Menurut Sekjen KAJS, Said Iqbal, ini terbukti dengan masih banyaknya orang miskin yang ditolak berobat di Rumah Sakit, gelandangan dan anak jalanan serta orang penyandang masalah sosial lainnya yang tidak masuk PBI (Penerima Bantuan Iuran), bahkan banyak peserta yang membayar premi (peserta askes dan JPK jamsostek) yang ditolak berobat dan mendapat pelayanan dan obat yang lebih buruk dari yang biasanya diterima.
"Ini diperparah dengan dana PBI hampir Rp 20 triliunan dari pemerintah yang belum diserahkan ke BPJS Kesehatan sehingga mengakibatkan pembayaran ke provider rumah sakit, klinik, puskesmas terganggu," tulis Said dalam pernyataannya yang diterima Health-Liputan6.com, Selasa (21/1/2014).
Advertisement
Said menegaskan KAJS menuntut Presiden RI untuk membuktikan bahwa:
1. Jumlah PBI sebesar 100,8 juta orang miskin, tidak sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik) 25,2 juta rumah tangga miskin.
2. Mantan peserta askes dan JPK Jamsostek secara otomatis dapat kartu BPJS Kesehatan tanpa harus daftar lagi. Rumah sakit atau klinik yang selama ini orang-orang gunakan tetap harus melayani tanpa mengurangi mutu jenis dan jumlah obat yang sama seperti selama ini di dapatkan. Tidak boleh dikurangi
3. Bagi pasien penyakit kronis yang harus minum obat seumur hidup, seperti diabetes, hipertensi, jantung koroner, kanker, lupus harus mendapat jatah satu bulan langsung. Begitu pula dengan surat rujukan yang saat ini berlaku untuk 6 hari, setidaknya harus berlaku untuk 3 bulan. Jadi tidak harus antri 5 kali ke rumah sakit.
4. BPJS kesehatan harus mengganti sistem tarif paket (INA CBG's) yang membuat semua pelayanan kesehatan menjadi jauh lebih buruk daripada pelayanan askes untuk PNS, TNI/Polri, JPK Jamsostek, KJS (Kartu Jakarta Sehat) dan lainnya. Semua harus diubah menjadi sistem 'fee for service' dengan pengawasan ketat.
Said menambahkan, KAJS akan melakukan aksi yang mendatangkan 50.000 buruh se-Indonesia pada 12 Februari. Dan minggu depan, KAJS juga akan melakukan gugatan ke pengadilan negeri.
(Fit/Abd)