Polusi China `Menyebar` Hingga Los Angeles

Di wilayah bagian barat AS, polusi di China terkait ekspor memiliki kontribusi 12 persen sampai 14 persen konsentrasi sulfat harian.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Jan 2014, 13:57 WIB
Polusi tak mengenal batas negara. Keputusan sejumlah pabrik di Amerika Serikat melakukan alih daya (outsourcing) dengan memindahkan operasi perusahaan ke China, memang telah mengurangi polusi di sebagian wilayah Negeri Paman Sam. Namun, ironisnya, dampak polusi di China ternyata sampai juga ke wilayah AS di bagian barat. Demikian diungkap dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

"Polusi dari China berdampak sampai AS. Kami perlu mempelajari bagaimana polusi tersebut memengaruhi level ozon di kedua negara dan juga partikel-partikel yang mencapai Pesisir Barat AS," kata salah satu penulis studi Don Wuebbles, professor ilmu atmosfer di Universitas Illinois dalam Urbana-Campaign, seperti yang dilansir CNN, Senin (20/1/2014).

Di wilayah bagian barat AS, polusi di China terkait ekspor memiliki kontribusi 12 persen sampai 14 persen  konsentrasi sulfat harian. Akibatnya, AS bagian barat mengalami peningkatan polusi sulfat. Akibatnya, kualitas udara di area Los Angeles dan wilayah lainnya di AS tak memenuhi batasan standar ozon nasional.

Bagaimana polusi dari China bisa sampai di AS?

Barang-barang konsumen AS khususnya elektronik seperti ponsel dan televisi banyak yang diproduksi di China. Meski tidak berkontribusi sepenuhnya pada polusi udara di AS, bahan kimia hasil manufaktur di China terbawa angin yang disebut “westerlies” melintasi Samudera Pasifik hanya dalam hitungan hari.

Dan akumulasi debu, ozon, dan karbon terlihat di lembah-lembah dan cekungan di negara bagian AS sebelah barat.

Ekspor 'polusi' China dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat AS. Konsentrasi zat-zat kimia yang terkandung seperti sulfat, karbon monoksida, dan karbon hitam telah banyak dikaitkan dengan penyakit asma hingga kanker, dan gangguan jantung dan paru-paru.

Apalagi,  zat-zat kimia itu tidak dengan mudah terhapus dari atmosfer oleh air hujan, sehingga melayang-layang dan terbawa jauh ke tempat lain. Harga yang harus dibayar dari industri outsourcing tersebut adalah penurunan kualitas udara di AS bagian barat dan wilayah terpadat China.

Produksi barang untuk ekspor telah berkembang pesat di China, dengan peningkatan volume 390% antara tahun 2000 dan 2007.

Di balik pertumbuhan ekonomi ini, peningkatan pembakaran bahan bakar fosil, terutama batubara, merupakan biang keladi dalam emisi karbon dioksida yang meningkat di seluruh dunia. Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan emisi karbon dioksida yang substansial dihasilkan dari perdagangan China, tetapi penelitian saat ini difokuskan pada polutan udara lainnya. Para peneliti membangun model menggunakan data tentang ekonomi dan emisi.

Wuebbles menambahkan, konsentrasi atmosfer karbon dioksida yang tinggi diprediksikan akan menyebabkan kenaikan suhu 2 derajat Celsius atau setara dengan 3,6 derajat Fahrenheit pada tahun 2100. Pertanian, kehutanan, ekosistem, juga kesehatan manusia diperkirakan akan terdampak sebagai akibat dari tren perubahan iklim.

Untuk mengurangi polusi dari China, Wuebbles menganjurkan untuk meningkatkan efisiensi proses manufaktur dan memeriksa ulang produksi energi.

"Pertimbangan kerjasama internasional untuk mengurangi transportasi lintas batas polusi udara harus menghadapi dan menjawab pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab atas emisi di satu negara dalam produksi barang untuk mendukung konsumsi di negara lain," kata penulis penelitian. Polusi memang datang dari China, namun kesalahan bisa jadi ditanggung renteng. (Ris/Ein)

Baca juga:
Skenario `Kiamat` Baru, Suhu Bumi Naik Dimulai dari Manokwari
Awas! Gunung Es Raksasa Seukuran Singapura Ancam Pelayaran
Terungkap, Suhu Terdingin di Permukaan Bumi: -93,2 Celcius

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya