Citizen6, Semarang: Bagi para akademisi, baik itu pakar pendidikan, guru, dosen, maupun mahasiswa, publikasi jurnal dan karya tulis ilmiah mutlak diperlukan untuk mengakui tingkat intelektualitasnya dimata lembaga pendidikan. Namun tak jarang ditemukan banyak persoalan terkait sulitnya jurnal ilmiah terpublikasikan di lembaga yang sudah terakreditasi. Maka, perlu strategi khusus agar agara ada pengakuan akademis dari lembaga yang memiliki akreditasi, perlu ada kiat-kiat, dan strategi khusus agar jurnal ilmiah yang dibuat mampu dipublikasikan.
Hal tersebut disampaikan oleh akar pendidikan sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Yusuf Sudo Hadi dihadapan ribuan peserta seminar nasional Publikasi Hasil Penelitian Tesis dan Disertasi pada Jurnal Ilmiah Terakreditasi di Poncowati Ballroom, Hotel Patra Jasa Semarang, Sabtu (7/12/2013).
Yusuf menyampaikan, setidaknya ada beberapa keuntungan jika kita mampu mempublikasikan hasil karya tulis ilmiah maupun jurnal kita secara intelektual.
"Di antaranya adalah dukungan penuh dari lembaga yang bersangkutan, suasana akademis yang meningkat dan lebih baik, serta tentunya insentif dari berbagai sumber," kata Dosen Mata Kuliah Teknologi Papan Partikel dan Serat IPB ini.
Namun demikian, imbuh pria yang juga merupakan alumnus Nagoya University ini, berbagai kendala dalam publikasi jurnal tetap muncul, dan bisa jadi hal tersebut menghalangi seorang peneliti untuk mempublikasikan jurnal ilmiahnya.
"Kendalanya adalah bahwa fakta rata–rata akademisi ini masih tidak akrab dengan bahasa Inggris. Hal lain yang menghalangi adalah fakta bahwa kebiasaan menulis di Indonesia ini belum menjadi budaya," paparnya.
Untuk itu, Yusuf memaparkan perlu adaya terobosan baru untuk membiasakan bahwa publikasi jurnal ilmiah ini dimulai dari kegemaran menulis para akademisi ini. Yusuf juga menyampaikan ada berbagai hal yang bersifat strategis yang bisa dilakukan para peniliti agar karya ilmiahnya bisa dipublikasikan di lembaga terakreditasi.
"Tujuan utama menerbitkan jurnal adalah merekam perkembangan ilmu, sertifikasi/registrasi temuan, menyebar luaskan temuan keilmuan, serta mengarsipkan semua produk kecendekiaan. Lalu bagaimana kita akan mencapai tujuan jikalau menulis saja belum menjadi budaya," jelas Yusuf.
Dalam seminar yang diikuti oleh 1078 peserta ini, 58 pemakalah dari berbagai tersebut juga dibahas terkait strategi kunci agar karya tulis ilmiah maupun jurnal bisa terpublikasikan di lembaga akreditasi. Strategi tersebut, menurut Sutikno, Dosen Jurusan Fisika, FMIPA Unnes adalah dengan memperhatikan kualitas dari karya tulis ilmiah atau jurnal tersebut.
"Salah satu hal teknis adalah mengenali jurnal – jurnal dengan impact factor yang tinggi, yakni dengan melakukan survey mengenai jenis artikel dan kondisi pengiriman artikel, memeriksa directories di Universitas, menanyakan kepada rekan yang ahli, dan melakukan pencarian kutipan dimana penulis terkenal mempublikasikannya," paparnya.
Seperti diketahui, sebagai bentuk komitmen akademik, program pascasarjana Unnes menggelar agenda seminar ini, tentunya dengan tujuan agar para akademisi terdorong melakukan publikasi sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan.
"Tujuan seminar ini adalah agar peserta memperoleh informasi agar penelitian dipublikasikan ke lembaga penelitian terakreditasi, serta bermanfaat untuk mempercepat peserta mempublikasi hasil ilmiah terakreditasi," ungkap Wardono, Ketua Panitia Seminar Nasional ini. (Dwi Purnawan/mar)
Dwi Purnawan adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat Twitter: @dwi_itudua dan Facebook: : Dwi Purnawan Al-Munir
Disclaimer
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Hal tersebut disampaikan oleh akar pendidikan sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Yusuf Sudo Hadi dihadapan ribuan peserta seminar nasional Publikasi Hasil Penelitian Tesis dan Disertasi pada Jurnal Ilmiah Terakreditasi di Poncowati Ballroom, Hotel Patra Jasa Semarang, Sabtu (7/12/2013).
Yusuf menyampaikan, setidaknya ada beberapa keuntungan jika kita mampu mempublikasikan hasil karya tulis ilmiah maupun jurnal kita secara intelektual.
"Di antaranya adalah dukungan penuh dari lembaga yang bersangkutan, suasana akademis yang meningkat dan lebih baik, serta tentunya insentif dari berbagai sumber," kata Dosen Mata Kuliah Teknologi Papan Partikel dan Serat IPB ini.
Namun demikian, imbuh pria yang juga merupakan alumnus Nagoya University ini, berbagai kendala dalam publikasi jurnal tetap muncul, dan bisa jadi hal tersebut menghalangi seorang peneliti untuk mempublikasikan jurnal ilmiahnya.
"Kendalanya adalah bahwa fakta rata–rata akademisi ini masih tidak akrab dengan bahasa Inggris. Hal lain yang menghalangi adalah fakta bahwa kebiasaan menulis di Indonesia ini belum menjadi budaya," paparnya.
Untuk itu, Yusuf memaparkan perlu adaya terobosan baru untuk membiasakan bahwa publikasi jurnal ilmiah ini dimulai dari kegemaran menulis para akademisi ini. Yusuf juga menyampaikan ada berbagai hal yang bersifat strategis yang bisa dilakukan para peniliti agar karya ilmiahnya bisa dipublikasikan di lembaga terakreditasi.
"Tujuan utama menerbitkan jurnal adalah merekam perkembangan ilmu, sertifikasi/registrasi temuan, menyebar luaskan temuan keilmuan, serta mengarsipkan semua produk kecendekiaan. Lalu bagaimana kita akan mencapai tujuan jikalau menulis saja belum menjadi budaya," jelas Yusuf.
Dalam seminar yang diikuti oleh 1078 peserta ini, 58 pemakalah dari berbagai tersebut juga dibahas terkait strategi kunci agar karya tulis ilmiah maupun jurnal bisa terpublikasikan di lembaga akreditasi. Strategi tersebut, menurut Sutikno, Dosen Jurusan Fisika, FMIPA Unnes adalah dengan memperhatikan kualitas dari karya tulis ilmiah atau jurnal tersebut.
"Salah satu hal teknis adalah mengenali jurnal – jurnal dengan impact factor yang tinggi, yakni dengan melakukan survey mengenai jenis artikel dan kondisi pengiriman artikel, memeriksa directories di Universitas, menanyakan kepada rekan yang ahli, dan melakukan pencarian kutipan dimana penulis terkenal mempublikasikannya," paparnya.
Seperti diketahui, sebagai bentuk komitmen akademik, program pascasarjana Unnes menggelar agenda seminar ini, tentunya dengan tujuan agar para akademisi terdorong melakukan publikasi sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan.
"Tujuan seminar ini adalah agar peserta memperoleh informasi agar penelitian dipublikasikan ke lembaga penelitian terakreditasi, serta bermanfaat untuk mempercepat peserta mempublikasi hasil ilmiah terakreditasi," ungkap Wardono, Ketua Panitia Seminar Nasional ini. (Dwi Purnawan/mar)
Dwi Purnawan adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat Twitter: @dwi_itudua dan Facebook: : Dwi Purnawan Al-Munir
Disclaimer
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.