Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas bumi (SKK Migas) menyatakan, produksi minyak 826 ribu barel per hari (bph) hanya 500 ribu (bph) yang bisa diolah di dalam negeri.
Kepala Humas SKK Migas, Elan Bintoro mengatakan, dari produksi minyak mentah 826 ribu bph sepanjang 2013, maka 600 ribu bph menjadi milik negara. Akan tetapi hanya 500 ribu bph yang bisa diolah di dalam negeri, sedangkan sisanya di ekspor.
"Dari 826 ribu, jatah negara itu sekitar antara 600 ribu bph itu yang bisa diolah di kilang 500 ribu, sisanya diekspor," kata Elan, usai menghadari pembacaan laporan akhir tahun kinerja SKK Migas sepanjang 2013, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Menuru Elan, tidak optimalnya pengelolahan produksi minyak tersebut disebabkan oleh keterbatasan kapasitas kilang, selain itu kilang Indonesia juga sudah uzur, sehingga tidak mampu mengolah jenis minyak mentah tertentu.
"Karena kapasitas kilang terbatas, bisa jadi spesifikasi kilang yang tidak bisa diserap. Kilang sendiri kapasitasnya segitu-gitunya 1 juta kapasitas full. Itu dibangun 20 tahun lalu makin tua makin tidak sebagus yang baru," tutur Elan.
Untuk menutupi konsumsi, sementara produksi minyak terbatas, Indonesia melakukan impor minyak, namun saat ini Indonesia lebih banyak mengimpor minyak jadi yang sudah berbentuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Impor crude lebih sedikit dari impor fuel, untuk apa impor crude mengelola saja kilangnya segitu-gitunya," papar Elan.
Dengan mengimpor minyak jadi, Indonesia harus membayar dengan harga lebih mahal.
"Kalau impor BBM jauh lebih mahal US$ 125 per barel, kalau impor crude bisa US$ 100. Apalagi kalau dirupiahkan sekarang 125 berapa dikali 12 (kurs rupiah Rp 12 ribu per US$, harga per liter jadi Rp 10 ribu padahal kami jual ke rakyat Rp 6.500," pungkas Elan. (Fik/Ahm)
Baca Juga:
Jadi Perusahaan Dunia, Pertamina Pasang Target US$ 200 M
Pertamina Optimalkan Ide Inovatif untuk Jaga Ketahanan Energi
Pemerintah Lempar Bola Panas ke Pertamina soal Kilang Minyak
Kepala Humas SKK Migas, Elan Bintoro mengatakan, dari produksi minyak mentah 826 ribu bph sepanjang 2013, maka 600 ribu bph menjadi milik negara. Akan tetapi hanya 500 ribu bph yang bisa diolah di dalam negeri, sedangkan sisanya di ekspor.
"Dari 826 ribu, jatah negara itu sekitar antara 600 ribu bph itu yang bisa diolah di kilang 500 ribu, sisanya diekspor," kata Elan, usai menghadari pembacaan laporan akhir tahun kinerja SKK Migas sepanjang 2013, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Menuru Elan, tidak optimalnya pengelolahan produksi minyak tersebut disebabkan oleh keterbatasan kapasitas kilang, selain itu kilang Indonesia juga sudah uzur, sehingga tidak mampu mengolah jenis minyak mentah tertentu.
"Karena kapasitas kilang terbatas, bisa jadi spesifikasi kilang yang tidak bisa diserap. Kilang sendiri kapasitasnya segitu-gitunya 1 juta kapasitas full. Itu dibangun 20 tahun lalu makin tua makin tidak sebagus yang baru," tutur Elan.
Untuk menutupi konsumsi, sementara produksi minyak terbatas, Indonesia melakukan impor minyak, namun saat ini Indonesia lebih banyak mengimpor minyak jadi yang sudah berbentuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Impor crude lebih sedikit dari impor fuel, untuk apa impor crude mengelola saja kilangnya segitu-gitunya," papar Elan.
Dengan mengimpor minyak jadi, Indonesia harus membayar dengan harga lebih mahal.
"Kalau impor BBM jauh lebih mahal US$ 125 per barel, kalau impor crude bisa US$ 100. Apalagi kalau dirupiahkan sekarang 125 berapa dikali 12 (kurs rupiah Rp 12 ribu per US$, harga per liter jadi Rp 10 ribu padahal kami jual ke rakyat Rp 6.500," pungkas Elan. (Fik/Ahm)
Baca Juga:
Jadi Perusahaan Dunia, Pertamina Pasang Target US$ 200 M
Pertamina Optimalkan Ide Inovatif untuk Jaga Ketahanan Energi
Pemerintah Lempar Bola Panas ke Pertamina soal Kilang Minyak