Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta agar penerapan Undang-undang (UU) Nomor 24 tahun 2011 soal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus lebih diperinci. Kadin menilai, jelang implementasi Undang-undang tersebut terdapat banyak hal yang dinilai belum jelas terutama soal iuran dana pensiun.
Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kadin, Hasanuddin Rachman mengatakan, menurut UU tersebut, nantinya terdapat dua jenis BPJS yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPSJ Kesehatan.
Untuk bidang tenaga kerja, PT Jamsostek akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang akan menangani program kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program pensiun, dan program kematian.
Sementara itu, untuk bidang kesehatan, PT Askes akan ditingkatkan fungsinya menjadi BPJS Kesehatan yang menangani program kesehatan.
"BPJS Kesehatan ini mulai efektif pada 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan programnya akan dimulai pada 1 Juli 2015. Implementasi kedua BPJS ini berkaitan dengan dunia usaha," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/12/2013).
Dia menuturkan, untuk BPJS Ketenagakerjaan, pengusaha akan menjadi obyek dari program ini karena adanya tambahan beban keuangan. Sedangkan untuk BPJS Kesehatan, pengusaha akan menjadi objek sekaligus subjek khususnya untuk rumah sakit swasta.
"Untuk mendukung keberhasilan implementasi BPJS, dunia usaha khususnya pengusaha perlu lebih memahami tentang implikasi dari kedua BPJS tersebut, terutama terkait peran, hak dan kewajiban dunia usaha," tutur Hasanuddin.
Hasanuddin menjelaskan, dalam implementasi UU BPJS mendatang, diperkirakan dapat menimbulkan permasalahan terutama terkait pembayaran iuran untuk masing-masing program baik itu ketenagakerjaan maupun kesehatan.
"Oleh karenanya, sosialisasi mengenai besaran iuran baik itu dari pemberi kerja maupun dari penerima upah harus lebih diperjelas," jelasnya.
Sebelumnya, Lembaga Tripartit telah menyepakati mulai 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015, iuran jaminan kesehatan ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3% pada 4 Juli 2013 lalu.
Sementara itu, mulai 1 Juli 2015 sampai dengan seterusnya, jaminan kesehatan sebesar 3% akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, karena pokok-pokok sistem jaminan sosial nasional dilaksanakan dalam skema asuransi sosial yang sifatnya wajib.
Berbeda dengan jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan masih belum ada gambaran yang jelas terkait besaran dana pensiun yang akan dikelola oleh PT Jamsostek.
"Kami masih menunggu keputusan berapa iuran yang akan dibayarkan pengusaha, pekerja maupun pemerintah," tandasnya.
Seperti diketahui, kewajiban fiskal pemerintah dalam pelaksanaan UU BPJS adalah memberikan modal awal untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan masing-masing paling banyak Rp 2 triliun. (Dny/Ahm)
Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kadin, Hasanuddin Rachman mengatakan, menurut UU tersebut, nantinya terdapat dua jenis BPJS yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPSJ Kesehatan.
Untuk bidang tenaga kerja, PT Jamsostek akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang akan menangani program kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program pensiun, dan program kematian.
Sementara itu, untuk bidang kesehatan, PT Askes akan ditingkatkan fungsinya menjadi BPJS Kesehatan yang menangani program kesehatan.
"BPJS Kesehatan ini mulai efektif pada 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan programnya akan dimulai pada 1 Juli 2015. Implementasi kedua BPJS ini berkaitan dengan dunia usaha," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/12/2013).
Dia menuturkan, untuk BPJS Ketenagakerjaan, pengusaha akan menjadi obyek dari program ini karena adanya tambahan beban keuangan. Sedangkan untuk BPJS Kesehatan, pengusaha akan menjadi objek sekaligus subjek khususnya untuk rumah sakit swasta.
"Untuk mendukung keberhasilan implementasi BPJS, dunia usaha khususnya pengusaha perlu lebih memahami tentang implikasi dari kedua BPJS tersebut, terutama terkait peran, hak dan kewajiban dunia usaha," tutur Hasanuddin.
Hasanuddin menjelaskan, dalam implementasi UU BPJS mendatang, diperkirakan dapat menimbulkan permasalahan terutama terkait pembayaran iuran untuk masing-masing program baik itu ketenagakerjaan maupun kesehatan.
"Oleh karenanya, sosialisasi mengenai besaran iuran baik itu dari pemberi kerja maupun dari penerima upah harus lebih diperjelas," jelasnya.
Sebelumnya, Lembaga Tripartit telah menyepakati mulai 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015, iuran jaminan kesehatan ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3% pada 4 Juli 2013 lalu.
Sementara itu, mulai 1 Juli 2015 sampai dengan seterusnya, jaminan kesehatan sebesar 3% akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, karena pokok-pokok sistem jaminan sosial nasional dilaksanakan dalam skema asuransi sosial yang sifatnya wajib.
Berbeda dengan jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan masih belum ada gambaran yang jelas terkait besaran dana pensiun yang akan dikelola oleh PT Jamsostek.
"Kami masih menunggu keputusan berapa iuran yang akan dibayarkan pengusaha, pekerja maupun pemerintah," tandasnya.
Seperti diketahui, kewajiban fiskal pemerintah dalam pelaksanaan UU BPJS adalah memberikan modal awal untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan masing-masing paling banyak Rp 2 triliun. (Dny/Ahm)