Sisi Lain si Raksasa Jahat `Prabu Rahwana` yang Menginspirasi

Rahwana melambangkan seluruh kejahatan dan dosa di bumi. Tapi ada sisi lain sang raksasa jahat itu yang menginspirasi.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Des 2013, 14:22 WIB

Citizen6, Jakarta: Layaknya kisah Hamlet, Romeo & Juliet, serta Napoleon, kisah Ramayana bukanlah cerita asing bagi masyarakat dunia dan Indonesia. Jalinan tentang kisah cinta yang agung antara Rama, Shinta, dan Rahwana.

Di setiap institusi pendidikan mengajarkan dan menceritakan akan keindahan dari karya sastra yang luar biasa ini.Tak banyak penikmat sastra yang benar-benar mendalami makna serta nilai-nilai kehidupan dari kisah Ramayana. Sejauh ini kisah Ramayana selalu berakhir dengan Rama yang berhasil membunuh raksasa kejam nan keji, Rahwana.

Rahwana merupakan tokoh antagonis dalam kisah Ramayana. Dalam Ramayana, Rahwana selalu digambarkan dengan perwujudan angkara murka dan dosa-dosa manusia. Kelahirannya disambut oleh goncangan bumi. Dewa-dewa berusaha mencegah kelahirannya.

Namun siapa yang dapat melawan takdir? Bahkan dewa-dewa pun tak dapat menyelaminya. Kelahirannya berwujud raksasa diramalkan akan menjadi sebab pergoncangan bumi yang hebat. Dalam wujudnya yang dasamuka tak banyak yang tahu kesaktiannya dapat menyamai para dewa. Ilmu para dewa sudah ia tuntaskan dalam kehidupannya. Dalam kebuasan dan kegarangannya ia hanya jatuh menyerah pada satu wanita lembut. Shinta. Sosok perwujudan dari angkara murka, namun banyak nilai-nilai yang dapat diselami. Beberapa sisi lain dari sosok Rahwana.


Takdir Prabu Rahwana

Seperti yang disebutkan di atas, takdir merupakan sesuatu yang para dewa tidak dapat menyelaminya. Hal yang tak dapat diselami oleh akal rendah manusia, tak dapat ditolak, hanya dapat dihadapi. Namun keserakahan manusia tak jarang ingin mencegah datangnya itu.

Mengenai takdirnya, Prabu Rahwana mengetahui kelak ia akan dibunuh oleh titisan dewa Wisnu, seorang raja yang bernama `Rama Wijaya`. Mengetahui ramalan tersebut ia tidak menolaknya, tidak lantas dengan serakah memburu seorang yang bernama `Rama Wijaya` meski ia mempunyai kekuatan untuk memburunya, mengingat penguasaannya pada ilmu para dewa. Bahkan ketika mengetahui Shinta adalah istri dari Rama Wijaya seorang yang akan mengakhiri hidupnya kelak. Ia tetap bergeming dan tetap memilih untuk memuliakan Shinta.

Prabu Rahwana lebih mulia dibandingkan manusia. Meski ia adalah lambang dari dosa-dosa manusia tapi ia lebih memilih menerima takdir. Hidup mati bukanlah masalah baginya. Disebutkan bahwa bumi Alengka menangis ketika kematiannya dikumandangkan.

Dikisahkan ia juga sempat ingin bunuh diri karena wujud dasamuka yang membuatnya tersiksa. Namun para dewa mencegahnya, kehadiran Rahwana sebagai perwujudan yang jahat telah menyeimbangkan bumi.

Tanpa ada Rahwana bumi tak akan ada keselarasan antara yang jahat dan yang baik. Sampai akhirnya Rahwana menyetujuinya dengan syarat diberikan dewi Widowati sebagai hadiah. Para dewa mengiyakan permintaannya. Sampai akhirnya Dewi Widowati kelak akan menitiskan Dewi Shinta. Dan dari sanalah pergoncangan sebenarnya terjadi.


Keteguhan Janji Rahwana

Alkisah, bertahun sebelum Shinta dilahirkan, Rahwana jatuh hati pada seorang pertapa wanita yang bernama Dewi Widowati yang merupakan titisan dewi Sri, Istri Wisnu. Karena keserakahannya, Dewi Widowati mati dengan membakar dirinya hidup-hidup agar tidak dinodai kesuciannya oleh Rahwana. Melihat hal itu, sang raksasa pun berjanji pada dirinya akan memuliakan siapapun titisan Dewi Sri kelak.

Bertahun-tahun dia menunggu, keteguhan pada janji ia pegang. Sampai akhirnya hadirlah Shinta yang merupakan titisan terakhir dari dewi Sri. Hati Rahwana seketika luluh. Kesetian pada janjinya dilakukan dengan cara menculik Shinta agar dapat dipermuliakan di Alengka. Setiap mulut berkata itu adalah cinta yang terlarang namun ia bergeming.

Semenjak dia dilahirkan seluruh kata-kata buruk selalu diucapkan oleh orang-orang namun ia bergeming. Setiap harinya Prabu Rahwana meminta Dewi Shinta untuk menjadi permaisurinya, menjadi ratunya, namun kesetian Shinta pada Rama terlalu kuat untuk dileburkan.

Ia mengirimkan keponakannya untuk menemani dan meleburkan hati Shinta namun sang dewi hanya menunduk, tersenyum dan menggelengkan kedua kepalanya dengan lembut. Kemarahan, kehancuran akan rasa ingin memiliki terkadang ingin ia lampiaskan namun apa daya? Meski tubuh berwujud raksasa hatinya masih berwujud manusia. Ia tetap setia pada janjinya dan dengan keyakinan penuh bahwa kelak ia dapat mempermuliakannya.


Menjemput Kematian

Tak banyak yang tahu ketika Rama datang untuk menjemput kekasih hatinya, Shinta. Rahwana sudah merasakannya. Rahwana sudah menyadarinya melawannya akan sia sia. Bagaimana bisa seorang raksasa melawan titisan dewa Wisnu? Namun keteguhan hatinya dan permintaan maafnya sebagai lelaki membuatnya berani melangkah. Dalam mazhab pendalangan Sudjiwo Tedjo dikisahkan sebelum berangkat menjemput ajalnya, Shinta menepuk punggungnya karena salut akan keberaniannya. Lalu Rahwana berucap:

"Baiklah Sinta kalau itu pintamu. Aku akan minta maaf pada suamimu tapi dengan caraku, cara ksatria, yaitu berperang!"

Sebagai kesatria sejati ia datang dan menghadapinya hingga panah Rama menembus dadanya. Mengakhiri kisah cinta agungnya. Dalam kejatuhannya, ia tetap tertawa dan menggoncangkan bumi. Dan kisah itu berakhir.


EPILOG: Besar Cinta Rama dan Pengakuan Shinta

Kisah Ramayana tidak berakhir sampai kematian Rahwana. Sri Rama Wijaya yang telah menjadi raja masih meragukan kesetiaan Shinta meskipun Shinta telah membakar dirinya sekalipun. Akhirnya, ia membuang kekasihnya yang telah direbut melalui pertarungan darah melawan Rahwana itu di kekelaman hutan dandaka ketika Shinta sedang mengandung anaknya. Ditulis oleh Sri Teddy Rusdy dalam bukunya `Rahwana Putih`, di kesenyapan hutan dandaka Shinta berbisik lembut pada janinnya.

"Lawa dan Kusya putraku.. kelak, jadilah kalian kesatria sejati yang memiliki pandangan setajam rajawali, serajam pandangan Prabu Rahwana yang memilih kesetiaan ketimbang mempersoalkan dirinya yang berwujud raksasa dasamuka".

Tak ada akhir bahagia untuk kisah ini, Shinta yang ditelan pertiwi demi meyakinkan Rama akan kesucian cintanya berbuah penyesalan Rama akan kedangkalan pikirnya selama ini. Ya, sosok titisan Dewa Wisnu dimana setiap langkahnya didukung oleh khayangan secara tidak langsung telah membunuh permaisurinya sendiri.

Dan kisah Rahwana, lambang angkara murka tersebut telah kandas seiring panah Rama menembus jantungnya. Ia yang melambangkan seluruh kejahatan dan dosa di bumi. Ia yang tak pernah berbuat sepercik kebaikan karena hatinya yang masih dangkal. Dan ia yang memiliki keteladanan akan nilai-nilai kehidupan yang dapat dipelajari oleh generasi berikutnya telah berakhir. (Igw)

Penulis

Eunike Cahya
eunikXXXXXX@gmail.com

Disclaimer

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya