Penganiayaan dan pelecehan seksual yang dialami pembantu rumah tangga berinisial SNA (18) hanya lantaran masalah sepele. SNA mendapat penganiayaan majikan setelah merusak perabot rumah tangga milik sang majikan.
"Karena mecahin barang-barang," kata SNA di Mapolres Metro Jakarta Timur, Rabu (4/12/2013).
Saat ditemui wartawan, SNA yang mengenakan pakaian serba merah muda itu ia terus tertunduk. Ia didampingi seorang kuasa hukum. Kini kedua mata SNA tidak dapat melihat alias buta. Kebutaan itu diduga akibat penganiayaan yang dilakukan majikannya selama 4 bulan, selama ia bekerja September-Desember 2012.
"Diinjek kakinya, ditendang, dijedotin. Pernah dijambak rambut saya sampai botak. Kuping saya pernah dipukul sampai keluar air," ucapnya lirih.
Menerima perlakuan tak layak, SNA pun pernah mencoba kabur. Tapi rencana tersebut urung dilakukan lantaran diancam menggunakan golok sang majikan. "Akhirnya dipulangkan ke yayasan. Waktu itu sudah nggak bisa lihat lagi," ungkapnya.
Sementara Primayvira Ribka Limbong selaku kuasa hukum SNA mengatakan, kliennya tersebut mengalami kebutaan akibat pukulan yang diterima di bagian wajah. Selain itu, kepala SNA juga pernah dibenturkan ke dinding oleh majikannya. "Dia buta karena dipukul wajahnya. Dijedotin ke tembok juga" terangnya.
Penganiayaan SNA terjadi selama September hingga Desember 2012. SNA bekerja di sebuah rumah di Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Setelah 3 bulan bekerja, SNA dikembalikan ke penyalurnya dengan alasan sudah tidak bisa bekerja karena sakit. Meski begitu, SNA masih mendapat gaji Rp 2.250.000 untuk 4 bulan.
"Karena mecahin barang-barang," kata SNA di Mapolres Metro Jakarta Timur, Rabu (4/12/2013).
Saat ditemui wartawan, SNA yang mengenakan pakaian serba merah muda itu ia terus tertunduk. Ia didampingi seorang kuasa hukum. Kini kedua mata SNA tidak dapat melihat alias buta. Kebutaan itu diduga akibat penganiayaan yang dilakukan majikannya selama 4 bulan, selama ia bekerja September-Desember 2012.
"Diinjek kakinya, ditendang, dijedotin. Pernah dijambak rambut saya sampai botak. Kuping saya pernah dipukul sampai keluar air," ucapnya lirih.
Menerima perlakuan tak layak, SNA pun pernah mencoba kabur. Tapi rencana tersebut urung dilakukan lantaran diancam menggunakan golok sang majikan. "Akhirnya dipulangkan ke yayasan. Waktu itu sudah nggak bisa lihat lagi," ungkapnya.
Sementara Primayvira Ribka Limbong selaku kuasa hukum SNA mengatakan, kliennya tersebut mengalami kebutaan akibat pukulan yang diterima di bagian wajah. Selain itu, kepala SNA juga pernah dibenturkan ke dinding oleh majikannya. "Dia buta karena dipukul wajahnya. Dijedotin ke tembok juga" terangnya.
Penganiayaan SNA terjadi selama September hingga Desember 2012. SNA bekerja di sebuah rumah di Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Setelah 3 bulan bekerja, SNA dikembalikan ke penyalurnya dengan alasan sudah tidak bisa bekerja karena sakit. Meski begitu, SNA masih mendapat gaji Rp 2.250.000 untuk 4 bulan.
Setelah 6 bulan, SNA baru melaporkan penganiayaan tersebut ke Mapolrestro Jakarta Timur tepatnya pada 17 Juni lalu. Kasus ini kini ditangani Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). (Rmn/Yus)