Saat Sultan Ternate Berulang Tahun

Rakyat dari berbagai pelosok berbondong-bondong menuju Istana Kerajaan Ternate merayakan Hari Ulang Tahun Sultan Mudhafarsyah. Warga menyumbang hasil bumi, ternak, bahkan kayu bakar sebagai tanda loyalitas.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Jun 2004, 16:32 WIB
Liputan6.com, Ternate: Kegembiraan terpancar di wajah sekelompok warga desa dari Pulau Halmahera ketika menjejakkan kakinya di Pulau Ternate, Maluku Utara. Mereka adalah pemain musik bambu tradisional khas Ternate. Musik tradisional bambu sudah dikenal masyarakat Halmahera khususnya warga Jailolo sejak ratusan tahun silam. Kesenian ini sudah biasa mereka mainkan pada setiap musim panen atau pada saat hajatan besar suatu keluarga. Kini saatnya para pemusik menampilkan keahlian mereka untuk memeriahkan peringatan Ulang Tahun Raja Ternate Sultan Mudhafarsyah.

Menjelang malam, mereka berangkat menuju Istana Kesultanan Ternate untuk bergabung dengan warga lain yang berkumpul di areal keraton. Di sepanjang jalan, mereka menabuh dan meniup instrumen musik bambu hingga akhirnya tiba di halaman istana. Kedatangan mereka disambut gembira warga yang kemudian berjoget ria mengikuti irama musik. Dari kejauhan, Sultan Mudhafarsyah bersama Permaisuri menyaksikan kegembiraan rakyatnya yang terus-menerus menari dan berdendang hingga larut malam.

Keesokan pagi, kesibukan menjelang keriaan besar mulai terlihat di halaman belakang istana. Sejumlah besar bahan makanan diolah untuk hidangan para tamu undangan yang akan merayakan Hari Jadi Sultan. Sebagian bahan makanan ini adalah sumbangan masyarakat dari berbagai pelosok desa. Sumbangan hasil bumi, hewan ternak, bahkan kayu bakar ini sebagai tanda loyalitas mereka kepada Paduka Sultan.

Seperti raja-raja tradisional lain, Sultan Ternate sangat dihormati dan disegani rakyat. Ini terbukti dari spontanitas warga Ternate yang berbondong-bondong menuju istana meski tidak diperintahkan.

Hari berikutnya, langit Ternate begitu cerah. Pemusik bambu kembali menabuh instrumen. Inilah puncak keriaan Hari Ulang Tahun Sultan Mudhafarsyah. Wakil-wakil masyarakat adat yang berada di wilayah Kesultanan Ternate berdatangan membawa agogu adat yaitu makanan khas Ternate berupa nasi kuning, nasi putih, dan lauk pauk.

Di Balai Agung Istana, berlangsung prosesi ritual keagamaan yang dihadiri para hulu balang kerajaan antara lain jogogu, kapitalau, jogum soasio, jogum sangaji, dan talilamo. Ayat-ayat suci Al-Quran dibacakan silih berganti oleh para bobato akhirat atau pemimpin agama. Mereka berdoa agar Sultan Mudhafarsyah yang memiliki julukan kebesaran Joou memperoleh berkah umur panjang. Ritual sederhana ini diakhiri ucapan selamat dari para pejabat kesultanan dan para undangan yang bergiliran menyalami Sultan dan sang Permaisuri.

Sementara di halaman Istana sejumlah warga desa duduk bersila menikmati makanan yang mereka bawa. Masyarakat Ternate percaya makanan itu telah diberkati Sang Sultan, sehingga yang menikmatinya akan memperoleh kebahagiaan dan keselamatan.

Selanjutnya, legu gam atau pesta rakyat dilangsungkan. Sultan yang berusia 69 itu didampingi permaisuri berdiri di atas balkon Istana menyaksikan rakyat berpesta. Atraksi demi atraksi dipertontonkan di hadapan sultan dan para undangan. Puncak pesta berlangsung saat musik tradisional bambu unjuk kebolehan. Adalah suatu kehormatan besar bagi pemusik tampil di hadapan Sultan. Kehormatan yang mereka rasakan pun kian melimpah ketika sang permaisuri yang dijuluki Mboki ikut menari bersama.

Kerajaan Ternate yang didirikan sekitar 1257 berubah menjadi kerajaan Islam pada 1486. Sultan pertama Kerajaan Ternate adalah Zainal Abidin. Dalam perjalanan sejarah, Kerajaan Ternate seringkali digoyang berbagai pergolakan yang melelahkan. Semua ini disebabkan perebutan pengaruh antara kerajaan-kerajaan yang berdaulat di kawasan Maluku Utara. Selain Ternate, terdapat tiga kesultanan besar di Maluku Utara, yakni Kesultanan Tidore, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo.

Persaingan memperebutkan kekuasaan politik, ekonomi, dan militer, menjadikan kerajaan di tengah pulau seluas 15 kilometer persegi ini tiada hentinya didera konflik. Hingga akhirnya tiba para kolonial dari Inggris, Spanyol, Portugis, dan Belanda yang selama berabad-abad silih berganti menjajah kerajaan.

Sisa-sisa kejayaan bangsa Eropa di Pulau Ternate antara lain terlihat pada arsitektur berbagai bangunan kuno. Istana kerajaan yang dibangun Raja Ternate Sultan Muhammad Ali pada 1810 adalah di antaranya. Di istana yang bergaya Renaissance itu hingga kini tersimpan berbagai benda cindera mata peninggalan bangsa Eropa yang diberikan kepada Sultan Ternate.(ZAQ/Tim Potret SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya