Polemik soal film Soekarno masih memanas. Sutradara film Soekarno, Hanung Bramantyo pun telah memberikan keterangan kepada penyidik Polda Metro Jaya. Dalam pemeriksaannya, hanung menyatakan bahwa film yang disutradarainya dan diproduksi PT Tripar Multivision Plus itu, tidak menayangkan dua adegan seperti yang ditudingkan kubu Rachmawati Soekarnoputri.
"Sejak pukul 11.00 WIB, Hanung Bramantyo telah didengar keterangannya oleh Penyidik Reskrimsus Polda Meto Jaya sehubungan dengan laporan dugaan pelanggaran hak cipta yang diajukan pihak Rachmawati Soekarnoputri," ucap kuasa hukum Hanung Bramantyo dan Multivision, Rivai Kusumanegara saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, (20/12/2013).
Rivai menegaskan, meski nyata-nyata kliennya tidak menayangkan dua adegan yang ditudingkan kubu Rachmawati, yakni "Tangan polisi militer melayang ke pipi Sukarno yang mengakibatkannya terjatuh” dan adegan “popor senapan Polisi yang menghajar wajah Sukarno“ sebagaimana tercantum dalam skrip halaman 35, namun Hanung tetap mengikuti proses hukum. Sebagai bukti film tersebut tidak melanggar hak cipta, imbuh Rivai, saat ini film berjudul Soekarno ini masih tayang di seluruh bioskop tanah air untuk mengedukasi publik tentang salah satu tokoh besar negeri ini.
Masih tayangnya film Soekarno, karena Penetapan Pengadilan Niaga No. 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 11 Desember 2013, hanya menghentikan penyiaran adegan skrip halaman 35 yang diajukan pihak Rachmawati yang tidak terdapat dalam film Soekarno. "Setelah diteliti, ternyata kedua adegan tersebut tidak pernah ada dalam Film Soekarno, sehingga film tersebut tetap dapat berderar," tegas Rivai.
Tidak adanya dua adegan tersebut, ucap Rivai, membuktikan bahwa dalil yang dikemukakan pihak Rachmawati tidak terbukti kebenarannya. Atas dasar itu, pihaknya yakin gugatan Rachmawati atas hak cipta yang diajukannya tidak akan terbukti di pengadilan. "Sangat tidak mungkin itu dilakukan profesional sekelas Hanung maupun Ram Punjabi. Mereka telah membangun karirnya berpuluh-puluh tahun dengan memegang teguh nilai-nilai etik dan profesional," tegas Rivai.
Jika Hanung dan Multivision selama ini melakukan pelanggaran hak cipta, tentunya karir dan usaha mereka sudah lama jatuh. Selain itu, faktanya pencipta Film Soekarno adalah Hanung Brahmantyo dan Ben Sihombing, sedangkan Hak Cipta berada pada PT Tripar Multivision Plus yang telah didaftarkan di Ditjen HKI, tertanggal 21 Mei 2013. "Hanung Bramantyo sendiri menegaskan, bahwa film Soekarno sangat jauh berbeda dengan pagelaran opera Mahaguru pihak Rachmawati," tegasnya.
Rivai menila, laporan dan gugatan hak cipta ini lebih kepada character assasination dan telah menyakiti perasaan mereka. Untuk itu, mereka akan mengikuti proses hukum ini sebaik-baiknya agar kebenaran terungkap dan nama baiknya dapat dipulihkan.
Rivai mengatkan, pihaknya sangat menyayangkan dengan digulirkannya laporan dan gugatan hak cipta yang tak berdasar ini, karena bisa mempersempit ruang musyawarah di antara para pihak. Pasalnya, di satu sisi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Sutio Jumagi Akhirno, pada sidang perdata, Rabu kemarin, (18/12) telah memberi kesempatan mediasi bagi para pihak.
"Tapi di sisi lain, klien kami dihadapkan dengan tuduhan yang sangat menyakitkan, bahwa seolah-olah telah terjadi pelanggaran hak cipta atas film Soekarno," ungkapnya.
Dalam persidangan tersebut, tutur Rivai, majelis hakim telah menyatakan permohonan putusan provisi yang diajukan Ramdan Alamsyah selaku Kuasa Rachmawati untuk menghentikan penayangan film Soekarno tidak dapat dikabulkan dengan pertimbangan alat bukti para pihak belum diperiksa dan tidak memenuhi ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Nomor 4 Tahun 2001 tentang Putusan Serta Merta.(Adt)
Baca juga:
Belum Seminggu, Film Soekarno Sedot 250 Ribu Penonton
Rachmawati Tak Akan Terima Royalti Film Soekarno
"Sejak pukul 11.00 WIB, Hanung Bramantyo telah didengar keterangannya oleh Penyidik Reskrimsus Polda Meto Jaya sehubungan dengan laporan dugaan pelanggaran hak cipta yang diajukan pihak Rachmawati Soekarnoputri," ucap kuasa hukum Hanung Bramantyo dan Multivision, Rivai Kusumanegara saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, (20/12/2013).
Rivai menegaskan, meski nyata-nyata kliennya tidak menayangkan dua adegan yang ditudingkan kubu Rachmawati, yakni "Tangan polisi militer melayang ke pipi Sukarno yang mengakibatkannya terjatuh” dan adegan “popor senapan Polisi yang menghajar wajah Sukarno“ sebagaimana tercantum dalam skrip halaman 35, namun Hanung tetap mengikuti proses hukum. Sebagai bukti film tersebut tidak melanggar hak cipta, imbuh Rivai, saat ini film berjudul Soekarno ini masih tayang di seluruh bioskop tanah air untuk mengedukasi publik tentang salah satu tokoh besar negeri ini.
Masih tayangnya film Soekarno, karena Penetapan Pengadilan Niaga No. 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 11 Desember 2013, hanya menghentikan penyiaran adegan skrip halaman 35 yang diajukan pihak Rachmawati yang tidak terdapat dalam film Soekarno. "Setelah diteliti, ternyata kedua adegan tersebut tidak pernah ada dalam Film Soekarno, sehingga film tersebut tetap dapat berderar," tegas Rivai.
Tidak adanya dua adegan tersebut, ucap Rivai, membuktikan bahwa dalil yang dikemukakan pihak Rachmawati tidak terbukti kebenarannya. Atas dasar itu, pihaknya yakin gugatan Rachmawati atas hak cipta yang diajukannya tidak akan terbukti di pengadilan. "Sangat tidak mungkin itu dilakukan profesional sekelas Hanung maupun Ram Punjabi. Mereka telah membangun karirnya berpuluh-puluh tahun dengan memegang teguh nilai-nilai etik dan profesional," tegas Rivai.
Jika Hanung dan Multivision selama ini melakukan pelanggaran hak cipta, tentunya karir dan usaha mereka sudah lama jatuh. Selain itu, faktanya pencipta Film Soekarno adalah Hanung Brahmantyo dan Ben Sihombing, sedangkan Hak Cipta berada pada PT Tripar Multivision Plus yang telah didaftarkan di Ditjen HKI, tertanggal 21 Mei 2013. "Hanung Bramantyo sendiri menegaskan, bahwa film Soekarno sangat jauh berbeda dengan pagelaran opera Mahaguru pihak Rachmawati," tegasnya.
Rivai menila, laporan dan gugatan hak cipta ini lebih kepada character assasination dan telah menyakiti perasaan mereka. Untuk itu, mereka akan mengikuti proses hukum ini sebaik-baiknya agar kebenaran terungkap dan nama baiknya dapat dipulihkan.
Rivai mengatkan, pihaknya sangat menyayangkan dengan digulirkannya laporan dan gugatan hak cipta yang tak berdasar ini, karena bisa mempersempit ruang musyawarah di antara para pihak. Pasalnya, di satu sisi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Sutio Jumagi Akhirno, pada sidang perdata, Rabu kemarin, (18/12) telah memberi kesempatan mediasi bagi para pihak.
"Tapi di sisi lain, klien kami dihadapkan dengan tuduhan yang sangat menyakitkan, bahwa seolah-olah telah terjadi pelanggaran hak cipta atas film Soekarno," ungkapnya.
Dalam persidangan tersebut, tutur Rivai, majelis hakim telah menyatakan permohonan putusan provisi yang diajukan Ramdan Alamsyah selaku Kuasa Rachmawati untuk menghentikan penayangan film Soekarno tidak dapat dikabulkan dengan pertimbangan alat bukti para pihak belum diperiksa dan tidak memenuhi ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Nomor 4 Tahun 2001 tentang Putusan Serta Merta.(Adt)
Baca juga:
Belum Seminggu, Film Soekarno Sedot 250 Ribu Penonton
Rachmawati Tak Akan Terima Royalti Film Soekarno