Ribuan warga Kota Batu, Jawa Timur, yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) mendatangi Balaikota Batu. Kedatangan mereka untuk menolak pembangunan sebuah hotel di dekat sumber air Gemulo.
"Pembangunan hotel berpotensi merusak sumber air dan lingkungan. Kami tidak ingin lingkungan konservasi ini dirusak oleh pembangunan," kata Zainal, salah seorang demonstran dalam orasinya, Kamis (23/1/2014).
Menurutnya, Walikota Batu, Eddy Rumpoko, pernah berjanji mencabut izin pembangunan. Faktanya, sampai sekarang pembangunan masih berlangsung. Karena itu warga menuntut Eddy Rumpoko untuk merealisasikan janjinya.
"Jakarta sudah banjir karena kerusakan lingkungan di Bogor. Manado juga mengalami kerusakan lingkungan hingga ada banjir. Kami tidak ingin Kota Batu mengalami kejadian yang sama," tandas Zainal.
Hotel The Rayja dibangun dalam radius sekitar 200 meter dari sumber air Gemulo. Sumber air tersebut digunakan masyarakat Desa Bulukerto, Desa Bumiaji, dan desa sekitarnya. Warga menilai lokasi pembangunan hotel juga berada di kawasan konservasi.
Penolakan warga terhadap pembangunan Hotel The Rayja sendiri sudah dilakukan berkali-kali. Bahkan, konflik ini pernah dimediasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Kementerian Lingkungan Hidup juga sudah melakukan kajian. Hasilnya, diterbitkan rekomendasi bahwa perizinan pembangunan hotel yang diterbitkan Pemkot Batu tersebut menyalahi prosedur. Ombudsman Republik Indonesia juga mengeluarkan rekomendasi serupa.
Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Purnawan D Negara, mengatakan warga berhak memperjuangkan haknya atas air.
"Pasal 66 Undang-undang Lingkungan Hidup menyebutkan, setiap orang berhak memperjuangkan haknya untuk lingkungan dan tak dapat dipidanakan atau digugat secara perdata," kata Purnawan.
Warga sendiri berjalan kaki sejauh 2 kilometer dari Desa Bumiaji menuju Balaikota Batu. Aksi tersebut membuat jalur utama Malang-Kediri lumpuh dan terpaksa dialihkan. Ratusan personel kepolisian disiagakan mengamankan aksi ini. (Ado/Yus)
"Pembangunan hotel berpotensi merusak sumber air dan lingkungan. Kami tidak ingin lingkungan konservasi ini dirusak oleh pembangunan," kata Zainal, salah seorang demonstran dalam orasinya, Kamis (23/1/2014).
Menurutnya, Walikota Batu, Eddy Rumpoko, pernah berjanji mencabut izin pembangunan. Faktanya, sampai sekarang pembangunan masih berlangsung. Karena itu warga menuntut Eddy Rumpoko untuk merealisasikan janjinya.
"Jakarta sudah banjir karena kerusakan lingkungan di Bogor. Manado juga mengalami kerusakan lingkungan hingga ada banjir. Kami tidak ingin Kota Batu mengalami kejadian yang sama," tandas Zainal.
Hotel The Rayja dibangun dalam radius sekitar 200 meter dari sumber air Gemulo. Sumber air tersebut digunakan masyarakat Desa Bulukerto, Desa Bumiaji, dan desa sekitarnya. Warga menilai lokasi pembangunan hotel juga berada di kawasan konservasi.
Penolakan warga terhadap pembangunan Hotel The Rayja sendiri sudah dilakukan berkali-kali. Bahkan, konflik ini pernah dimediasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Kementerian Lingkungan Hidup juga sudah melakukan kajian. Hasilnya, diterbitkan rekomendasi bahwa perizinan pembangunan hotel yang diterbitkan Pemkot Batu tersebut menyalahi prosedur. Ombudsman Republik Indonesia juga mengeluarkan rekomendasi serupa.
Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Purnawan D Negara, mengatakan warga berhak memperjuangkan haknya atas air.
"Pasal 66 Undang-undang Lingkungan Hidup menyebutkan, setiap orang berhak memperjuangkan haknya untuk lingkungan dan tak dapat dipidanakan atau digugat secara perdata," kata Purnawan.
Warga sendiri berjalan kaki sejauh 2 kilometer dari Desa Bumiaji menuju Balaikota Batu. Aksi tersebut membuat jalur utama Malang-Kediri lumpuh dan terpaksa dialihkan. Ratusan personel kepolisian disiagakan mengamankan aksi ini. (Ado/Yus)