Meski belum optimal, PT Pertamina (Persero) mengaku telah melakukan transformasi bisnis di sektor hulu. Klaim tersebut terlihat dari hasil produksi minyak selama tahun 2013 yang mencapai rekor sejarah sepanjang sejarah Indonesia.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengatakan, sejak April 2013 hasil produksi minyak Pertamina sudah mencapai 200 ribu barel perhari (bph). Hal ini menjadi sejarah penting bagi industri hulu migas Pertamina
"Di hulu, terlepas masih belum opimal capai target produksi, telah beri beberapa catatan menarik yang patut diapresiasi," kata Karen, di kantornya, Jakarta, Selasa (9/12/2013).
Menurut Karen, produksi tersebut berasal dari kinerja anak usahanya seperti Pertamina EP yang naik empat kali lebih tinggi dibanding lima tahun tahun lalu.
Dalam tahun terakhir, Pertamina juga telah membuktikan mampu mengambil alih dan mengelola blok-blok Migas sehingga West Madura Offshore mampu meningkatkan produksi dari 7000 menjadi 23.000 bph.
Keberhasilan juga ditunjukan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dalam menanggulangi penurunan dasar laut,(subsidence) pada anjungan lima (L). Menurut Karen, pencapaian itu menunjukkan kemampuan Pertamina mengelola blok lepas pantai.
"Peningkatan lima struktur anjungan secara bersamaan merupakan aplikasi teknologi terbaru dengan skala terbesar yang pertama di seluruh dunia," tuturnya.
Pertamina juga aktif mengakuisisi blok-blok migas konvensional, unkonvensional di dalam dan di luar negeri melalui direktorat Perencana Investas Management Resiko (PIMR). Hal tersebut dilihat dari keberhasilan Pertamina mengakuisi dua aset di luar negeri, yakni blok 405 di Aljazair dan blok West Tomasa di Irak.
"Memiliki aset di luar negeri adalah satu keniscayaan, kepemilikan atas aset ini akan memperkuat portofolio kami di kancah global," tambahnya.
Sementara Di dalam negeri, Pertamina bersama mitra telah menandatangani purchase agreement sehingga saat ini berhasil memiliki participating interest (PI) di laut Natuna.
Di samping itu, Pertamina berhasil mendapatkan PI aset dalam negeri antara lain ONWJ, Nunukan, Ambalat dan shale gas psc sumatra utara serta wilayah geothermal selawah di Aceh. (Pew/Shd)
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengatakan, sejak April 2013 hasil produksi minyak Pertamina sudah mencapai 200 ribu barel perhari (bph). Hal ini menjadi sejarah penting bagi industri hulu migas Pertamina
"Di hulu, terlepas masih belum opimal capai target produksi, telah beri beberapa catatan menarik yang patut diapresiasi," kata Karen, di kantornya, Jakarta, Selasa (9/12/2013).
Menurut Karen, produksi tersebut berasal dari kinerja anak usahanya seperti Pertamina EP yang naik empat kali lebih tinggi dibanding lima tahun tahun lalu.
Dalam tahun terakhir, Pertamina juga telah membuktikan mampu mengambil alih dan mengelola blok-blok Migas sehingga West Madura Offshore mampu meningkatkan produksi dari 7000 menjadi 23.000 bph.
Keberhasilan juga ditunjukan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dalam menanggulangi penurunan dasar laut,(subsidence) pada anjungan lima (L). Menurut Karen, pencapaian itu menunjukkan kemampuan Pertamina mengelola blok lepas pantai.
"Peningkatan lima struktur anjungan secara bersamaan merupakan aplikasi teknologi terbaru dengan skala terbesar yang pertama di seluruh dunia," tuturnya.
Pertamina juga aktif mengakuisisi blok-blok migas konvensional, unkonvensional di dalam dan di luar negeri melalui direktorat Perencana Investas Management Resiko (PIMR). Hal tersebut dilihat dari keberhasilan Pertamina mengakuisi dua aset di luar negeri, yakni blok 405 di Aljazair dan blok West Tomasa di Irak.
"Memiliki aset di luar negeri adalah satu keniscayaan, kepemilikan atas aset ini akan memperkuat portofolio kami di kancah global," tambahnya.
Sementara Di dalam negeri, Pertamina bersama mitra telah menandatangani purchase agreement sehingga saat ini berhasil memiliki participating interest (PI) di laut Natuna.
Di samping itu, Pertamina berhasil mendapatkan PI aset dalam negeri antara lain ONWJ, Nunukan, Ambalat dan shale gas psc sumatra utara serta wilayah geothermal selawah di Aceh. (Pew/Shd)