Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyebutkan negara merugi hingga Rp 1,5 triliun akibat dari penerbitan faktur pajak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak.
Kepala Subdit Pemeriksaan Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajaka, Kementerian Keuangan Abdul Aziz mengatakan, sejak enam tahun berturut-turut ada 100 kasus faktur pajak yang tidak resmi. 100 kasus tersebut membuat negara harus rugi hingga Rp 1,5 truliun.
"Ini hanya untuk faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya," kata Aziz, di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Kamis (16/1/2013).
Detailnya, nilai kerugian tersebut berasal dari tahun 2008 sebanyak tiga kasus senilai Rp 30 miliar. Kemudian pada 2009 terdapat 21 kasus kerugian negara senilai Rp 257,8 miliar. Pada 2010 terdapat 21 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 497,3 miliar.
Adapun pada 2011 terdapat 23 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 194,7 miliar, pada 2012 terdapat 12 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 326,9 miliar dan 2013 terdapat 20 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp 239,9 miliar.
Menurutnya, sektor yang paling banyak melakukan pelanggran tersebut adalah sektor perdagangan. "Sektor ini kalau transaksi faktur pajak memang biasanya sektor perdagangan," tuturnya.
Aziz menambahkan, sektor pedagangan menjadi sasaran pelanggaran karena paling banyak digunakan. Para pelaku menggunakan identitas palsu.
"Tapi nggak selalu begitu, karena kordenya pedagangan, tapi belum tentu benar, karena perusahaan fiktif," pungkasnya. (Pew/Nrm)
Kepala Subdit Pemeriksaan Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajaka, Kementerian Keuangan Abdul Aziz mengatakan, sejak enam tahun berturut-turut ada 100 kasus faktur pajak yang tidak resmi. 100 kasus tersebut membuat negara harus rugi hingga Rp 1,5 truliun.
"Ini hanya untuk faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya," kata Aziz, di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Kamis (16/1/2013).
Detailnya, nilai kerugian tersebut berasal dari tahun 2008 sebanyak tiga kasus senilai Rp 30 miliar. Kemudian pada 2009 terdapat 21 kasus kerugian negara senilai Rp 257,8 miliar. Pada 2010 terdapat 21 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 497,3 miliar.
Adapun pada 2011 terdapat 23 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 194,7 miliar, pada 2012 terdapat 12 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 326,9 miliar dan 2013 terdapat 20 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp 239,9 miliar.
Menurutnya, sektor yang paling banyak melakukan pelanggran tersebut adalah sektor perdagangan. "Sektor ini kalau transaksi faktur pajak memang biasanya sektor perdagangan," tuturnya.
Aziz menambahkan, sektor pedagangan menjadi sasaran pelanggaran karena paling banyak digunakan. Para pelaku menggunakan identitas palsu.
"Tapi nggak selalu begitu, karena kordenya pedagangan, tapi belum tentu benar, karena perusahaan fiktif," pungkasnya. (Pew/Nrm)