Tentunya, termasuk Pemerintahan Jerman dan pemerintah daerah setempat dalam hal menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah tak ternilai itu.

Sayangnya, saat ini belum banyak yang bisa dikuak, terutama mengenai misi terselubung apa yang sedang diemban kapal selam tersebut? Apa muatan penting U-Boat yang tenggelam akibat torpedo kapal Sekutu itu?

Menyoal keberadaan dan misi rahasia kapal selam Jerman di Indonesia, menurut sejarawan maritim Susanto Zuhdi, bukti-bukti yang ada masih harus dicari korelasinya."Kalau sepotong data, sulit untuk menjelaskan hal itu," urai guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia tersebut.

Walau ada kerja sama Kekuatan Poros antara Jerman-Jepang-Italia, sejarawan asal Universitas Indonesia ini mengatakan, Jerman justru sibuk menghadapi medan pertempuran yang luas dan hebat di Eropa. Jadi, imbuh Susanto, sungguh aneh bila Jerman mempunyai misi besar di kancah perang laut di Pasifik, kecuali ada dokumen otentik yang bisa menjelaskannya.

Dokumen otentik mengenai kerja sama bala tentara Jepang dengan pasukan Jerman di Indonesia memang belum banyak terungkap. Yang jelas, kuburan tentara Jerman ditemukan di beberapa lokasi di Indonesia. Satu di antaranya berada di kawasan Arca Domas, Cikopo, Bogor, persis di kaki Gunung Pangrango.(Ans/*)



Lihat INFOGRAFIS: Kisah U-Boat Menuju Kuburan di Karimun Jawa
Kode Enigma Titik Lemah Kapal Selam Hitler?

Oleh: Abdul Rahman Sutara dan Tim Riset Liputan6.com

Kapal selam Jerman adalah `monster laut` bagi kapal dagang ataupun kapal perang negara-negara Sekutu semasa Perang Dunia II, 1939-1945.

Banyak misi penghadangan armada laut musuh yang sukses dijalankan kapal selam U-Boat atau dalam bahasa Jerman disebut Unterseeboot alias U-Boot.

Sejak Perang Dunia I, bahkan hingga jauh sesudah PD II atau saat ini, Jerman terus mengembangkan teknologi kapal selamnya. Jerman memang terkenal sebagai bangsa yang mumpuni dalam urusan teknik mesin dan perkapalan.

Mereka banyak belajar dari masa lampau. Terutama saat U-Boat kebanggaan pemimpin Nazi, Adolf Hitler, tenggelam satu per satu di berbagai front pertempuran di Samudra Atlantik, Samudra Pasifik hingga Samudra Hindia, termasuk Laut Jawa.

Semua itu lantaran ditemukannya radar dan dipecahkannya kode Enigma oleh para ilmuwan Sekutu. Akibatnya, U-Boat yang semula seperti `monster`bawah laut yang sulit dideteksi, berubah menjadi sangat “kasat mata” bagi  pesawat anti-kapal selam dan kapal perang Sekutu.

Hingga menjelang akhir PD II, seluruh U-Boat nyaris ditenggelamkan ke dasar laut oleh pasukan Sekutu.

Jerman menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 7 Mei 1945, menyusul Jepang pada 14 Agustus 1945 setelah dijatuhi dua bom atom oleh Amerika Serikat.

Saksi Bisu Pertempuran Laut Jawa

PD II sudah lama berlalu, namun banyak kapal ataupun kapal selam sisa pertempuran yang karam di dasar laut. Bangkai kapal-kapal milik Sekutu ataupun Poros Jerman-Jepang-Italia itu tersebar di beberapa samudera, termasuk di wilayah perairan Indonesia

Satu di antara bangkai kapal selam Jerman teronggok di dasar laut sekitar Pulau Karimun Jawa. Bangkai kapal selam yang diperkirakan jenis U-168 atau U-183 itu berhasil dieksplorasi Tim Pusat Arkeologi Nasional pada 9 November 2013.

Penemuan ini besar menguak bukti sejarah PD II yang melibatkan wilayah perairan Indonesia. Dunia mengenalnya dengan sebutan Battle of Java Sea.

Sejak meletus Perang Dunia II  (1939- 1945), tepatnya pada 1942, Jepang dan Jerman saat itu disebut sebagai kekuatan Poros.
Jepang menguasai hampir separuh wilayah Asia, sedangkan Jerman saat itu dikendalikan pemerintahan totaliter di bawah naungan Partai Nazi.

Sejak PD II, Jerman dan Jepang memang bahu-membahu menginvasi musuh-musuhnya yang dikenal dengan tentara Sekutu (antara lain Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, dan Belanda). Dukungan Jerman  kepada Jepang tampak sangat nyata, Saat Hitler di tahun 1943 mengirimkan armada tempur lautnya untuk ikut berpatroli menjaga lautan di Asia Pasifik yang saat itu sudah dikuasai Jepang.


Penemuan piring yang terbuat sejak tahun 1939 yang dibaliknya ada ukiran lambang swastika atau Nazi Jerman. (Pusat Arkeologi Nasional)

Hanya Akibat Sandi Militer Jerman Bocor?

Selain bocornya sandi militer Jerman, ternyata hancurnya armada U-Boat di Laut Jawa lantaran teknologi perkapalan yang belum secanggih seperti sekarang.

Tim Riset Liputan6.com pun mencoba menggali informasi dari pakar perkapalan Indonesia.

Henny Poerwanti, wanita yang pernah berkarier di galangan kapal Luerssen di Vegesack, Jerman, menjelaskan bahwa armada kapal selam perang Jerman U-Boat Tipe IXC saat Perang Dunia II dianggap salah satu yang terhebat.

Pada salah satu riwayat patrolinya, satu jenis U-Boat mampu menghancurkan tiga kapal besar hanya dalam tempo dua hari.

Namun, setelah sempat menghindari lima torpedo, U-Boat akhirnya hancur hanya dengan satu hantaman torpedo berjarak 900 meter.
 
Torpedo ini dilesakkan kapal selam lain yang menjadi musuhnya. Syahdan, serangan torpedo tersebut dilancarkan dari kapal selam Belanda atau Amerika Serikat.

Pemilik gelar Dipl.-Ing dari Universitas Bremen, Jerman, ini menilai material fisik U-Boat memang rentan. Kendati, pada dasarnya kapal selam juga sama dengan  kapal-kapal lain, yaitu berbahan dasar steel atau besi.

Ganasnya Torpedo

"Hingga saat ini belum ada material lain yang bisa lolos dari serangan torpedo, Apalagi jika kita ketahui bahwa kecepatan torpedo modern saja seperti yang dimiliki Amerika dan Rusia mencapai kecepatan hingga 200 knot atau 320 km/jam," ujar wanita berusia 44 tahun kelahiran Surabaya tersebut.

"Jadi bisa dibayangkan, pada zaman itu dengan jarak hanya 900 meter saja, dengan kecepatan katakanlah 10 persen dari milik Belanda atau Amerika, sudah pasti tidak sampai satu menit serangan telak langsung sampai ke lambung dan mengakibatkan kebocoran yang fatal."

"Apalagi jika konstruksi dari kapal tersebut dalam pembagian sekat ke dalam air tidak diatur sedemikian rupa untuk mengantisipasi kebocoran," imbuh senior Interface Engineer Mechanical Engineer (Piping) & Naval Architect tersebut.

Lantas bagaimana dari sisi teknologinya? Apakah kapal selam U-Boat Jerman kalah canggih dari kapal selam milik Amerika dan Belanda?

Peraih double degree mechanical engineer dan naval architect dari Bremen University of Applied Sciences tersebut, memaparkan kemungkinan beberapa keterbatasan teknologi di zaman dulu dan metodenya belum bisa dijangkau oleh pemikiran sang ahli pembuat kapal selam.

Konstruksi Double Hull

Lantas, masih menurut Henny, bukan berarti penerapan teknologi pada kapal-kapal perang Jerman di masa itu tidak ada.

"Jika melihat data dari U-Boat tipe IXC yang ada, konstruksi double hull sudah diaplikasikan pada desain kapal selam U-168 dan 183," urai Henny.

Nah, fungsi double hull tersebut adalah untuk mengakomodasi kebutuhan ballast ketika kapal harus dalam posisi di bawah air.

Henny menjelaskan pula, jika salah satu  lambung hancur/rusak, apakah itu di bagian belakang, maka kapal tidak akan selamat karena jarak lambung luar dan bagian dalam sangat pendek.

Jika yang terkena torpedo di tengah dan kedalamannya tidak terlalu parah, kemungkinan masih bisa diselamatkan dengan pengurangan air ballast di sisi yang lain.

Berikut simulasi teknologi dinding lambung kapal selam U-168 dan U-183 yang dibuat Henny Poerwanti khusus untuk Liputan6.com:


Foto dok. Liputan6.com

 
Double hull adalah desain dari lambung kapal dan desain pada konstruksi kapal, di mana tidak hanya berfungsi baik sebagai tangki ballast dan tangki/lambung kedap air tetapi juga berfungsi sebagai pelindung jika kapal mengalami kebocoran pada lambung luar/lapisan kulit luar.




Pada konstruksi double hull, kapal didesain dengan mempunyai dua lambung, yaitu 1 lapisan luar yang berhubungan langsung dengan permukaan (bagian yang terendam air laut). Sedangkan lapisan kedua adalah lapisan bagian dalam yang berhubungan dengan ruangan dalam kapal. Biasanya jika di Indonesia dikatakan lambung kedap air atau double hull.




Sedangkan fungsi ruangan antara lambung/lapisan luar dan lambung/lapisan dalam bisa berfungsi sebagai tangki ballast atau tangki keseimbangan.






Simulasi Lambung  Kapal

Bangunan konstruksi lambung pada sebuah kapal merupakan bagian yang terpenting dari sekian banyak instrumen kapal lainnya.

Henny Poerwanti yang juga mendalami detail desain dan bahkan DIN (Standar Tekhnik Perkapalan Jerman) di galangan kapal Luerssen, Vegesack, mengungkapkan bahwa jika salah satu lambung rusak/hancur, entah itu di bagian belakang maka kapal tidak akan selamat karena jarak lambung luar dan bagian dalam sangat pendek.

Artinya, jika lambung yang rusak di bagian depan dan belakang, maka kehancuran kapal akan pasti terjadi.

Analisis Lambung Kapal

Berikut analisis Henny atas gambar double Hull dan Single Hull kapal selam Uboat Jerman dari sudut pandang Ilmu perkapalan modern saat ini:

Pada Rencana Umum (General Arrangement) dari kapal perang selam Jerman U-Boat tipe IXC/40 sudah mengaplikasikan kombinasi teknologi lambung double hull dan single hull.

"Secara logika dengan kapal ukuran hanya 76 meter saja, maka saya perkirakan jarak antara lapisan pertama dengan lapisan kedua dari konstruksi `double hull` adalah sekitar ½ meter saja. Karena kapal-kapal besar yang pernah saya desain, untuk panjang kapal yang 150 meter, jarak double hull-nya mencapai sekitar dua meteran.

"Dan, seperti saya katakan sebelumnya, karena teknologi zaman itu belum secanggih saat ini, pengaturan sekat pembatas sepanjang kapal kemungkinan terlalu sederhana. Maka saya yakin bahwa pengaturan sekat pembatas sepanjang kapal selam Jerman tersebut sangat minim.

"Jadi katakanlah ada torpedo dalam jarak dekat menghantam lambung belakang, dan terjadi kerusakan maka air akan dengan mudahnya masuk dan menempati seluruh badan kapal selam tersebut hingga menenggelamkannya."

Kondisi U-Boat Setelah Dihantam Torpedo

Analisis "damage stability" (stabilitas kapal dalam kondisi mengalami kebocoran pasca terkena torpedo) yang dibuat Henny, sesuai dengan kondisi desain dari kapal selam Uboat, Analisis dari gambar damage stability di atas masih bisa berkembang dengan beberapa perkiraan. Misalnya berapa lama kapal akan tenggelam jika salah satu ruangan bocor? Dari situ juga akan bisa diperkirakan berapa lama kesempatan awak kapal untuk selamat?

Maka melihat kembali ke rencana umum (gambar general arrangement di atas), pengaturan sekat kedap air sangat minim sekali untuk kapal dengan panjang sekitar 76 s/d 80 meter.

Dan sekat kedap air untuk double hull juga tidak ada. Jadi jika merujuk ke gambar rencana umum Uboat, jika kapal selam Jerman U-Boat 168 dan U-Boat 183 terkena torpedo dari belakang, maka bisa dipastikan kapal akan kehilangan stabilitasnya.

Namun, jika torpedo itu menghantam bagian depan kapal, bisa jadi masih ada kemungkinan selamat asal yang terkena hantaman torpedo tidak mengenai sekat kedap air di bagian depan."(Abd/Ans)

Selengkapnya lihat INFOGRAFIS: Kisah U-Boat Menuju Kuburan di Karimun Jawa
INFOGRAFIS


Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya