Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengaku masih kesulitan untuk menagih pajak pada sektor pertambangan. Padahal potensi jumlah penerimaan pajak ini sangat besar, bahkan lebih besar dari penerimaan pajak dari sektor properti.
"Kalau properti lebih gampang karena PPh-nya final dan kelihatan dimata. Sedang tambang itu gede, ribuan hektar sehingga teman-teman pajak kesulitan. Kita butuh persiapan yang tinggi untuk menekan sektor ini," ujar Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany di Kantor Pusat DJP, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2013).
Dia menjelaskan, sebenarnya yang masih bermasalah pada penerimaan pajak ini pada perusahaan pertambangan menengah. Sedangkan perusahaan tambang skala besar diakui Fuad telah taat untuk membayar pajak.
"Pusat-pusat tambang yg besar itu sudah rutin kita periksa, justru yang menjadi masalah adalah yang menengah, kecilnya buat mereka kan ratusan miliar," lanjutnya.
Fuad sendiri mengatakan seharusnya instansi pemerintah lain juga turut membantu melakukan pengawasan terhadap perusahaan wajib pajak untuk membayarkan pajaknya.
"Jadi instansi pemerintah yang lain juga harus ingat walaupun mereka tidak punya otoritas pajak, tetapi mereka juga harus membantu jangan sampai pengusaha-perusahaan yang dapat izin dari negara untuk menambang bebas dan lolos dari pajak," jelasnya.
Menurut Fuad, bentuk bantuan instansi pemerintah lain dalam mendorong perusahaan tambah ini untuk taat membayarkan pajaknya melalui aturan yang disertakan saat sebuah perusahaan mendapatkan izin untuk menambang.
"Kementerian ESDM kan yg memberikan izin, mereka membuat aturan, harusnya aturan-aturan itu yg memprotek penerimaan pajak. Jadi kami kerjasama dengan mereka bagaimana membuat sistem perizinan dan lain-lain yang harus diawasi sehingga pajaknya tidak hilang. Ini yg saya lihat belum terjadi dinegara kita," tandasnya. (Dny/Ndw)
"Kalau properti lebih gampang karena PPh-nya final dan kelihatan dimata. Sedang tambang itu gede, ribuan hektar sehingga teman-teman pajak kesulitan. Kita butuh persiapan yang tinggi untuk menekan sektor ini," ujar Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany di Kantor Pusat DJP, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2013).
Dia menjelaskan, sebenarnya yang masih bermasalah pada penerimaan pajak ini pada perusahaan pertambangan menengah. Sedangkan perusahaan tambang skala besar diakui Fuad telah taat untuk membayar pajak.
"Pusat-pusat tambang yg besar itu sudah rutin kita periksa, justru yang menjadi masalah adalah yang menengah, kecilnya buat mereka kan ratusan miliar," lanjutnya.
Fuad sendiri mengatakan seharusnya instansi pemerintah lain juga turut membantu melakukan pengawasan terhadap perusahaan wajib pajak untuk membayarkan pajaknya.
"Jadi instansi pemerintah yang lain juga harus ingat walaupun mereka tidak punya otoritas pajak, tetapi mereka juga harus membantu jangan sampai pengusaha-perusahaan yang dapat izin dari negara untuk menambang bebas dan lolos dari pajak," jelasnya.
Menurut Fuad, bentuk bantuan instansi pemerintah lain dalam mendorong perusahaan tambah ini untuk taat membayarkan pajaknya melalui aturan yang disertakan saat sebuah perusahaan mendapatkan izin untuk menambang.
"Kementerian ESDM kan yg memberikan izin, mereka membuat aturan, harusnya aturan-aturan itu yg memprotek penerimaan pajak. Jadi kami kerjasama dengan mereka bagaimana membuat sistem perizinan dan lain-lain yang harus diawasi sehingga pajaknya tidak hilang. Ini yg saya lihat belum terjadi dinegara kita," tandasnya. (Dny/Ndw)