September : Kuesioner Ukuran Kelamin Bikin Heboh

Dunia pendidikan Indonesia dihebohkan dengan munculnya kuesioner ukuran alat kelamin.

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 24 Des 2013, 11:00 WIB
Dunia pendidikan Indonesia dihebohkan dengan munculnya kuesioner ukuran alat kelamin. Kuesioner ini dibagikan untuk siswa SMP kelas 1 yang kabar awalnya merupakan syarat masuk sekolah.

Kuesioner yang sempat menghebohkan wilayah Sabang, Aceh dan Sleman, Jawa Tengah itu ternyata masuk dalam buku Pedoman Petunjuk Teknis (juknis) Penjaringan Kesehatan Tingkat Anak Sekolah Lanjutan milik Kementerian Kesehatan. Isian mengenai ukuran alat kelamin tercantum di halaman 42 dan 43. (Baca Juga :[VIDEO] Kuesioner Ukur Kelamin Juga Ditemukan di Sleman )
Menteri Pendidikan dan Mebudayaan, M Nuh sempat menyatakan keberatannya atas program Kuesioner Kesehatan Remaja yang diadakan Kementrian Kesehatan di SMP dan SMA. Menurutnya kuesioner yang membahas ukuran alat kelamin siswa sangat tidak mendidik.

"Jelas Kami keberatan. Kalau memang bentuk untuk menanyakan tentang yang dimiliki siswa seperti apa-apa (kelamin) sama sekali tidak mendidik. Tabu. Saya akan undang siapa penyelenggara dan penanggung jawabnya," kata M Nuh di Jakarta.

M Nuh akan minta duduk perkara dan tujuan pertanyaan itu diajukan ke siswa. Ia bahkan minta kegiatan kuesioner itu dihentikan sampai ada kejelasan.

"Saya akan tanya Ibu Menkes karena selama ini saya belum pernah bicara dengan beliau, urusan itu. Ok, lebih baik kita duduk bersama, tujuannya apa?" jelas M Nuh.

Kemendikbud juga mengonfirmasi pihak penyelenggara pada Senin 9 Septermber 2013 tapi bukan pihak sekolah. (Baca Juga :Mendikbud: Kuesioner Ukuran Kelamin Distop Dulu)


Bukan syarat masuk
Sementara itu pihak melalui Direktorat Bina Kesehatan Anak menyebutkan bahwa buku ini bukanlah buku porno. "Buku ini buatan Kementerian Kesehatan yang dimaksudkan untuk mengetahui pubertas dari remaja," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes, dr. Elizabeth Jane Soepandi, di Kementerian Kesehatan, Sabtu 7 September. (Baca Juga : Kuesioner `Ukur Kelamin` Ilmiah dan Bukan Pornografi)

"Namanya penjaringan ini rutin setiap anak masuk setiap tahun ajaran dan ini khusus anak kelas 1 yang baru masuk. Jadi ini adalah program untuk monitor kesehatan anak yang sudah ada sejak 2010, yang berfungsi untuk mengetahui kondisi anak secara dini," jelas Jane.

Menurut Jane, sejak 2010 di seluruh Indonesia, ada yang namanya program penjaringan siswa untuk SMP dan SMA. Program ini merupakan upaya mendeteksi dini kesehatan anak yang meliputi semua aspek kesehatan dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Buku ini, menurut Jane disebarkan pada para siswa-siswi baru yang duduk di kelas I SMP dan SMA yang sederajat. Buku dan kuesioner semacam itu bertujuan untuk mendeteksi secara dini masalah kesehatan peserta didik. Penerapannya baru diuji coba di 6 daerah, seperti Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.

"Ngacau, jika ini disebut syarat masuk SMP. Ini adalah program penjaringan kesehatan," tegasnya. (Baca Juga : Ribut Kuesioner Ukur Kelamin, Apa Benar Ini Syarat Masuk SMP?)
Penjaringan ini memang dikatakan Jane perlu dilakukan dengan cara pengisian formulir. Formulir ini harus diisi oleh peserta didik dan nantinya akan dilakukan pemeriksaan fisik oleh tenaga kesehatan dari puskesmas dibantu guru dan kader kesehatan.

"Siswa diharuskan mengisi keadannya seperti yang tertera digambar. Ada pertanyaan tentang mata, mulut, gigi, dan memang salah satunya adalah pertanyaan mengenai sistem reproduksi. Tapi ini mencakup kesehatan fisik dan mental anak. Jadi bukan hanya tentang alat kelamin saja," tuturnya.

Bahkan, Jane menyebutkan siswa juga perlu mengisi bagian riwayat kesehatan dirinya maupun keluarga, termasuk kesehatan mental, intelegensia, hingga gaya hidupnya.

Jane menambahkan, program ini sudah dipikirkan secara matang dan penuh perhitungan di Kementerian Kesehatan. Dan jika ada yang komplain mengenai gambar yang dianggap porno, itu juga berdasarkan skala internasional yang disebut Tanner.

"Program ini kan bertujuan untuk mendeteksi dini dan memberdayakan siswa agar ia tahu bagaimana kondisinya. Sehingga jika kita tahu, maka tentunya akan lebih mudah petugas kesehatan menanganinya," imbuhnya.



Kurang sosialisasi
Kementerian Kesehatan meminta masyarakat agar tak meresahkan munculnya kuesioner ukuran kelamin pada beberapa sekolah. Jane mengakui kurangnya sosialisasi menyebabkan kuesioner itu menjadi isu yang kurang mengenakkan.

Kuesioner itu masuk dalam buku Pedoman Petunjuk Teknis (Juknis) Penjaringan Kesehatan Tingkat Anak Sekolah Lanjutan milik Kemenkes. Kemenkes pun menyesalkan respons Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap kuesioner yang menyatakan, ada unsur pornografi di dalam kuesioner itu.

"Sepertinya KPAI belum bergaul aktif dengan adanya buku ini, padahal kita sudah jalankan buku itu untuk SLTP/SLTA tahun 2010. Juga sudah ada petugas yang meriksa. Ini masalah kesehatan," kata Jane. (Baca Juga : Kuesioner Ukuran Kelamin, Kemenkes: KPAI Belum Gaul! )
Jane mengatakan program ini sebenarnya rahasia anak dan petugas kesehatan. Jadi orang lain tidak mungkin tahu. Dan jika memang ditemukan kondisi yang mencurigakan, anak akan dirujuk ke puskesmas dan dikoordinasikan dengan orangtuanya.

"Tidak mungkin siswa itu mengukur ini-itu (alat kelamin pria). Kemudian anak-anak didik perempuan itu diajarkan untuk memeriksa payudara. Kuesioner program ini rahasia. Yang tahu hanya petugas kesehatan dan anak," pungkas Jane.


Evaluasi program
Dokter Jane menanggapi permintaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengevaluasi program kampanye kesehatan reproduksi dan mengajak berbagai pihak duduk bersama.

"Kami (kemenkes) mengajak KPAI, depdikbud, petugas medis, LSM untuk duduk bersama mengevaluasi apa yang kurang atau apa yang harus dibenahi dari kuesioner kesehatan reproduksi," ujar dr. Elizabeth Sabtu 7 September.

Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi kesalahpahaman terkait kuesioner yang dibagikan pada siswa kelas satu tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kesalahpahaman yang terjadi belakangan ini karena adanya gambar pada kuesioner reproduksi dianggap KPAI sebagai suatu hal yang vulgar dan mengarah pada pornografi.

"Gambar yang ada pada kuesioner merupakan hasil penelitian dan sifatnya scientific (ilmiah) dan tidak pornografi," ujarnya.

Menurutnya perlu ada sosialisasi dari petugas kesehatan terkait kuesioner ini. Kuesioner reproduksi ini bukan merupakan penelitian atau survei namun merupakan penjaringan kesehatan anak sekolah lanjutan.

Penjaringan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan yang bertujuan untuk mengetahui masalah reproduksi pada anak.

"Hasil pengisian kuesioner masalah kesehatan reproduksi akan diperoleh informasi untuk menilai perkembangan kesehatan anak sekolah dan mengetahui kelainan pubertas sejak dini," ungkap dr. Jane.


Ada pertanyaan lain
Serangkaian kegiatan yang ada pada penjaringan kesehatan peserta didik merupakan upaya pendeteksian dini kesehatan anak dan memenuhi persyaratan standar minimal pelayanan bidang kesehatan dalam program Usaha Kesehatan Kesekolah (UKS).

"Penjaringan (skrining) kesehatan ini sebenarnya masuk dalam program uks yang sudah disosialisasikan dari 2010," tutur dr. Ellizabeth Jane Soepardi, MPH,Dsc.

Dr. Jane mengatakan penjaringan kesehatan meliputi pengisian kuesioner oleh peserta didik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang/laboratorik. (Baca Juga :Kuesioner Siswa Tak Hanya Soal Ukuran Kelamin, Lebih dari Itu!)
Dalam buku petunjuk teknis penjaringan kesehatan anak sekolah lanjutan diketahui kuesioner terdiri atas sebagai berikut :

1. Keadaan kesehatan umum

Dapat dilihat dari riwayat kesehatan siswa secara umum, kebiasaan makan, riwayat kesehatan keluarga dan kesehatan reproduksi. Semuanya mesti diketahui agar kondisi kesehatan menyeluruh anak/siswa dapat diketahui sedini mungkin.

2. Kesehatan Intelegensia

Dapat dideteksi secara dini untuk menemukan adanya potensi kesulitan belajar pada remaja agar dapat dilakukan tindakan intervensi. Melalui penjaringan keseatan intelegensia diperoleh pemahaman karakteristik remaja, potensi yang dimiliki, hal-hal pengambat potensi, dan cara mengembangkan potensi.

3. Kesehatan Mental Remaja

Ini merupakan upaya pemeriksaan awal untuk menemukan secara dini adanya masalah kesehatan mental pada remaja. Bila masalah kesehatan mental remaja terlambat diketahui maka intervensinya menurut dr. Jane akan lebih sulit dan berpengaruh pada tumbuh kembang remaja. Deteksi dini masalah mental dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Bersamaan dengan penjaringan dan pemeriksaan berkala.

4. Kesehatan Reproduksi

Kuesioner masalah reproduksi remaja merupakan upaya agar siswa dapat mengenal dan memahami organ reproduksinya sendiri sebagai langkah awal bila ditemukan kelainan. Pengenalan organ reproduksi bagi remaja berkaitan dengan proses tumbuh kembang siswa di masa pubertas. "Gambar yang ada pada kuesioner ini menggunakan skala tanner dan bersifat scientific (ilmiah) bukan pornografi," ujar dr. Jane.

Harus diberi pengantar
Untuk melakukan penjaringan kesehatan para petugas medis sebelumnya harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar para siswa tingkat satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak terkejut dan memiliki kesiapan dalam pengisian kuesioner.

"Jangan lakukan penjaringan kesehatan sebelum dilakukan sosialisasi terlebih dahulu," jelas Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes RI dr. Ellizabeth Jane Soepardi, MPH,Dsc.

Penjaringan (skrining) kesehatan oleh tim di bawah koordinasi puskesmas yang terdiri atas tenaga kesehatan puskesmas, guru dan kader kesehatan remaja dari sekolah yang bersangkutan.

Pelaksanaan kegiatan ini meliputi pengisian kuesioner oleh peserta didik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kuesioner oleh peserta didik.

Menurut dr.Jane pengisian kuesioner kesehatan meliputi keadaan kesehatan umum, intelegensia, mental remaja, reproduksi, dan bahan edukasi dan konseling.

"Kuesioner tersebut rahasia dan diisi oleh peserta didik bukan guru atau petugas kesehatan," tuturnya.


Latar belakang kenapa muncul kuesioner?
Perilaku berisiko seperti merokok, konsumsi minuman akohol dan seks di luar nikah kerap ditemui pada anak usia Sekolah Menengan Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Berdasarkan data Survei Kesehatan RumahTangga (SKRT) tahun 2007 menyebutkan sebayak 24,4 persen remaja yang minum alkohol di bawah 14 tahun dan 29,2 persen 15 sampai 19 tahun.

Selain itu perkembangan reproduksi anak usia 14 sampai 19 tahun diperlukan perhatian khusus. "Usia tersebut merupakan periode penting untuk anak mengetahui perkembangan reproduksinya," ungkap Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes Republik Indonesia, dr. Ellizabeth Jane Soepardi, MPH,Dsc, Sabtu (7/9/2013).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan upaya preventif seperti kegiatan penjaringan (skrining) kesehatan para siswa. Jadi, inilah sebenarnya latar belakang kenapa kuesioner itu muncul. (Baca Juga : Inilah Alasan Kenapa Muncul Kuesioner `Ukuran Kelamin`)

Prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk mengetahui anak tersebut sehat atau mengalami kelainan pubertas.

"Dalam penjaringan kesehatan terdapat kuesioner yang tertera gambar terkait pertanyaan reproduksi, hal ini membantu para petugas kesehatan mengarahkan agar siswa punya perilaku yang sehat sepanjang hidupnya," papar dr. Jane.

Menurutnya penjaringan kesehatan ini menjadi wajib dilakukan setiap SMP saat memasuki ajaran baru. Kegiatan ini selain melindungi siswa dari masalah berisiko dan memudahkan para petugas kesehatan mengetahui masalah reproduksi anak.

"Saat hasil kuesioner sudah didapat dan terlihat ada kelainan reproduksi pada anak tersebut maka kemudian dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut oleh puskesmas," tuturnya.

Dr. Jane mengharapkan setiap sekolah harus melakukan penjaringan ini untuk meningkatkan kesehatan para siswa secara optimal.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya