Februari: Kejebak Iming-iming Investasi Emas Bodong GTI Syariah

Di bulan Februari 2013, masyarakat dikejutkan dengan munculnya lagi penipuan investasi emas. Dana Rp 10 triliun lenyap karena tipuan ini.

oleh Nurmayanti diperbarui 13 Des 2013, 16:26 WIB
Setelah pada Januari, berita kebangkrutan maskapai penerbangan Batavia Air menjadi serial pertama di Kaleidoskop Bisnis 2013 (Baca, Januari: Drama Bangkrutnya Batavia Air), maka memasuki bulan kedua tahun ini dikejutkan dengan kasus yang tak kalah heboh.

Kali ini menimpa sektor sektor keuangan. Kehebohan bermula ketika sekelompok masyarakat mengaku telah tertipu sebuah tawaran investasi emas dengan iming-iming keuntungan yang besar oleh perusahaan milik warga negara Malaysia, PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS).

Padahal, sebelumnya telah ada kasus serupa di Surabaya yang dituduhkan kepada perusahaan bernama Raihan Jewellery.

Masyarakat meradang karena sang pemilik, Ong Han Cun membawa kabur emas dan uang nasabah bernilai Rp 10 triliun. Untuk mengingatkan agar kasus tersebut cermin agar tak terulang kembali, redaksi bisnis liputan6.com kembali mengangkat artikelnya.

Berikut alur hebohnya investasi bodong emas GTI yang meresahkan masyarakat Indonesia yang terjadi sepanjang Februari 2013 seperti ditulis, Jumat (13/12/2013): 

Rayuan Investasi Emas dengan Iming-iming Untung Besar

Kasus ini bermula dari laporan para nasabah yang mengaku telah menjadi korban penipuan bermotif investasi emas yang dilakukan PT GTI Syariah. Perusahaan ini begitu lihainya merayu nasabah dengan menawarkan imbal besar.

Dalam penawarannya, nasabah GTI Syariah diharuskan membayar terlebih dahulu sebelum menerima emas yang akan diperolehnya sepekan kemudian. Tenggang waktu inilah yang dipakai si pemilik untuk melarikan uang dan emas nasabah.

Pendiri GTI Syariah adalah Dato Taufiq Michael Ong, yang juga mengundang Dato Zahari Sulaiman menjadi Komisaris dari Perusahaan ini.

Kehebohan kian menjadi karena perusahaan ini bisa melenggang menjajakan bisnisnya karena memperoleh rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Bahkan kala itu, GTI Syariah dikabarkan membagi 10% saham kepada MUI (Majelis Ulama Indonesia ). Selain MUI, Ketua DPR Marzuki Ali juga disebut memiliki 10% saham.

Munculnya kembali kasus penipuan investasi ini, menambah panjang daftar kejahatan keuangan di tanah air.

Sebelumnya, nasabah Raihan Jewellery terpaksa gigit jari karena imbal hasil dari investasi mereka yang diperkirakan mencapai Rp 13,2 triliun mandek sejak Januari 2013.

Raihan Jewellery menawarkan imbal hasil 3%-5% per bulan bagi investor yang menanamkan dana untuk investasi emas.

Imbal hasil rutin dibayarkan sejak  2010, tetapi berhenti pada Januari 2013. Dana nasabah yang dihimpun diperkirakan mencapai Rp 13,2 triliun untuk total 2,2 ton emas.

MUI Digugat, OJK Bertindak, Nama Ketua DPR Ikut Terseret

Aduan masyarakat pun berbuah aksi dari berbagai pihak. Sebutlah Otoritas Jasa Keuangan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), MUI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bapeppti.

YLKI meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertanggung jawab karena telah mengeluarkan sertifikat halal untuk produk investasi emas yang diluncurkan GTI Syariah. Pasalnya pemberian sertifikat halal dari MUI, telah membuat masyarakat percaya untuk menginvestasikan uangnya ke perusahaan ini.

"MUI bertanggung jawab karena dia keluarkan sertifikat halal. Meski sertifikat dicabut, itu tidak menyelesaikan masalah, karena investor sudah kadung ditipu," jelas Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Menurut dia, sebagai lembaga resmi, MUI harusnya lebih hati-hati sebelum memberikan sertifikat halal ke lembaga bisnis. Kepolisian pun didesak segera melakukan penyidikan atas kasus ini.

Diminta bertanggung jawab, MUI pun buka suara. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengakui pihaknya memang pernah mengeluarkan sertifikat syariah kepada GTI Syariah sekitar Agustus 2011.

Namun sertifikat tersebut tak lantas menjadi justifikasi bagi perusahaan untuk menjajakan produknya kepada masyarakat luas. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DSN-MUI, Adiwarman A Karim.

MUI mengaku pertama kali menerima kedatangan manajemen GTI Syariah yang kala itu ingin memperkenalkan produk investasi emas yang akan diperdagangkan.

Sayangnya, hingga sertifikat diberikan dan berulang kali surat teguran disampaikan, DSN tak kunjung menerima kabar mengenai perkembangan pemenuhan syarat yang diajukan MUI.

OJK pun turun tangan dengan menindaklanjuti aduan ini. Informasi laporan pengaduan pun langsung diteruskan ke Satuan Tugas Waspada Investasi.

Sementara Ketua DPR Marzuki Alie yang namanya ikut terseret membantah terlibat dalam kasus  penipuan investasi emas ini.

Marzuki menegaskan dirinya bukan bagian dari Golden Traders, apalagi menjabat sebagai penasihat. "Kalau disebut penasihat dan ada dalam situs, artinya mereka telah memanipulasi fakta," tutur Marzuki Alie.

Marzuki mengaku dirinya pernah menerima perwakilan perusahaan tersebut. Namun itu hanya pertemuan biasa, kemudian mereka berfoto bersama.

Penipuan Skema Ponzy

Aksi yang dilakukan petinggi GTI telisik punya telisik merupa kejahatan serupa di luar negeri. Kegiatan yang dilakukah GTI dan Raihan Jewellery maupun perusahaan sejenis diduga kuat menggunakan skema money game (permainan uang) atau skema ponzi. Yaitu memutar dana nasabah dengan cara membayar bonus nasabah lama dengan uang dari nasabah baru.

Bappebti mengatakan cara kerja skema ponzy in akan terus berlangsung hingga jumlah dana dari nasabah baru tak bisa lagi menutupi pembayaran bonusnya.

Dalam catatan Bappebti, setidaknya terdapat beberapa perusahaan investasi di bidang perdagangan emas antara lain Raihan Jewellery, GTI Syariah, Virgin Gold Mining Corporation, dan Trimas Mulia.

Dari penilaian tersebut, Bappebti memastikan skema usaha yang dilakukan GTI Syariah maupun Jewellery sangat berbeda dengan sistem transaksi perdagangan berjangka komoditi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun mengulurkan tangan siap membantu menelusuri aliran dana orang atau perusahaan yang diduga melarikan dana nasabah GTI.

Upaya penelusuran dugaan pelarian dana itu dilakukan dalam upaya yang bersangkutan untuk melakukan tindak pencucian uang.
Nilai Uang yang Dibawa Kabur Capai Rp 1 Triliun



Setelah beberapa lama akhirnya, pihak manajemen GTI Syariah buka suara. Dewan Penasehat dan Pengawas Perusahaan, Aziddin memastikan jumlah dana yang dilakukan mantan Direktur Utama Michael Ong mencapai Rp 1 triliun. Direksi dan pemegang saham telah meminta warga negara Malaysia itu untuk bertanggungjawab terhadap dana nasabah.

Selain Michael Ong, GTI Syariah juga menjamin pengembalian dana nasabah GTI Syariah akan bisa diselesaikan. Hal ini tak terlepas dari munculnya pemegang saham baru.

Menurut manajemen GTI, seluruh tindak kejahatan tersebut dilakukan sendiri oleh Michael Ong. Bahkan tanpa diketahui manajemen lain, perampokan dana tersebut dilakukan sejak GTI Syariah berdiri.

Hingga kini, belum diketahui kabar dari kaburnya Michael Ong dan nasib uang para nasabah.


GTI Kukuh Tetap Jalankan Usahanya

Kejadian ini ternyata tak membuat kapok perusahaan. GTI memastikan masih akan tetap beroperasi meski telah terjadi kasus perampokan  dana nasabah.

Bahkan, GTI Syariah berencana  mengeluarkan produk baru bagi nasabah. "Kami tak membuat lagi seperti yang dilakukan GTI  Syariah sebelumnya," ujar Aziddin.

Meski masih berbasis syariah, perseroan bakal memberikan bonus lebih kecil dari produk  sebelumnya. Aziddin mengungkapkan besaran bonus yang diberikan hanya 1,5%.

Dia mengklaim produk barunya kali ini sudah mengantongi sejumlah perizinan yang diperlukan. Selain izin usaha, GTI Syariah mengklaim sudah  mengantongi izin dari perdagangan.

Namun, OJK mengaku masih terus menimbang tingkat kesalahan yang dilakukan PT Golden Traders Indonesia (GTI) Syariah. Jika ditemukan pelanggaran hukum, tak tertutup kemungkinan pemberian sanksi kepada perusahaan tersebut.

(Nrm/Igw)

* Peristiwa bisnis apa lagi yang ramai di bulan Maret 2013. Nantikan kelanjutan Kaleidoskop Bisnis 2013 di Bisnis.Liputan6.com Senin pekan depan.




POPULER

Berita Terkini Selengkapnya