Sistem tenaga kerja alih daya (outsourcing) yang selama ini masih dipraktikan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dituding telah merugikan para pekerja. Para pekerja outsourcing mengaku upah yang diterimanya harus dipotong hingga Rp 1 juta per bulan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja.
"Upah kami di PLN seharusnya mencapai Rp 2,5 juta tetapi yang kami terima hanya sebesar Rp 1,5 juta. Ini berarti ada kekurangan sebesar Rp 1 juta dan ini berlangsung tiap bulan selama kami bekerja," ujar salah satu mantan pegawai PLN Ayi Cahyana (31) saat konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2013).
Menurut Ayi, selama bekerja 8 tahun di kantor PLN Bekasi, dirinya tidak pernah menerima gaji melebihi UMP. Dengan masa pengabdiannya tersebut, Ayi mengaku harusnya sudah mengantongi penghasilan melebih UMP.
"Rekan kerja saya yang sama-sama di bagian akuntasi tetapi bukan pegawai outsourcing gajinya bisa mencapai Rp 4 juta, padahal pekerjaannya sama. Kemudian saya dipindah ke bagian teknisi yang lebih membahayakan nyawa tetapi gaji malah disamakan dengan office boy," keluhnya.
Sekretaris Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek), Sabda Pranawa Djati menambahkan, pemangkasan upah para pekerja outsourcing PLN jika diakumulasikan bisa mencapai Rp 85 miliar dalam waktu 1 tahun.
"Angka itu baru di PLN saja yang jumlah pegawai outsoursingnya sekitar 70 ribu orang, belum lagi di Pertamina, Telkom dan lain-lain yang bisa mencapai 1 juta lebih pekerja. Mungkin jumlahnya bisa mencapai triliunan," katanya.
Sabda memastikan, selisih upah yang diterima pekerja alih daya ini bukan hanya terjadi di PLN, tetapi juga di perusahaan BUMN lain seperti PT Telkom. "Tentang selisih ini sebenarnya sudah pernah dilaporkan oleh teman-teman pekerja, tetapi tidak ada tanggapan. Makanya kami ingin agar pekerja outsourcing ini menjadi pekerja tetap agar tidak lagi ada pemotongan gaji," jelasnya.
Selain itu, Sabda ini juga meminta para pekerja outsourcing yang telah bekerja cukup lama bekerja agar langsung diangkat menjadi pegawai tetap tanpa harus melalui proses tes terlebih dahulu.
"Mereka telah bekerja selama 15-20 tahun sehingga buat apa dilakukan tes lagi. Mereka sudah punya skill sehingga bisa langsung diterima jadi pegawai tetap," tandasnya.(Dny/Shd)
"Upah kami di PLN seharusnya mencapai Rp 2,5 juta tetapi yang kami terima hanya sebesar Rp 1,5 juta. Ini berarti ada kekurangan sebesar Rp 1 juta dan ini berlangsung tiap bulan selama kami bekerja," ujar salah satu mantan pegawai PLN Ayi Cahyana (31) saat konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2013).
Menurut Ayi, selama bekerja 8 tahun di kantor PLN Bekasi, dirinya tidak pernah menerima gaji melebihi UMP. Dengan masa pengabdiannya tersebut, Ayi mengaku harusnya sudah mengantongi penghasilan melebih UMP.
"Rekan kerja saya yang sama-sama di bagian akuntasi tetapi bukan pegawai outsourcing gajinya bisa mencapai Rp 4 juta, padahal pekerjaannya sama. Kemudian saya dipindah ke bagian teknisi yang lebih membahayakan nyawa tetapi gaji malah disamakan dengan office boy," keluhnya.
Sekretaris Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek), Sabda Pranawa Djati menambahkan, pemangkasan upah para pekerja outsourcing PLN jika diakumulasikan bisa mencapai Rp 85 miliar dalam waktu 1 tahun.
"Angka itu baru di PLN saja yang jumlah pegawai outsoursingnya sekitar 70 ribu orang, belum lagi di Pertamina, Telkom dan lain-lain yang bisa mencapai 1 juta lebih pekerja. Mungkin jumlahnya bisa mencapai triliunan," katanya.
Sabda memastikan, selisih upah yang diterima pekerja alih daya ini bukan hanya terjadi di PLN, tetapi juga di perusahaan BUMN lain seperti PT Telkom. "Tentang selisih ini sebenarnya sudah pernah dilaporkan oleh teman-teman pekerja, tetapi tidak ada tanggapan. Makanya kami ingin agar pekerja outsourcing ini menjadi pekerja tetap agar tidak lagi ada pemotongan gaji," jelasnya.
Selain itu, Sabda ini juga meminta para pekerja outsourcing yang telah bekerja cukup lama bekerja agar langsung diangkat menjadi pegawai tetap tanpa harus melalui proses tes terlebih dahulu.
"Mereka telah bekerja selama 15-20 tahun sehingga buat apa dilakukan tes lagi. Mereka sudah punya skill sehingga bisa langsung diterima jadi pegawai tetap," tandasnya.(Dny/Shd)