Kebutuhan listrik di ibukota terus meningkat, hingga mencapai 6.500 Mega Watt per bulan. Sementara, selama ini Jakarta hanya disuplai oleh 5 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan 1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) di Unit Pembangkitan Muara Karang dengan total kapasitas 1.600 MW serta dari PLTU Tanjung Priok.
Karena itu, Kepala Dinas Energi dan Peindustrian DKI Andi Baso mengatakan pihaknya akan melakukan studi kelayakan atau feasibility (FS) untuk membangun tambahan pembangkit listrik tahun depan. Bahkan, Pemprov DKI akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk tambahan 2 ribu MW jika layak.
"Saya malah berpikir kenapa tidak coba tenaga nuklir. Kenapa takut? Tapi pokoknya besok FS-nya kita coba. Kita paparkan kemungkinannya ke Gubernur dan Wagub. Nanti beliau yang tentukan," ujar Andi Baso di Jakarta, Sabtu (7/12/2013).
Terkait pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menginginkan pembangkit tenaga uap, Andi Baso mengatakan tidak menutup kemungkinan penambahan PLTU. Namun, PLTU membutuhkan gas. Sedangkan suplai gas untuk transportasi umum masih kurang, apalagi untuk pembangkit listrik.
"Kalau PLTU boleh, tapi harus gas. Ada nggak kita? Dijual ke luar negeri semua. Makanya saya berpikiran lain. Daripada ribet mikirin gas, daripada pusing, nuklir aja. Serpong bisa pakai kok," kata Andi Baso.
Sementara, mengenai siap atau tidaknya Jakarta menggunakan tenaga nuklir, ia menegaskan, nantinya melalui FS mulai dari jenisnya, lokasinya, manfaat maupun dampak hingga keamanan akan dikaji lebih mendalam, agar DKI siap. Di samping itu, dari segi pembiayaan, PLTN dianggap lebih murah baik baik dari operasional hingga perawatannya.
"Dari FS kita siapkan. Mungkin bisa di Marunda. Nanti kita hitung juga risikonya apa. Kalau tunggu siap, nggak ada yang siap. Karena masyarakat kita banyak omong semua. Ahlinya, pakarnya memang jago. Cuma jago ngomong, no action. Untuk 1.000 MW listrik butuh Rp 10 triliun, jadi Rp 20 triliun. Tapi lebih murah nuklir malah," ujarnya.
Andi Baso menambahkan, pihaknya juga telah berbicara dengan PT PLN terkait rencana tersebut. Menurutnya, PLN siap bekerja sama. Dan dengan pembangunan pembangkit listrik (PL) Pemprov DKI membantu kerja PLN. Tidak hanya pemerintah daerah, kerja sama juga akan dengan pusat dan swasta.
"Dalam keadaan normal, PL tersebut diambil PLN, tapi keadaan emergency ketika PL Jawa-Bali sistemnya mati, PL itu nanti untuk emergency buat DKI saja. Supaya monorel, MRT, pelayanan, perbankan bisa jalan. Kita nanti jual ke PLN. Mereka mau beli," jelas Baso. (Adi/Sss)
Karena itu, Kepala Dinas Energi dan Peindustrian DKI Andi Baso mengatakan pihaknya akan melakukan studi kelayakan atau feasibility (FS) untuk membangun tambahan pembangkit listrik tahun depan. Bahkan, Pemprov DKI akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk tambahan 2 ribu MW jika layak.
"Saya malah berpikir kenapa tidak coba tenaga nuklir. Kenapa takut? Tapi pokoknya besok FS-nya kita coba. Kita paparkan kemungkinannya ke Gubernur dan Wagub. Nanti beliau yang tentukan," ujar Andi Baso di Jakarta, Sabtu (7/12/2013).
Terkait pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menginginkan pembangkit tenaga uap, Andi Baso mengatakan tidak menutup kemungkinan penambahan PLTU. Namun, PLTU membutuhkan gas. Sedangkan suplai gas untuk transportasi umum masih kurang, apalagi untuk pembangkit listrik.
"Kalau PLTU boleh, tapi harus gas. Ada nggak kita? Dijual ke luar negeri semua. Makanya saya berpikiran lain. Daripada ribet mikirin gas, daripada pusing, nuklir aja. Serpong bisa pakai kok," kata Andi Baso.
Sementara, mengenai siap atau tidaknya Jakarta menggunakan tenaga nuklir, ia menegaskan, nantinya melalui FS mulai dari jenisnya, lokasinya, manfaat maupun dampak hingga keamanan akan dikaji lebih mendalam, agar DKI siap. Di samping itu, dari segi pembiayaan, PLTN dianggap lebih murah baik baik dari operasional hingga perawatannya.
"Dari FS kita siapkan. Mungkin bisa di Marunda. Nanti kita hitung juga risikonya apa. Kalau tunggu siap, nggak ada yang siap. Karena masyarakat kita banyak omong semua. Ahlinya, pakarnya memang jago. Cuma jago ngomong, no action. Untuk 1.000 MW listrik butuh Rp 10 triliun, jadi Rp 20 triliun. Tapi lebih murah nuklir malah," ujarnya.
Andi Baso menambahkan, pihaknya juga telah berbicara dengan PT PLN terkait rencana tersebut. Menurutnya, PLN siap bekerja sama. Dan dengan pembangunan pembangkit listrik (PL) Pemprov DKI membantu kerja PLN. Tidak hanya pemerintah daerah, kerja sama juga akan dengan pusat dan swasta.
"Dalam keadaan normal, PL tersebut diambil PLN, tapi keadaan emergency ketika PL Jawa-Bali sistemnya mati, PL itu nanti untuk emergency buat DKI saja. Supaya monorel, MRT, pelayanan, perbankan bisa jalan. Kita nanti jual ke PLN. Mereka mau beli," jelas Baso. (Adi/Sss)