Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta membatalkan Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Tak terima dengan putusan tersebut, Patrialis langsung mengajukan banding ke PTUN.
Pengajuan banding Patrialis disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva. "Saya mendengar tadi, hari ini Pak Patrialis secara resmi menyatakan banding ke PTUN," kata Hamdan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dengan upaya banding tersebut, kata Hamdan, putusan hukum PTUN belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Sehingga belum efektif berlaku dan belum bisa dilaksanakan. "Putusan pengadilan yang dilakukan upaya banding atau bahkan nanti kasasi oleh para pihak adalah belum memiliki kekuatan hukum tetap."
"Sehingga posisinya masih seperti semula. Karena itu selanjutnya sidang-sidang MK tetap berjalan biasa, dan Pak Patrialis dan Bu Maria masih tetap bisa bersidang seperti biasa," ujar mantan politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Kendati, Hamdan mengapresiasi putusan PTUN yang membatalkan pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi. Apalagi, selama ini gencar disebutkan jika pengangkatan Patrialis menuai kontroversial, sebab tidak melalui mekanisme yang diatur undang-undang.
"Kami menghormati dan menghargai apapun putusan pengadilan, khususnya dalam hal ini PTUN. Walau demikian, putusan ini tentu ada hak dari pihak, terutama dari presiden dan pemerintah serta Pak Patrialis, untuk mengajukan upaya hukum banding. Selanjutnya mungkin juga bisa sampai pada putusan kasasi," jelas Hamdan.
Berdasarkan informasi situs resmi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, gugatan Surat Keputusan Presiden terkait pengangkatan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati dikabulkan majelis hakim. Dengan begitu, jabatan keduanya sebagai hakim konstitusi batal demi hukum.
Gugatan perkara bernomor perkara 139/G/2013/PTUN-JKT tersebut diketuk palu majelis hakim PTUN yang terdiri atas Teguh Satya, Elizabeth, dan I Nyoman Harnanta. Gugatan itu diajukan Tim Advokasi Penyelamat Mahkamah Konstitusi.
Dalam tim advokasi, tergabung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Adapun pihak tergugat adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan objek sengketanya Surat Keppres Nomor 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan jabatan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati.
SK Presiden pengangkatan keduanya tersebut merupakan buntut dari tidak diperpanjangnya Ahmad Sodiki sebagai hakim konstitusi. Padahal, bersama Maria Farida, masa tugas Sodiki saat itu telah habis. Presiden SBY memutus hanya memperpanjang masa tugas Maria Farida.
Di saat bersamaan, SBY menunjuk dan mengangkat Patrialis Akbar tanpa melalui fit and proper test di DPR sebagaimana diatur dalam undang-undang. (Rmn/Ein)
Baca juga:
Diputus Mundur Hakim MK, Patrialis Pakai Penggugat Intervensi
Banding Putusan Mundur Hakim MK, Patrialis: Ini Demi Bangsa
Hamdan Zoelva: UU MK Tak Pengaruhi Posisi Saya
Pengajuan banding Patrialis disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva. "Saya mendengar tadi, hari ini Pak Patrialis secara resmi menyatakan banding ke PTUN," kata Hamdan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dengan upaya banding tersebut, kata Hamdan, putusan hukum PTUN belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Sehingga belum efektif berlaku dan belum bisa dilaksanakan. "Putusan pengadilan yang dilakukan upaya banding atau bahkan nanti kasasi oleh para pihak adalah belum memiliki kekuatan hukum tetap."
"Sehingga posisinya masih seperti semula. Karena itu selanjutnya sidang-sidang MK tetap berjalan biasa, dan Pak Patrialis dan Bu Maria masih tetap bisa bersidang seperti biasa," ujar mantan politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Kendati, Hamdan mengapresiasi putusan PTUN yang membatalkan pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi. Apalagi, selama ini gencar disebutkan jika pengangkatan Patrialis menuai kontroversial, sebab tidak melalui mekanisme yang diatur undang-undang.
"Kami menghormati dan menghargai apapun putusan pengadilan, khususnya dalam hal ini PTUN. Walau demikian, putusan ini tentu ada hak dari pihak, terutama dari presiden dan pemerintah serta Pak Patrialis, untuk mengajukan upaya hukum banding. Selanjutnya mungkin juga bisa sampai pada putusan kasasi," jelas Hamdan.
Berdasarkan informasi situs resmi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, gugatan Surat Keputusan Presiden terkait pengangkatan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati dikabulkan majelis hakim. Dengan begitu, jabatan keduanya sebagai hakim konstitusi batal demi hukum.
Gugatan perkara bernomor perkara 139/G/2013/PTUN-JKT tersebut diketuk palu majelis hakim PTUN yang terdiri atas Teguh Satya, Elizabeth, dan I Nyoman Harnanta. Gugatan itu diajukan Tim Advokasi Penyelamat Mahkamah Konstitusi.
Dalam tim advokasi, tergabung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Adapun pihak tergugat adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan objek sengketanya Surat Keppres Nomor 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan jabatan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati.
SK Presiden pengangkatan keduanya tersebut merupakan buntut dari tidak diperpanjangnya Ahmad Sodiki sebagai hakim konstitusi. Padahal, bersama Maria Farida, masa tugas Sodiki saat itu telah habis. Presiden SBY memutus hanya memperpanjang masa tugas Maria Farida.
Di saat bersamaan, SBY menunjuk dan mengangkat Patrialis Akbar tanpa melalui fit and proper test di DPR sebagaimana diatur dalam undang-undang. (Rmn/Ein)
Baca juga:
Diputus Mundur Hakim MK, Patrialis Pakai Penggugat Intervensi
Banding Putusan Mundur Hakim MK, Patrialis: Ini Demi Bangsa
Hamdan Zoelva: UU MK Tak Pengaruhi Posisi Saya