Pertumbuhan utang luar negeri Indonesia diperkirakan masih melanjutkan perlambatan pada 2014. Hal itu seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dan investor menunggu hasil pemilihan umum (pemilu).
Ekonom David Sumual mengatakan, pertumbuhan utang luar negeri Indonesia melambat mulai terlihat sejak 2013. Hal itu sejalan dengan perlambatan ekonomi.
"Perkiraan tahun ini, utang luar negeri masih melambat. Pelaku industri masih wait and see untuk investasi pada semester pertama 2014. Lalu daftar negatif investasi juga belum dirilis," ujar David, seperti ditulis Minggu (26/1/2014).
David menambahkan, investor juga masih khawatir situasi politik dengan penyelenggaraan pemilihan umum pada 9 April dan 9 Juli 2014. Hal itu juga menjadi pertimbangan untuk investasi.
"Belum tahu arah kebijakan ekonomi ke depan dengan adanya pemilu jadi utang juga akan turun," kata David.
David menilai, harga komoditas turun menyebabkan sektor komoditas melambat sehingga perusahaan juga enggan untuk menarik utangnya pada 2013. Meski demikian, investasi sektor tambang mineral akan tinggi pada 2014.
Berdasarkan data BI, utang luar negeri swasta terutama pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencapai 26%, industri pengolahan sebesar 20%, sektor pertambangan sebesar 18%, dan sektor listrik, gas dan air bersih sekitar 12%.
"Adanya pelarangan ekspor mineral dan pengenaan bea keluar membuat perusahaan mendirikan smelter untuk melakukan pemurnian dan pengolahan mineral sehingga kemungkinan ada penarikan utang untuk smelter. Kalau dilihat secara keseluruhan untuk bangun smelter sekitar 40-60 persen dari utang, dan sisanya modal sendiri," ujar David.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menilai, utang luar negeri Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan terus melambat secara tahunan terutama utang luar negeri publik yang telah mengalami pertumbuhan negatif.
Posisi utang Indonesia menjadi US$ 260,3 miliar pada November 2013. Direktur Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty menuturkan, memang ada sejumlah faktor yang membuat pertumbuhan utang melambat antara lain Pertama, pertumbuhan ekonomi ke depan. BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,8%-6% pada 2014. Kedua, nilai tukar rupiah. Ketiga, ekspor.
Selain itu, kondisi ekonomi global dengan adanya perkiraan kenaikan suku bunga di negara maju juga akan menjadi pertimbangan perusahaan untuk menarik pembiayaan.
"Kuartal pertama kegiatan ekonomi belum terlalu banyak, mulai bangkit lagi kuartal kedua. Kalau kuartal pertama masih awal-awal. Ini juga tergantung kebijakan perusahaan untuk pembiayaannya," kata Hendy.
Ekonom David Sumual mengatakan, pertumbuhan utang luar negeri Indonesia melambat mulai terlihat sejak 2013. Hal itu sejalan dengan perlambatan ekonomi.
"Perkiraan tahun ini, utang luar negeri masih melambat. Pelaku industri masih wait and see untuk investasi pada semester pertama 2014. Lalu daftar negatif investasi juga belum dirilis," ujar David, seperti ditulis Minggu (26/1/2014).
David menambahkan, investor juga masih khawatir situasi politik dengan penyelenggaraan pemilihan umum pada 9 April dan 9 Juli 2014. Hal itu juga menjadi pertimbangan untuk investasi.
"Belum tahu arah kebijakan ekonomi ke depan dengan adanya pemilu jadi utang juga akan turun," kata David.
David menilai, harga komoditas turun menyebabkan sektor komoditas melambat sehingga perusahaan juga enggan untuk menarik utangnya pada 2013. Meski demikian, investasi sektor tambang mineral akan tinggi pada 2014.
Berdasarkan data BI, utang luar negeri swasta terutama pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencapai 26%, industri pengolahan sebesar 20%, sektor pertambangan sebesar 18%, dan sektor listrik, gas dan air bersih sekitar 12%.
"Adanya pelarangan ekspor mineral dan pengenaan bea keluar membuat perusahaan mendirikan smelter untuk melakukan pemurnian dan pengolahan mineral sehingga kemungkinan ada penarikan utang untuk smelter. Kalau dilihat secara keseluruhan untuk bangun smelter sekitar 40-60 persen dari utang, dan sisanya modal sendiri," ujar David.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menilai, utang luar negeri Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan terus melambat secara tahunan terutama utang luar negeri publik yang telah mengalami pertumbuhan negatif.
Posisi utang Indonesia menjadi US$ 260,3 miliar pada November 2013. Direktur Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty menuturkan, memang ada sejumlah faktor yang membuat pertumbuhan utang melambat antara lain Pertama, pertumbuhan ekonomi ke depan. BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,8%-6% pada 2014. Kedua, nilai tukar rupiah. Ketiga, ekspor.
Selain itu, kondisi ekonomi global dengan adanya perkiraan kenaikan suku bunga di negara maju juga akan menjadi pertimbangan perusahaan untuk menarik pembiayaan.
"Kuartal pertama kegiatan ekonomi belum terlalu banyak, mulai bangkit lagi kuartal kedua. Kalau kuartal pertama masih awal-awal. Ini juga tergantung kebijakan perusahaan untuk pembiayaannya," kata Hendy.