Pemerintah telah menerapkan larangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014. Langkah ekstrem yang dilakukan pemerintah tersebut menuai protes perusahaan tambang karena belum siapnya pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral di Tanah Air.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi menilai, ketidaksiapan itu bukan hanya kesalahan perusahaan tambang. Tapi juga disebabkan kelalaian pemerintah.
"Undang-undang (UU) Mineral dan Batubara (Minerba) terbit pada 2009, harusnya tahun itu juga pemerintah langsung mengeluarkan aturannya. Tapi nyatanya aturan turunannya baru dibuat beberapa tahun setelah UU dirilis. Di sinilah pemerintah lalai," kata Rinaldy saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (15/1/2014).
Dengan lahirnya aturan menjelang larangan ekspor mineral, tentu saja membuat perusahaan tidak siap untuk menjalankan aturan itu. Pasalnya, pembangunan smelter membutuhkan waktu dan investasi yang besar serta infrastruktur pendukung lainnya.
Untuk itu, Rinaldy menilai langkah pemerintah yang memperbolehkan 66 perusahaan tambang untuk mengekspor konsentrat mineral sudah tepat. Apalagi 66 perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia dan PT Newmont, telah menunjukkan keseriusannya untuk membangun smelter mineral.
"Jadi itu bukan keistimewaan. Ini bentuk apresisiasi pemerintah ke perusahaan tambang yang sudah serius karena memang ada kelemahan kebijakan yang dibuat pemerintah. Sementara buat perusahaan yang mengabaikan aturan, memang perlu diberi pinalti," jelas dia.
Pemerintah juga tidak dengan mudah memberi izin ekspor mineral mentah ke 66 perusahaan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya bea keluar yang diterapkan untuk bahan mineral mentah yang diekspor.
Penetapan bea keluar mineral tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014. Beleid ini mengatur perubahan kedua atas PMK Nomor 75/PMK/011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK.
Salah satu bahan mineral yang diatur yaitu tembaga. Dalam regulasi baru tersebut, bea keluar tembaga naik dari 20% menjadi 25% pada 2014, kemudian naik menjadi 35%-40% pada 2015 serta 50%-60% pada 2016.
Advertisement
Rinaldy berharap dengan adanya kenaikan bea keluar, perusahaan tambang bisa mempercepat proses kontruksi smelter di Tanah Air.
"Penerapan pajak ekspor itu sudah adil bagi perusahaan dan pemerintah," terang dia. (Ndw)
Baca Juga
Pengusaha Tolak Bea Keluar Tembaga Naik 60%
Pajak Ekspor Mineral Naik, Freeport Bakal PHK Karyawan?
Larangan Ekspor Bijih Mineral RI Bikin Dunia Panik
RI Larang Ekspor Mineral, Rupiah Kokoh di Level 11 Ribu/US$
ESDM Pastikan Larangan Ekspor Mineral Tetap Berlaku 12 Januar