Dua hari lalu, masyarakat Indonesia terutama para pengguna jejaring sosial Twitter, dibuat kaget atas kepergian seorang gadis manis bernama Pradnya Paramita atau kerap disapa Mita Diran (27 tahun), yang meninggal dunia karena bekerja ekstra selama 30 jam.
Kemarin, Senin (16/12/2013), tepat pukul 10:00 WIB, jenazah gadis cantik yang bekerja di agency Y&R (Young & Rubicam) disemayamkan. Pusara Mita berdekatan dengan pusara milik sang kakek yang merupakan pejuang 1945, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Banyak kenangan indah yang tersimpan di hati para keluarga, terutama para orangtua Mita. Ya, gadis penyuka spageti bolognaise itu memiliki dua orang ayah dan dua orang ibu.
Berikut sedikit cerita tentang Mita di mata keluarga, yang diceritakan langsung kepada Health Liputan6.com, waktu bertandang ke rumah duka pada Senin (16/12/2013) malam :
Kemarin, Senin (16/12/2013), tepat pukul 10:00 WIB, jenazah gadis cantik yang bekerja di agency Y&R (Young & Rubicam) disemayamkan. Pusara Mita berdekatan dengan pusara milik sang kakek yang merupakan pejuang 1945, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Banyak kenangan indah yang tersimpan di hati para keluarga, terutama para orangtua Mita. Ya, gadis penyuka spageti bolognaise itu memiliki dua orang ayah dan dua orang ibu.
Berikut sedikit cerita tentang Mita di mata keluarga, yang diceritakan langsung kepada Health Liputan6.com, waktu bertandang ke rumah duka pada Senin (16/12/2013) malam :
Gemar membaca dan menulis cerita pendek
Layaknya anak seusianya, sang ibu, Maya P. Sjahrial, kerap membacakan majalah Bobo pada Mita saat ia berusia 5 bulan. Kebiasaan membacakan cerita yang ada di majalah itu, membuat Mita yang dikenal sebagai anak yang susah makan, menjadi doyan makan.
"Dia itu susah makan. Kalau mau makan, harus dibacain majalah Bobo dulu. Jadinya terbiasa, kalau mau makan harus dibacakan cerita dulu" kata Maya.
Kebiasaan baik itu, membuat Mita menjadi anak yang sangat gemar sekali membaca. Memang, darah ini sendiri mengalir dari sang ayah, Agung Nugroho yang memang senang baca.
Yang paling dirasakan Maya sebagai seorang ibu dari kebiasaan anak gadisnya ini adalah sewaktu novel karya J.K Rowling, Harry Potter rilis di Indonesia. Bayangkan saja, dalam kurun waktu dua jam, Mita mampu melahap lembar demi lembar novel yang terkenal berukuran tebal itu.
"Dan kebiasaannya itu, terjadi sampai sekarang (sebelum Mita meninggal dunia)," kata Maya lagi.
Hal serupa pun turut dirasakan sang ibu kedua dari Mita, yaitu Rusi A. Nugroho. Di mata Rusi, Mita merupakan sosok bocah yang sangat gemar membaca. Ketika tidur, Mita kerap meminta kepada Rusi untuk membacakannya sebuah cerita.
"Dia kalau diceritain gitu, excited banget," kata Rusi.
Tak hanya gemar membaca, di mata kedua orang ibunya, Mita pun dikenal sebagai sosok anak yang sangat gemar menulis. Kebiasaan itu terlihat semenjak Mita duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Taruna Bakti Bandung, Jawa Barat.
Menakjubkannya lagi, saat ia duduk di bangku kelas 3 SMP, Mita berhasil menulis cerita berbahasa inggis sebanyak 50 lembar polio.
"Kebetulan kan saya dari sastra. Saya baca tulisannya dia, dan alurnya bagus sekali. Untuk usia segitu, itu sangat menakjubkan," kata Rusi Nugroho mengenang sang anak.
Bahkan yang sangat tak disangka oleh kedua orangtuanya adalah saat cerita pendek (cerpen) Mita terpampang pada halaman majalah luar, Nylon.
Advertisement
Mita Diran, anak yang tak mudah putus asa
Sebelum Mita Diran memutuskan untuk menuntut ilmu pada bidang perfilman di Limkokwing University, Selangor, Malaysia, ia bercita-cita untuk dapat kuliah di jurusan yang sama namun di universitas yang berbeda, yaitu Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Namun sayang, Agung Nugroho tak memberikan izin pada Mita untuk menuntut ilmu di IKJ. Walau tak mendapatkan restu dari sang ayah untuk menuntut ilmu di IKJ, tak membuat gadis manis itu patah arang. Pada sang ibu, Rusi Nugroho, Mita mengatakan ingin sekali kuliah di Institut Tekhnologi Bandung (ITB) dengan jurusan senirupa.
Namun, lagi-lagi Mita harus mengubur impiannya untuk dapat menuntut ilmu di Universitas yang menjadi pilihannya di Indonesia. Sebab untuk di ITB sendiri, dianggap oleh Rusi, anaknya itu tidak memiliki persiapan yang maksimal, yaitu hanya dua bulan lamanya.
"Dia bilang, hanya mau sekolah di Indonesia bila di dua universitas itu. Tapi karena gagal, akhirnya Mita memutuskan untuk kuliah di Limkokwing Malaysia, dan tinggal bersama ibunya (Maya Sjahrial)," kata Rusi lagi.
Mita Diran, seorang anak yang memiliki komitmen
Sepeninggal Mita, satu yang selalu diingat dan tak akan pernah dilupakan oleh ibu yang telah mengandungnya selama 9 bulan dan akhirnya melahirkannya ke dunia, yaitu memiliki komitmen tinggi.
Saat usia yang masih relatif muda, gadis yang suka pelisiran itu sudah tahu harus berbuat apa untuk mencapai apa yang menjadi maunya. Misalnya saja, dia ingin kuliah di Malaysia, maka beragam usaha dilakukan agar ia mencapai mimpinya untuk menuntut ilmu di negeri menara kembar tersebut.
Begitu pun dengan pekerjaan yang ditekuninya. Menurut Maya dan Rusi, Mita memang berusaha untuk dapat menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya tepat waktu.
Sikap yang ditunjukkan Mita ini semakin terbentuk ketika dirinya mendapatkan mentor sewaktu tinggal di Malaysia. "Mentornya itu galak dan keras. Justru itu yang membentuk Mita menjadi pribadi seperti sekarang ini," kata Maya.
Advertisement
Cara Mita Diran dekatkan diri ke keluarganya
Sewaktu usia Mita masih realatif kecil, Maya dan Agung memutuskan untuk berpisah. Meski kedua orangtua berpisah, tak membuat Mita menjadi anak yang kurang kasih sayang. Buktinya, Mita mampu membagi waktu untuk bercengkrama bersama keluarga ayahnya dan keluarga ibunya.
"Mita itu berusaha untuk menyeimbangkan antara keluarga ayahnya, dan keluarga ibunya. Sedapat mungkin adil. Karena SD ikut sama saya, SMP sampai akhir SMA sama ayahnya, dan kuliah sama saya. Begitu selesai, dia membagi waktunya dengan adil," kata Maya.
Sewaktu Mita sudah mampu mencari penghasilan sendiri, sikap adil itu masih diperlihatkan Mita. Caranya, di hari libur dia tinggal bersama Agung Nugroho di apartemennya yang berada di kawasan Jakarta Selatan, dan pada hari biasa Mita menghabiskan waktu bersama keluarga Maya di Bintaro, Tangerang Selatan.
"Itu kalau enggak ada kerjaan. Kalau ada kerjaan, week end pun menuntutnya untuk bekerja juga. Dan dia pun berusaha untuk menyeimbangkan kehidupannya sendiri," kata Maya diamini oleh Rusi.
"Dia itu komitmen sama kerjaannya gila banget. Saya sempat bertanya sama dia, 'Mit, memangnya enggak ada orang lain yang bisa menggantikan kamu?'. Lalu dia bilang, 'Enggak, Ma, Mita harus ngerjain ini karena ini tanggungjawab Mita'," kata Rusi mencontohkan apa yang dikatakan Mita.
"Karena hal seperti ini, menuntut dia bersikap dewasa dari umurnya," kata Maya lagi.
Mita sosok yang manja
Di mata Maya, Mita memang dikenal sosok anak yang dewasa. Namun, siapa sangka, kalau Mita juga bisa bersikap manja melebihi anak kecil.
"Dia kalau lagi manja, ya manja. Kalau misalnya ada apa-apa, dia bisa nangis-nangis kayak anak kecil. Kadang saya pun harus mengusap-usap kepalanya seperti anak kecil juga," kata Maya.
"Mita itu anaknya suka dimanja. Dia senang dimanja. Semua memang senang memanjakan Mita," kata Rusi menambahkan.
Terlebih bila berurusan dengan makanan, manjanya Mita semakin terlihat. Menurut kedua ibunya, Mita sangat suka dimasakin makanan kesukaannya, spageti bolognaise. Ketika makanan itu ada, sifat `pelit` Mita pun akan keluar.
"Dia juga pintar masak. Lihat resep, nanti diimprovisasi sendiri. Terutama menu telur. Dia memacam-macamin telur dan rasanya enak. Dia persis seperti ayahnya yang juga suka telur," kata Maya.
Advertisement
Mita si gadis yang takut gemuk
Seperti perempuan muda lainnya, di mata Maya anaknya itu juga seorang pelaku diet. Namun, cara yang dipilih Mita agar tubuhnya tak gampang gemuk dengan mengatur pola makan dan olahraga.
Itu dilakukan Mita, agar dia tak terlihat gemuk, dan selalu tampil cantik. "Kita juga yang sudah tua terkadang mau tampil cantik, apalagi Mita yang masih muda?," kata Maya.
Untuk olahraganya sendiri, Mita sangat menyukai jenis olahraga yang sifatnya membakar lemak. Entah itu Thai Boxing, bersepeda, dan juga Muay Thai. Namun, berhubung waktu bekerja Mita terhitung padat, membuatnya tak memiliki waktu untuk berolahraga.
"Mita itu sempat ngedumel. Dia kan sudah bayar mahal di Muay Thai yang ada di Panglima Polim, tapi karena dia sibuk selalu enggak sempat," kata Maya mengenang hobi sang anak.
Sangking padatnya jadwal Mita, membuat sepeda yang ada di rumah Maya bannya kempes, karena tak pernah lagi digunakan oleh Mita.
"Saya juga bilang, 'Mita katanya mau ngurusin badan, itu sepedanya sampai kempes. Enggak dipakai?'. Dia jawab, 'Nanti saja, Ma. Kalau sempat Mita pompa dan dipakai lagi'," kata Maya lagi.
Ditambahkan Maya, bila jadwal kerja dari Mita memang padat, sang anak memilih untuk tidur ketimbang harus bersepeda. Dan Maya memaklumi itu.
Mita bukan sosok yang suka mengeluh
Setiap karyawan pasti ada kalanya mengalami stres karena pekerjaan di kantor. Pun hal yang sama terjadi pada Mita. Menurut pengakuan Maya, meski Mita stres dengan pekerjaan, tak pernah sekali pun ia mengeluh.
"Bosan atau enggak suka sama kerjaannya, enggak pernah diucapkan. Karena memang, meski pekerjaan itu membuatnya stres, Mita begitu mencintai pekerjaannya," kata Maya mengungkapkan.
Itu selalu diperlihatkan Mita tiap kali pulang ke rumah Maya yang ada di Bintaro. Di rumah, Mita juga harus menyelesaikan tugasnya, yang memaksanya untuk begadang.
"Semua itu dilakukan Mita, agar dapat mengirimkan cepat ke bosnya. Paling kalau lelah, dia diskusi sama ayahnya," kata Maya menambahkan.
(Adt/Abd)
Advertisement