Gara-gara dianggap gagal mengurusi sistem pengumpulan sampah warganya, Walikota Bogota, Kolombia, Gustavo Petro, diminta turun dari jabatan oleh Inspektur Jenderal Kolombia, Alejandro Ordonez.
Konstitusi Kolombia memang memberikan kewenangan kepada Kantor Inspektur Jenderal mengawasi kinerja para pejabat publik, termasuk walikota.
Petro juga dilarang memegang jabatan publik selama beberapa tahun. "Petro, politisi terkemuka dari sayap kiri dan dipandang sebagai calon presiden potensial dalam pemilu tahun depan dilarang memegang jabatan publik selama 15 tahun," demikian dilansir BBC yang dikutip Liputan6.com, Selasa (10/12/2013).
Artinya, Petro yang kini berusia 53 tahun dilarang memegang jabatan hingga usianya 68 tahun. "Ini hukuman seumur hidup," kecamnya.
Petro dianggap telah menyalahi aturan dalam penanganan masalah sampah warga. "Walikota telah melanggar prinsip-prinsip pasar bebas dan membahayakan kesehatan masyarakat," begitu kata aparat yang menangani kasus Petro.
Pada Januari 2013, Ordonez merilis hasil penyelidikan soal keputusan Petro mengakhiri kontrak dari perusahaan swasta yang mengumpulkan sampah di kota dan menggantinya dengan badan usaha milik Pemkot Bogota.
Para pejabat di kantor walikota mengatakan perusahaan limbah swasta meminta bayaran lebih mahal kepada Pemkot Bogota. Permintaan ini ditolak Petro yang berujung pada pemutusan kontrak itu.
Penyelidikan itu mengungkapkan dua badan usaha yang dikerahkan Petro tak berpengalaman, tak memiliki pengetahuan, atau kemampuan dalam pengelolaan sampah. Akibatnya, berkarung-karung sampah terlantar di trotoar selama berhari-hari atau bahkan minggu-minggu.
Protes atas putusan Ordonez bermunculan. "Meski saya tak berpikir Petro bahwa pas untuk Bogota, saya lebih tidak suka bahwa inspektur jenderal dengan bias ideologinya bisa mengakhiri begitu saja mandat Petro," kata mantan Walikota Enrique Penalosa.
Petro termasuk salah satu walikota yang sukses. Salah satunya terkait kebijakan pada 2012 untuk melarang warga membawa senjata api. Kebijakan ini secara signifikan mengurangi tingkat pembunuhan dan kriminalitas di Bogota.
Diperlakukan seperti itu, Petro yang merupakan mantan anggota kelompok bersenjata revolusioner M-19 pun angkat bicara. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai kudeta dan meminta warga untuk menggelar protes secara damai.
"Saya meminta dunia untuk melakukan solidaritas. Kami menghadapi kudeta terhadap pemerintah progresif kota Bogota," tulis Petro di Twitter miliknya.
Tak lama setelah keputusan Ordonez diumumkan, pengunjuk rasa mulai berkumpul di Bolivar Square. Ribuan orang memadati alun-alun Bogota itu untuk melakukan protes terhadap terhadap dipecatnya Petro.
Selain diprotes warga, keputusan Alejandro pun memicu kritik dari Menteri Kehakiman Bogota Alfonso Gomez Mendez. "Kita harus merevisi aturan yang memungkinkan seorang pejabat memecat pejabat lain yang dipilih rakyat," kata Alfonso.
Masih ada peluang untuk Petro. Ia bisa mengajukan banding ke Mahkamah Agung. (Tnt/Yus)
Konstitusi Kolombia memang memberikan kewenangan kepada Kantor Inspektur Jenderal mengawasi kinerja para pejabat publik, termasuk walikota.
Petro juga dilarang memegang jabatan publik selama beberapa tahun. "Petro, politisi terkemuka dari sayap kiri dan dipandang sebagai calon presiden potensial dalam pemilu tahun depan dilarang memegang jabatan publik selama 15 tahun," demikian dilansir BBC yang dikutip Liputan6.com, Selasa (10/12/2013).
Artinya, Petro yang kini berusia 53 tahun dilarang memegang jabatan hingga usianya 68 tahun. "Ini hukuman seumur hidup," kecamnya.
Petro dianggap telah menyalahi aturan dalam penanganan masalah sampah warga. "Walikota telah melanggar prinsip-prinsip pasar bebas dan membahayakan kesehatan masyarakat," begitu kata aparat yang menangani kasus Petro.
Pada Januari 2013, Ordonez merilis hasil penyelidikan soal keputusan Petro mengakhiri kontrak dari perusahaan swasta yang mengumpulkan sampah di kota dan menggantinya dengan badan usaha milik Pemkot Bogota.
Para pejabat di kantor walikota mengatakan perusahaan limbah swasta meminta bayaran lebih mahal kepada Pemkot Bogota. Permintaan ini ditolak Petro yang berujung pada pemutusan kontrak itu.
Penyelidikan itu mengungkapkan dua badan usaha yang dikerahkan Petro tak berpengalaman, tak memiliki pengetahuan, atau kemampuan dalam pengelolaan sampah. Akibatnya, berkarung-karung sampah terlantar di trotoar selama berhari-hari atau bahkan minggu-minggu.
Protes atas putusan Ordonez bermunculan. "Meski saya tak berpikir Petro bahwa pas untuk Bogota, saya lebih tidak suka bahwa inspektur jenderal dengan bias ideologinya bisa mengakhiri begitu saja mandat Petro," kata mantan Walikota Enrique Penalosa.
Petro termasuk salah satu walikota yang sukses. Salah satunya terkait kebijakan pada 2012 untuk melarang warga membawa senjata api. Kebijakan ini secara signifikan mengurangi tingkat pembunuhan dan kriminalitas di Bogota.
Diperlakukan seperti itu, Petro yang merupakan mantan anggota kelompok bersenjata revolusioner M-19 pun angkat bicara. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai kudeta dan meminta warga untuk menggelar protes secara damai.
"Saya meminta dunia untuk melakukan solidaritas. Kami menghadapi kudeta terhadap pemerintah progresif kota Bogota," tulis Petro di Twitter miliknya.
Tak lama setelah keputusan Ordonez diumumkan, pengunjuk rasa mulai berkumpul di Bolivar Square. Ribuan orang memadati alun-alun Bogota itu untuk melakukan protes terhadap terhadap dipecatnya Petro.
Selain diprotes warga, keputusan Alejandro pun memicu kritik dari Menteri Kehakiman Bogota Alfonso Gomez Mendez. "Kita harus merevisi aturan yang memungkinkan seorang pejabat memecat pejabat lain yang dipilih rakyat," kata Alfonso.
Masih ada peluang untuk Petro. Ia bisa mengajukan banding ke Mahkamah Agung. (Tnt/Yus)