Kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram (Kg) dengan mengalihakn beban distribusi ke konsumen merupakan hal yang wajar. Pengamat Energi dari Refominer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, Pertamina berhak menaikan harga gas elpiji non subsidinya dan hal tersebut merupakan keputusan yang wajar.
"Kalau kenaikan wajar saja karena ini bisnis non subsidi (Public Service Obligation/PSO)," kata Komaidi saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (6/12/2013).
Komaidi menuturkan, pengalihan biaya distribusi yang sebelumnya ditanggung Pertamina ke konsumen juga merupakan hal yang wajar. Pasalnya barang yang tidak disubsidi berhak ditanggung konsumen.
Terkait dengan kenaikan harga yang dinilai diam-diam, Komaidi menyarankan agar Pertamina mengumumkan rencana kenaikan tersebut jauh-jauh hari. Namun, lanjut dia, karena produk tersebut tidak disubsidi maka wajar jika dilakukan secara mendadak.
"Seharusnya diumumkan, tapi kalau non PSO sama. Kita beli pertamax tiba-tiba sudah naik, memang tidak perlu pengumuman," pungkasnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebelumnya menyatakan, dalam menaikkan harga gas elpiji 12 kg seharusnya Pertamina berhati-hati.
Jero mengatakan, seharusnya setiap melakukan kenaikan harga harus dilakukan perhitungan secaraa matang dan perkiraan baik ke depan karena komoditas itu menyangkut kepentingan rakyat.
"Saya kalau untuk rakyat harus hati-hati. Setiap kenaikan harus diskusi. Kita hitung yang matang," kata Jero
Seperti diberitakan sebelumnya, Pertamina mengaku telah mengalihkan biaya distribusi gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram (kg) ke konsumen di Jawa pada 1 Desember 2013.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya, besaran harga beban angkut yang dialihkan ke konsumen bervariasi disesuaikan oleh jarak. Pergeseran beban distribusi itu pun membuat harga satu kilogram tabung naik di kisaran Rp 300-Rp 600 atau setara Rp 3.600-7.200 per kg. (Pew/Ndw)
"Kalau kenaikan wajar saja karena ini bisnis non subsidi (Public Service Obligation/PSO)," kata Komaidi saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (6/12/2013).
Komaidi menuturkan, pengalihan biaya distribusi yang sebelumnya ditanggung Pertamina ke konsumen juga merupakan hal yang wajar. Pasalnya barang yang tidak disubsidi berhak ditanggung konsumen.
Terkait dengan kenaikan harga yang dinilai diam-diam, Komaidi menyarankan agar Pertamina mengumumkan rencana kenaikan tersebut jauh-jauh hari. Namun, lanjut dia, karena produk tersebut tidak disubsidi maka wajar jika dilakukan secara mendadak.
"Seharusnya diumumkan, tapi kalau non PSO sama. Kita beli pertamax tiba-tiba sudah naik, memang tidak perlu pengumuman," pungkasnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebelumnya menyatakan, dalam menaikkan harga gas elpiji 12 kg seharusnya Pertamina berhati-hati.
Jero mengatakan, seharusnya setiap melakukan kenaikan harga harus dilakukan perhitungan secaraa matang dan perkiraan baik ke depan karena komoditas itu menyangkut kepentingan rakyat.
"Saya kalau untuk rakyat harus hati-hati. Setiap kenaikan harus diskusi. Kita hitung yang matang," kata Jero
Seperti diberitakan sebelumnya, Pertamina mengaku telah mengalihkan biaya distribusi gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram (kg) ke konsumen di Jawa pada 1 Desember 2013.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya, besaran harga beban angkut yang dialihkan ke konsumen bervariasi disesuaikan oleh jarak. Pergeseran beban distribusi itu pun membuat harga satu kilogram tabung naik di kisaran Rp 300-Rp 600 atau setara Rp 3.600-7.200 per kg. (Pew/Ndw)