Sitok Srengenge, sastrawan yang dilaporkan atas kasus dugaan asusila oleh seorang mahasiswi Universitas Indonesia berinisial RW (22), mengaku telah dikhianati temannya. Padahal, Sitok dan RW sudah sepakat untuk menyelesaikan masalah mereka.
"Semuanya menjadi terputus karena korban punya pendamping yang justru sahabat Sitok. Dia sama sekali tidak mem-follow up keinginan Mas Sitok untuk bertemu," jelas Dwi Ria Latifa, kuasa hukum Sitok saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (8/12/2013).
Dia mengatakan, Sitok sebenarnya sudah tahu kehamilan korban saat berusia 17 minggu yang diberitahu langsung oleh R. "Itu bulan September dan Mas Sitok siap untuk bertanggung jawab," ujar Dwi Ria.
Namun, beberapa kali rencana bertemu antara Sitok dan keluarga RW tak bisa terealisasi. "Sampai kemudian pada 6 November lalu ada SMS dari RW bahwa untuk selanjutnya komunikasi akan dilakukan melalui pendampingnya," cerita Dwi Ria.
Menurutnya, Sitok mendapat informasi yang menjadi pendamping RW itu adalah Saras Dewi, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia yang juga kenal baik dengan Sitok. "Karena menghargai teman, Mas Sitok percaya pada janji pendamping itu untuk menjadi mediator bagi kedua pihak," lanjut Dwi Ria.
Namun, lanjutnya, sang pendamping itu ternyata memberitahu istri Sitok tentang apa yang terjadi. Dia pula yang kemudian membongkar kasus ini ke media. "Menurut Mas Sitok, itu character assassination (pembunuhan karakter)," tegasnya.
Sitok dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh RW, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Sitok dituding tidak bertanggung jawab dan diduga melakukan intimidasi terhadap R hingga hamil 7 bulan.
Kuasa Hukum R, Iwan Pangka, yang datang ke Polda Metro Jaya mengatakan bahwa korban telah melaporkan Sitok dengan nomor laporan TBL 4245/ XII/ 2013/PMJ/Direskrimim dengan Pasal 351 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. (Ado/Yus)
"Semuanya menjadi terputus karena korban punya pendamping yang justru sahabat Sitok. Dia sama sekali tidak mem-follow up keinginan Mas Sitok untuk bertemu," jelas Dwi Ria Latifa, kuasa hukum Sitok saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (8/12/2013).
Dia mengatakan, Sitok sebenarnya sudah tahu kehamilan korban saat berusia 17 minggu yang diberitahu langsung oleh R. "Itu bulan September dan Mas Sitok siap untuk bertanggung jawab," ujar Dwi Ria.
Namun, beberapa kali rencana bertemu antara Sitok dan keluarga RW tak bisa terealisasi. "Sampai kemudian pada 6 November lalu ada SMS dari RW bahwa untuk selanjutnya komunikasi akan dilakukan melalui pendampingnya," cerita Dwi Ria.
Menurutnya, Sitok mendapat informasi yang menjadi pendamping RW itu adalah Saras Dewi, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia yang juga kenal baik dengan Sitok. "Karena menghargai teman, Mas Sitok percaya pada janji pendamping itu untuk menjadi mediator bagi kedua pihak," lanjut Dwi Ria.
Namun, lanjutnya, sang pendamping itu ternyata memberitahu istri Sitok tentang apa yang terjadi. Dia pula yang kemudian membongkar kasus ini ke media. "Menurut Mas Sitok, itu character assassination (pembunuhan karakter)," tegasnya.
Sitok dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh RW, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Sitok dituding tidak bertanggung jawab dan diduga melakukan intimidasi terhadap R hingga hamil 7 bulan.
Kuasa Hukum R, Iwan Pangka, yang datang ke Polda Metro Jaya mengatakan bahwa korban telah melaporkan Sitok dengan nomor laporan TBL 4245/ XII/ 2013/PMJ/Direskrimim dengan Pasal 351 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. (Ado/Yus)