PT PLN (Persero) ditantang untuk lebih berani mencari utang jika ingin memenuhi kebutuhan kelistrikan di Tanah Air. Perusahaan tak bisa lagi mengandalkan dana dari pemerintah untuk membangun pembangkit listrik.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji menyatakan keputusan berutang harus dilakukan karena pendapatan perusahaan dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tidak lagi mencukupi kebutuhan pendanaan pembangkit dengan skala tertentu.
"Kalau mau bangun pembangkit listrik, harus berani pinjam (utang). Kecuali kami punya uang sendiri, pendapatan besar atau pemerintah kasih APBN. Apalagi kami terus menambah kapasitas," kata Nur, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (22/1/2014).
PLN sampai saat ini diketahui telah mengantongi utang hingga Rp 200 triliun. Angka tersebut kemungkinan bertambah karena perusahaan baru saja memperoleh pinjaman dari Standard Chartered Bank melalui proses lelang yang kompetitif.
"Penandatanganan ini merupakan hasil lelang yang kompetitif," tuturnya.
PLN diketahui baru saja memperoleh fasilitas pinjaman dari Standard Chartered Bank untuk memfasilitasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) senilai 160 juta euro atau Rp 2,6 triliun. Pinjaman ini akan digunakan untuk membiayai dua PLTG dengan menggunakan 35 mesin Wartsila 34SG di Nanggro Aceh Darussalam dan Kalimantan Tengah.
PLTG Arun kapasitas 184 MW menggunakan 19 mesin dan berbahan bakar liquefied natural gas (LNG). PLTG Arun akan menjadi PLTG terbesar di Indonesia dan dibangun di Lhokeumawe, Aceh. Sementara itu, PLTG Bangkanai kapasitas 155 MW akan menggunakan 16 mesin dan dibangun di Bangkanai, Kalimantan Tengah.
Kedua PLTG tersebut memiliki kapasitas 339 MW diperkirakan dapat menerangi lebih dari 150.000 rumah. Selanjutnya, selama proses pembangunan dan operasionalnya diperkirakan akan dapat menyerap 600 tenaga kerja di kedua wilayah tersebut.(Pew/Shd)
Baca juga
Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji menyatakan keputusan berutang harus dilakukan karena pendapatan perusahaan dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tidak lagi mencukupi kebutuhan pendanaan pembangkit dengan skala tertentu.
"Kalau mau bangun pembangkit listrik, harus berani pinjam (utang). Kecuali kami punya uang sendiri, pendapatan besar atau pemerintah kasih APBN. Apalagi kami terus menambah kapasitas," kata Nur, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (22/1/2014).
PLN sampai saat ini diketahui telah mengantongi utang hingga Rp 200 triliun. Angka tersebut kemungkinan bertambah karena perusahaan baru saja memperoleh pinjaman dari Standard Chartered Bank melalui proses lelang yang kompetitif.
"Penandatanganan ini merupakan hasil lelang yang kompetitif," tuturnya.
PLN diketahui baru saja memperoleh fasilitas pinjaman dari Standard Chartered Bank untuk memfasilitasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) senilai 160 juta euro atau Rp 2,6 triliun. Pinjaman ini akan digunakan untuk membiayai dua PLTG dengan menggunakan 35 mesin Wartsila 34SG di Nanggro Aceh Darussalam dan Kalimantan Tengah.
PLTG Arun kapasitas 184 MW menggunakan 19 mesin dan berbahan bakar liquefied natural gas (LNG). PLTG Arun akan menjadi PLTG terbesar di Indonesia dan dibangun di Lhokeumawe, Aceh. Sementara itu, PLTG Bangkanai kapasitas 155 MW akan menggunakan 16 mesin dan dibangun di Bangkanai, Kalimantan Tengah.
Kedua PLTG tersebut memiliki kapasitas 339 MW diperkirakan dapat menerangi lebih dari 150.000 rumah. Selanjutnya, selama proses pembangunan dan operasionalnya diperkirakan akan dapat menyerap 600 tenaga kerja di kedua wilayah tersebut.(Pew/Shd)
Baca juga
Bangun PLTG Terbesar di RI, PLN Raup Pinjaman Rp 2,6 Triliun
Pemerintah Ajak Swasta Bangun Pembangkit buat Smelter
Advertisement
PLN Terangi Daerah Terpencil Pakai Minyak Kelapa Sawit
Baca Juga