Isu Ketahanan Pangan Harus Jadi Fokus Forum WTO di Bali

Penyelenggaraan KTT WTO di Bali diharapkan dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang menjamin ketahanan pangan dunia.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 03 Des 2013, 13:48 WIB
Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Bali diharapkan dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang menjamin ketahanan pangan dunia. Perubahan kebijakan diharapkan dapat membuka pintu masuk bagi sejumlah negara maju guna menggunakan persediaannya untuk membantu menjaga ketahanan pangan global tanpa adanya ancaman sanksi dari sejumlah peraturan WTO.

"Peraturan dagang harus disesuaikan dengan kebijakan ketahanan oangan yang diperlukan negara-negara maju, dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang kini mengacu pada peraturan WTO," ungkap Special Rapporteur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk akses pangan Olivier De Schutter seperti dikutip dari The Scoop World, Selasa (3/12/2013).

Instruksinya tersebut diharapkan dapat terealisasi lewat konferensi WTO yang akan berusaha mencapai kesepakatan atas proposal pasokan pangan dari negara-negara maju sebagai bagian dari negosiasi perdagangan pada Putaran Doha.

"Paket pertemuan di Bali seharusnya menopang hak-hak negara maju untuk menggunangan cadangan makanan masyarakat demi menjaga ketahanan pangan," tegasnya.

Dia juga menjelaskan, mendorong produksi makanan lokal merupakan cara pertama untuk mewujudkan kesetaraan hak terhadap pangan. Selain itu, perdagangan juga harus menjadi pelengkap dari produksi lokal. Langkah tersebut perlu diambil guna mengatasi risiko ketahanan pangan saat sejumlah negara menjadi sangat tergantung pada pasar global seperti yang terjadi selama krisis pangan pada 2007-2008.

"Para anggota konferensi WTO harus mengembangkan kebijakan pangan inovatif yang mendukung basis produksinya sendiri," ungkap Oliver.

Menurutnya, cadangan makanan merupakan bagian yang sangat penting. Terlebih lagi bagi para petani untuk menjami pendapatannya tetap stabil dan memastikan masyarakat miskin juga dapat membeli makanan.

"Di Bali dan di manapun, kita harus bekerja untuk mengabadikan fleksibilitas dagang, dan harus terus bertanya jenis peraturan seperti apa yang dapat membantu mengatasi risiko ketahanan pangan dan mewujudkan hak asasi manusia atas pangan," tegasnya. (Sis/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya