Menteri Keuangan Chatib Basri ikut angkat bicara mengenai pelemahan nilai tukar rupiah yang sudah menembus angka Rp 12.100 per dolar AS. Pasalnya kondisi tersebut dapat berimbas pada melebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Efek rupiah terhadap anggaran akan terlihat pada subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembayaran bunga utang. Kalau pembayaran bunga utang, dampaknya tidak terlalu signifikan," ujarnya di Jakarta, Senin (16/12/2013) malam.
Advertisement
Parahnya lagi, menurut Chatib, setiap pelemahan nilai tukar rupiah akan menyumbang tambahan defisit pada anggaran negara dengan nilai triliunan rupiah.
"Setiap pelemahan rupiah sekitar Rp 1.000 akan ada tambahan defisit netto (fiskal) sekitar Rp 5 triliun-an karena (anggaran) subsidi BBM bisa naik. Jadi naiknya (defisit APBN) cukup signifikan," ucap dia.
Kendati demikian, Chatib mengaku, pelemahan rupiah juga turut meningkatkan penerimaan negara sehingga defisit anggaran hingga akhir tahun ini diperkirakan sesuai target pemerintah. "Karena penerimaan naik signifikan, jadi mudah-mudahan defisitnya bisa di kisaran 2,3%-2,4% dari PDB," tandasnya.
Terpisah, Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop mengatakan, Indonesia mengalami depresiasi nilai tukar rupiah mencapai 25% sejak awal tahun ini. Sedangkan dihitung dari Oktober 2013, depresiasi rupiah terhadap dolar AS sekitar 10%.
Depresiasi rupiah, tambahnya, mampu bertindak sebagai peredam kejutan bagi pelemahan perdagangan dengan mendorong penerimaan ekspor dan mengurangi permintaan impor.
Namun penyesuaian nilai tukar bisa mengjabiskan biaya dan dapat membawa risiko terutama memberi tekanan pada neraca pemerintah dan swasta melalui peningkatan nilai rupiah dari utang luar negeri. Serta mengikis penerimaan karena lebih tingginya biaya pelunasan utang dan biaya impor.
"Angka itu (depresiasi) sangat signifikan sehingga tercermin dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Namun lewat kebijakan pemerintah dan BI, defisit neraca transaksi berjalan mulai susut, pelemahan nilai tukar bisa menekan impor dan permintaan produk dalam negeri jadi banyak," tukas Ndiame. (Fik/Ndw)