Menyusul pemblokiran Bandara Turelelo-Soa, Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dilakukan oleh Bupati Ngada, Marianus Sae yang terjadi pada hari Sabtu (21/12/2013) lalu lantaran tidak mendapat tiket pesawat, Forum Pemuda Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda) NTT mendesak Penyidik Pegawai Neger Sipil (PPNS) Kementerian Perhubungan untuk melakukan penyelidikan atas kejadian tersebut.
Sekjen Formadda NTT Yustinus Patris Paat menilai aksi pemblokiran oleh Bupati Ngada menunjukkan tindak arogansi seorang kepala daerah. Bupati dituding memanfaatkan jabatan dan kuasanya dengan melampiaskan kemarahan yang merugikan kepentingan umum.
Tak hanya itu, tindakan bupati tersebut tidak bisa dibenarkan karena Bandara bukan fasilitas pribadi tetapi fasilitas umum yang dapat digunakan oleh siapa saja.
"Tindakan pemblokiran bandara menunjukkan sikap tidak bijaksana sang bupati karena permasalahan keterlambatan pesawat haruslah komplain ke manajemen pesawatnya, bukan dengan tindakan pemblokiran yang merugikan masyarakat umum," ujar Yustianus dalam keterangan tertulis, Minggu (22/12/2013).
Menurut Yustinus, tindakan pemblokiran bandara udara oleh Bupati Ngada bersama Satpol PP sesungguhnya masuk dalam kategori tindak pidana perhubungan sebagaimana diatur dalam pasal 421 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam aturan itu disebutkan setiap orang berada di daerah tertentu, di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 210, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah.
Selain itu, setiap orang membuat halangan, dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yg membahayakan keselamatan dan keamanan pernerbangan, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 210, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak 1 mliyar.
Sementara itu, dalam Pasal 210 ayat 1 menyatakan bahwa setiap org dilarang berada di daerah tertenu di bandar udara, membuat halangan dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yg dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas bandar udara.
"Oleh karena itu, Formadda NTT mendesak Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen perhubungan agar segera berkordinasi dengan Polri untuk melakukan investigasi, penyelidikan atas pemblokiran bandar udara Turalelo, Soa karena sudah membahayakan penerbangan sipil dan merugikan kepentingan publik," katanya.
Dalam keterangan tertulisnya tersebut Yustinus menjelaskan bahwa sebelumnya, Bupati Ngada tersebut telah mendapatkan tiket Merpati. Sesuai dengan standar umum penerbangan, pihak Maskapai Merpati juga telah berkali-kali melakukan pemanggilan, tetapi belum juga datang. Merpati akhirnya memutuskan untuk boarding.
Setelah mengundara, bupati datang lantas marah-marah karena ditinggalkan. Bupati langsung menelpon Satpol PP untuk memblokir Bandara. Menggunakan 1 unit mobil, Satpol PP menuju Bandara Turelelo-Soa dan menduduki landasan. Akibatnya Merpati gagal landing dan beralih ke Bandara Aroeboesman Ende. (Dny/Shd)
Baca Juga
Sekjen Formadda NTT Yustinus Patris Paat menilai aksi pemblokiran oleh Bupati Ngada menunjukkan tindak arogansi seorang kepala daerah. Bupati dituding memanfaatkan jabatan dan kuasanya dengan melampiaskan kemarahan yang merugikan kepentingan umum.
Tak hanya itu, tindakan bupati tersebut tidak bisa dibenarkan karena Bandara bukan fasilitas pribadi tetapi fasilitas umum yang dapat digunakan oleh siapa saja.
"Tindakan pemblokiran bandara menunjukkan sikap tidak bijaksana sang bupati karena permasalahan keterlambatan pesawat haruslah komplain ke manajemen pesawatnya, bukan dengan tindakan pemblokiran yang merugikan masyarakat umum," ujar Yustianus dalam keterangan tertulis, Minggu (22/12/2013).
Menurut Yustinus, tindakan pemblokiran bandara udara oleh Bupati Ngada bersama Satpol PP sesungguhnya masuk dalam kategori tindak pidana perhubungan sebagaimana diatur dalam pasal 421 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam aturan itu disebutkan setiap orang berada di daerah tertentu, di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara, sebagaimana dimaksud dalam pasal 210, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah.
Selain itu, setiap orang membuat halangan, dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yg membahayakan keselamatan dan keamanan pernerbangan, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 210, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak 1 mliyar.
Sementara itu, dalam Pasal 210 ayat 1 menyatakan bahwa setiap org dilarang berada di daerah tertenu di bandar udara, membuat halangan dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yg dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas bandar udara.
"Oleh karena itu, Formadda NTT mendesak Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen perhubungan agar segera berkordinasi dengan Polri untuk melakukan investigasi, penyelidikan atas pemblokiran bandar udara Turalelo, Soa karena sudah membahayakan penerbangan sipil dan merugikan kepentingan publik," katanya.
Dalam keterangan tertulisnya tersebut Yustinus menjelaskan bahwa sebelumnya, Bupati Ngada tersebut telah mendapatkan tiket Merpati. Sesuai dengan standar umum penerbangan, pihak Maskapai Merpati juga telah berkali-kali melakukan pemanggilan, tetapi belum juga datang. Merpati akhirnya memutuskan untuk boarding.
Setelah mengundara, bupati datang lantas marah-marah karena ditinggalkan. Bupati langsung menelpon Satpol PP untuk memblokir Bandara. Menggunakan 1 unit mobil, Satpol PP menuju Bandara Turelelo-Soa dan menduduki landasan. Akibatnya Merpati gagal landing dan beralih ke Bandara Aroeboesman Ende. (Dny/Shd)
Baca Juga
Sempat Ditutup Bupati Ngada, Bandara Turelelo Soe Beroperasi Lagi
Bupati Ngada NTT Tutup Bandara, Kemenhub: Ini Pelanggaran Hukum
Advertisement