Terhitung 1 Januari 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjalankan fungsi pengawasan perbankan yang selama ini dijalankan oleh Bank Indonesia (BI).
OJK telah lebih dulu mengambilalih pengawasan lembaga keuangan non bank sejak 1 Januari 2013. Jadi lengkap sudah tugas OJK untuk mengawasi sektor keuangan mulai dari perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan pasar modal.
Dengan OJK mengambilalih fungsi pengawasan perbankan maka OJK memiliki wewenang yang meliputi kelembagaan bank mulai dari perizinan pendirian bank, dan pengaturan serta pengawasan mengenai kesehatan bank, manajemen risiko, bahkan pemeriksaan bank.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 yang disahkan pada 27 Oktober 2011 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam undang-undang ini memuat ketentuan mengenai organisasi dan tata kelola dari lembaga yang mengawasi otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Pembentukan OJK ini diharapkan fungsi pengaturan dan pengawasan menjadi lebih efisien dan terkoordinasi apalagi aset keuangan yang diawasi begitu besar.
Tak tanggung-tanggung aset keuangan yang akan diawasi lembaga ini. OJK akan mengawasi total pengelolaan aset mencapai Rp 11. 000 triliun. Untuk mengelola aset keuangan begitu besar itu memang tidak mudah. Penerapan good corporate governance menjadi keharusan yang dilakukan oleh OJK mengingat kewenangan yang begitu besar.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto bahkan pernah mengatakan, penyimpangan di institusi keuangan masih sangat tinggi terutama di lembaga keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan penerapan good corporate governance (GCG) perlu ditingkatkan.
Seperti dikabarkan hingga 20 Desember 2013, pihaknya telah menerima sekitar 845 pengaduan. Pengaduan itu sekitar 60% berasal dari lembaga keuangan non bank, sekitar 20% dari pasar modal dan lainnya, dan 20% dari perbankan.
Pengaduan sebagian besar berasal dari bidang asuransi. Saat ini persoalan asuransi masih banyak dikeluhkan oleh konsumen. Kebanyakan pengaduan itu mengenai klaim yang tidak dibayarkan oleh perusahaan asuransi.
Memang tidak mudah untuk melakukan fungsi pengawasan dan pengaturan secara terintegrasi apalagi OJK nanti akan diisi pegawai dari dua lembaga keuangan besar yaitu Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bank Indonesia (BI).
Bank Indonesia telah melepas sekitar 1.220 karyawannya untuk pindah tugas ke OJK menjelang akhir Desember 2013. Perpindahan tugas itu dilakukan secara bertahap. Sekitar 1.150 pegawai BI akan bekerja mulai 1 Januari 2014 di OJK, sedangkan sisanya 70 pegawai telah bekerja di OJK selama satu tahun. Seluruh pegawai yang akan bekerja untuk OJK itu nantinya hanya akan dikontrakkan selama tiga tahun.
Untuk mempertahankan pegawai BI itu di OJK pun merupakan tantangan bagi OJK. Gubernur BI, Agus Martowardojo pun mengimbau OJK untuk menciptakan kondisi yang jauh lebih baik dari BI agar sejumlah karyawan itu tidak meminta kembali untuk menjadi karyawan BI pada 2017 mendatang.
Selain itu, OJK juga menghadapi tantangan untuk menarik iuran dari sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya. OJK akan menarik iuran sekitar 0,03% dari sektor perbankan mulai 2014. Iuran itu pun akan bertambah menjadi 0,04% untuk satu tahun berikutnya. Iuran itu nanti tidak hanya untuk industri perbankan tetapi juga jasa keuangan lainnya.
Saat ini, ketetapan pengenaan iuran itu menunggu persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. OJK pun mengharapkan dukungan pelaku pasar terkait penarikan iuran itu.
Sektor keuangan memang sangat menarik dan dinamis. Oleh karena itu, peran OJK memang tidak mudah untuk mengawasi aset sektor jasa keuangan. Komitmen dan keberanian dibutuhkan OJK untuk menjaga aset dan mengawasi sektor keuangan. Dengan fungsi pengawasan perbankan yang akan diawasi oleh OJK menjadi era baru bagi industri keuangan Indonesia. (Ahm/Igw)
OJK telah lebih dulu mengambilalih pengawasan lembaga keuangan non bank sejak 1 Januari 2013. Jadi lengkap sudah tugas OJK untuk mengawasi sektor keuangan mulai dari perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan pasar modal.
Dengan OJK mengambilalih fungsi pengawasan perbankan maka OJK memiliki wewenang yang meliputi kelembagaan bank mulai dari perizinan pendirian bank, dan pengaturan serta pengawasan mengenai kesehatan bank, manajemen risiko, bahkan pemeriksaan bank.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 yang disahkan pada 27 Oktober 2011 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam undang-undang ini memuat ketentuan mengenai organisasi dan tata kelola dari lembaga yang mengawasi otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Pembentukan OJK ini diharapkan fungsi pengaturan dan pengawasan menjadi lebih efisien dan terkoordinasi apalagi aset keuangan yang diawasi begitu besar.
Tak tanggung-tanggung aset keuangan yang akan diawasi lembaga ini. OJK akan mengawasi total pengelolaan aset mencapai Rp 11. 000 triliun. Untuk mengelola aset keuangan begitu besar itu memang tidak mudah. Penerapan good corporate governance menjadi keharusan yang dilakukan oleh OJK mengingat kewenangan yang begitu besar.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto bahkan pernah mengatakan, penyimpangan di institusi keuangan masih sangat tinggi terutama di lembaga keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan penerapan good corporate governance (GCG) perlu ditingkatkan.
Seperti dikabarkan hingga 20 Desember 2013, pihaknya telah menerima sekitar 845 pengaduan. Pengaduan itu sekitar 60% berasal dari lembaga keuangan non bank, sekitar 20% dari pasar modal dan lainnya, dan 20% dari perbankan.
Pengaduan sebagian besar berasal dari bidang asuransi. Saat ini persoalan asuransi masih banyak dikeluhkan oleh konsumen. Kebanyakan pengaduan itu mengenai klaim yang tidak dibayarkan oleh perusahaan asuransi.
Memang tidak mudah untuk melakukan fungsi pengawasan dan pengaturan secara terintegrasi apalagi OJK nanti akan diisi pegawai dari dua lembaga keuangan besar yaitu Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bank Indonesia (BI).
Bank Indonesia telah melepas sekitar 1.220 karyawannya untuk pindah tugas ke OJK menjelang akhir Desember 2013. Perpindahan tugas itu dilakukan secara bertahap. Sekitar 1.150 pegawai BI akan bekerja mulai 1 Januari 2014 di OJK, sedangkan sisanya 70 pegawai telah bekerja di OJK selama satu tahun. Seluruh pegawai yang akan bekerja untuk OJK itu nantinya hanya akan dikontrakkan selama tiga tahun.
Untuk mempertahankan pegawai BI itu di OJK pun merupakan tantangan bagi OJK. Gubernur BI, Agus Martowardojo pun mengimbau OJK untuk menciptakan kondisi yang jauh lebih baik dari BI agar sejumlah karyawan itu tidak meminta kembali untuk menjadi karyawan BI pada 2017 mendatang.
Selain itu, OJK juga menghadapi tantangan untuk menarik iuran dari sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya. OJK akan menarik iuran sekitar 0,03% dari sektor perbankan mulai 2014. Iuran itu pun akan bertambah menjadi 0,04% untuk satu tahun berikutnya. Iuran itu nanti tidak hanya untuk industri perbankan tetapi juga jasa keuangan lainnya.
Saat ini, ketetapan pengenaan iuran itu menunggu persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. OJK pun mengharapkan dukungan pelaku pasar terkait penarikan iuran itu.
Sektor keuangan memang sangat menarik dan dinamis. Oleh karena itu, peran OJK memang tidak mudah untuk mengawasi aset sektor jasa keuangan. Komitmen dan keberanian dibutuhkan OJK untuk menjaga aset dan mengawasi sektor keuangan. Dengan fungsi pengawasan perbankan yang akan diawasi oleh OJK menjadi era baru bagi industri keuangan Indonesia. (Ahm/Igw)