Berbagai strategi terus dirancang pemerintah untuk mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Tanah Air. Salah satu cara yang tengah dimatangkan pemerintah adalah pembatasan konsumsi BBM bersubsidi yang sudah sejak lama diwacanakan pemerintah.
Dalam pertemuan internal Menteri Keuangan Chatib Basri bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, terungkap bahwa kedua menteri tersebut semakin serius mendiskusikan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Salah satu solusi efektif adalah menerapkan skema distribusi tertutup.
"Tadi kami bicarakan soal pembatasan konsumsi BBM subsidi lewat distribusi tertutup," ungkap Chatib di kantornya, Jakarta, Jumat (10/1/2014).
Rencana pembatasan BBM bersubsidi merupakan kolaborasi antara Kementerian ESDM dengan PT Pertamina (Persero). Kebijakan tersebut utamanya menyasar kendaraan-kendaraan tertentu yang masih banyak mengonsumsi BBM bersubsidi.
Hingga kini, rencana penerapan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi baru pada tahap pemasangan alat pengontrol konsumsi BBM, Radio Frequency Identification (RFID) yang dilakukan Pertamina bersama PT INTI.
"Dari RFID itu kan bisa diidentifikasi, nanti ESDM akan melihat pembatasannya seperti apa. Apakah kendaraan pribadi atau apa," katanya.
Namun, Chatib mengaku dirinya hingga kini belum mengetahui kapan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi tersebut dapat diimplementasikan. Dirinya hanya bisa memastikan kebijakan tersebut akan dilakukan pemerintah. "Tapi belum bicara mulai kapan," paparnya.
Sebelumnya, Jero berdalih, kunjungan ke Kemenkeu hari ini dilakukan untuk membahas hitung-hitungan perkiraan target lifting minyak sebanyak 870 ribu barel yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014.
"Tadi ngobrol soal perkiraan hitungan lifting 2013 dan apa hambatannya. Karena target APBN 2014 sebesar 870 ribu barel, sedangkan dalam APBN-P 2013 sebesar 840 ribu barel per hari. Ini sedang kami rapikan, dihitung detail karena semua KKKS harus mempercepat produksinya," jelasnya.
Lebih jauh dia menambahkan, pembicaraan juga menjurus pada pembangunan persiapan energi terbarukan ke depan. Pasalnya, Jero mengakui, beban negara saat ini terasa berat karena harga impor bahan bakar minyak (BBM) semakin mahal.
"Ini terjadi karena harga dolar AS terhadap rupiah semakin berat, sehingga perlu mendorong pada peralihan gas dan energi terbarukan, serta penggunaan batu bara," ujarnya.
Di samping itu, dia menyebut, Menkeu sudah menyetujui pemberian feed in tariff bagi penggunaan energi terbarukan supaya rakyat Indonesia tidak melulu bergantung pada minyak. (Fik/Shd)
Baca Juga
Dalam pertemuan internal Menteri Keuangan Chatib Basri bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, terungkap bahwa kedua menteri tersebut semakin serius mendiskusikan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Salah satu solusi efektif adalah menerapkan skema distribusi tertutup.
"Tadi kami bicarakan soal pembatasan konsumsi BBM subsidi lewat distribusi tertutup," ungkap Chatib di kantornya, Jakarta, Jumat (10/1/2014).
Rencana pembatasan BBM bersubsidi merupakan kolaborasi antara Kementerian ESDM dengan PT Pertamina (Persero). Kebijakan tersebut utamanya menyasar kendaraan-kendaraan tertentu yang masih banyak mengonsumsi BBM bersubsidi.
Hingga kini, rencana penerapan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi baru pada tahap pemasangan alat pengontrol konsumsi BBM, Radio Frequency Identification (RFID) yang dilakukan Pertamina bersama PT INTI.
"Dari RFID itu kan bisa diidentifikasi, nanti ESDM akan melihat pembatasannya seperti apa. Apakah kendaraan pribadi atau apa," katanya.
Namun, Chatib mengaku dirinya hingga kini belum mengetahui kapan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi tersebut dapat diimplementasikan. Dirinya hanya bisa memastikan kebijakan tersebut akan dilakukan pemerintah. "Tapi belum bicara mulai kapan," paparnya.
Sebelumnya, Jero berdalih, kunjungan ke Kemenkeu hari ini dilakukan untuk membahas hitung-hitungan perkiraan target lifting minyak sebanyak 870 ribu barel yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014.
"Tadi ngobrol soal perkiraan hitungan lifting 2013 dan apa hambatannya. Karena target APBN 2014 sebesar 870 ribu barel, sedangkan dalam APBN-P 2013 sebesar 840 ribu barel per hari. Ini sedang kami rapikan, dihitung detail karena semua KKKS harus mempercepat produksinya," jelasnya.
Lebih jauh dia menambahkan, pembicaraan juga menjurus pada pembangunan persiapan energi terbarukan ke depan. Pasalnya, Jero mengakui, beban negara saat ini terasa berat karena harga impor bahan bakar minyak (BBM) semakin mahal.
"Ini terjadi karena harga dolar AS terhadap rupiah semakin berat, sehingga perlu mendorong pada peralihan gas dan energi terbarukan, serta penggunaan batu bara," ujarnya.
Di samping itu, dia menyebut, Menkeu sudah menyetujui pemberian feed in tariff bagi penggunaan energi terbarukan supaya rakyat Indonesia tidak melulu bergantung pada minyak. (Fik/Shd)
Baca Juga
Ahok Usul Hapus BBM Bersubsidi, Pertamina Tetap Pasang RFID
Banyak Orang Miskin di Jakarta, Subsidi BBM Tak Boleh Lenyap
Advertisement
Mungkinkah Tak Ada BBM Bersubsidi di Jakarta?