Liputan6.com, Jakarta: Dua tokoh Nahdlatul Ulama akan bertarung dalam Pemilihan Umum 2004 mendatang, di bawah payung partai politik berbeda. Ketua Umum Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid dicalonkan sebagai presiden oleh PKB. Sedangkan Ketua Umum Pengurus Besar NU Hasyim Muzadi telah bersedia menjadi wakil Wiranto, yang dijagokan Partai Golongan Karya. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum PKB Mahfud Md dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (28/4) ini.
Dalam keterangannya, Mahfud mengaku tetap mendukung Gus Dur. Sedangkan untuk pendamping Gus Dur, Mahfud tidak menyebutkan nama. Yang pasti, dia menambahkan, PKB telah mengantongi tiga orang calon yang berasal dari kalangan sipil. Pada kesempatan itu, bekas Menteri Kehakiman ini mengaku tidak akan ambil pusing dalam pencalonan Hasyim sebagai calon wakil presiden oleh Partai Golkar. Bahkan keputusan Hasyim diterima dengan lapang dada. Alasannya, hal itu harus dihargai sebagai hak politik masing-masing. "Biarkan rakyat yang menilai lalu mari kita berkontestasi [bersaing]," ujar Mahfud.
Ihwal dua jago yang maju dari kaum nahdliyin, Mahfud mengaku ada ketidakharmonisan antara Gus Dur dan Hasyim. Selama ini dia telah mengusahakan agar kedua tokoh NU itu tidak terpecah. "Agar satu bahasa di dalam pemilihan presiden atau pemilu," ujar Mahfud. Tapi buntutnya, kedua tokoh NU memilih jalan masing-masing. Padahal, kondisi itu diperkirakan malah bakal memecah suara kaum nahdliyin.
Konflik Gus Dur-Hasyim memang mencuat belakangan ini. Kemarin, Gus Dur dengan tegas menyebut Hasyim sebagai pembohong [baca: Gus Dur: Hasyim Muzadi Berbohong]. "Saya tidak menyetujui dia [Hasyim Muzadi] menjadi calon apapun. Bahwa dia sudah direstui saya, ini adalah kebohongan besar," kata Gus Dur penuh emosi.(YAN/Olivia Rosalia dan Benny Souisa)
Dalam keterangannya, Mahfud mengaku tetap mendukung Gus Dur. Sedangkan untuk pendamping Gus Dur, Mahfud tidak menyebutkan nama. Yang pasti, dia menambahkan, PKB telah mengantongi tiga orang calon yang berasal dari kalangan sipil. Pada kesempatan itu, bekas Menteri Kehakiman ini mengaku tidak akan ambil pusing dalam pencalonan Hasyim sebagai calon wakil presiden oleh Partai Golkar. Bahkan keputusan Hasyim diterima dengan lapang dada. Alasannya, hal itu harus dihargai sebagai hak politik masing-masing. "Biarkan rakyat yang menilai lalu mari kita berkontestasi [bersaing]," ujar Mahfud.
Ihwal dua jago yang maju dari kaum nahdliyin, Mahfud mengaku ada ketidakharmonisan antara Gus Dur dan Hasyim. Selama ini dia telah mengusahakan agar kedua tokoh NU itu tidak terpecah. "Agar satu bahasa di dalam pemilihan presiden atau pemilu," ujar Mahfud. Tapi buntutnya, kedua tokoh NU memilih jalan masing-masing. Padahal, kondisi itu diperkirakan malah bakal memecah suara kaum nahdliyin.
Konflik Gus Dur-Hasyim memang mencuat belakangan ini. Kemarin, Gus Dur dengan tegas menyebut Hasyim sebagai pembohong [baca: Gus Dur: Hasyim Muzadi Berbohong]. "Saya tidak menyetujui dia [Hasyim Muzadi] menjadi calon apapun. Bahwa dia sudah direstui saya, ini adalah kebohongan besar," kata Gus Dur penuh emosi.(YAN/Olivia Rosalia dan Benny Souisa)