Sop ikan sama nasi pastinya enak, apalagi kalau disantap ketika masih hangat. Tapi bagaimana kalau sop ikan dan nasi ternyata adalah kepanjangan dari somasi atau teguran dari presiden?
Hal itulah yang menimpa Menteri Koordinator Bidang Ekonomi (Ekuin) era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Rizal Ramli. Dia disomasi tim kuasa hukum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang diketuai Palmer Situmorang pada 22 Januari 2014.
Advertisement
Somasi dilayangkan terkait tudingan Rizal kepada SBY bahwa ada gratifikasi kepada Wakil Presiden Boediono atas dana talangan Bank Century. Pernyataan itu disampaikan Rizal pada sebuah stasiun televisi swasta nasional.
"Banyak yang tanya saya kenapa saya disomasi? Dan banyak yang tanya juga apa itu somasi? Maka saya jawab, somasi itu kepanjangan dari sop ikan sama nasi," kata Rizal bersama kuasa hukumnya di Gedung Joeang, Jalan Menteng Raya 31, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2014).
Dia menduga, sangkaan yang ditujukan atas somasi yang dilayangkan terhadap dirinya, tidak terlepas dari keterkaitan latar belakangnya yang merupakan seorang aktivis prodemokrasi. Aktivis yang kerap dituding melakukan banyak gerakan radikal.
200 Pengacara Bela Rizal Ramli
Disomasi SBY, Rizal mengaku tak takut, karena ia mengklaim mendapat banyak dukungan dari 200 pengacara yang siap membantunya. Puluhan pengacara yang mendukungnya itu bergabung secara sukarela dan tidak dibayar baik dengan uang atau imbalan apapun.
Pengacara yang tergabung dalam tim hukum pengawal demokrasi dan kebebasan berpendapat itu diketuai Otto Hasibuan. Rizal menegaskan, bersama tim tersebut, dirinya akan terus memperjuangkan hak kebebasan berpendapat.
Dia menolak disebut menuduh SBY terkait pernyataannya soal gratifikasi jabatan Wakil Presiden Boediono. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan pada salah satu stasiun televisi nasional, 26 November 2013 lalu itu merupakan pendapat dan analisis secara umum. Bukan tuduhan."Kita bisa lihat dari pernyataan saya di Metro TV yang dikutip Tim Kuasa Hukum SBY untuk melayangkan somasi itu. Tidak ada satupun tuduhan yang mengatakan Presiden telah melakukan gratifikasi jabatan. Saya tidak menuduh SBY, hanya menganalisis," kata Rizal.
Menurutnya, dalam acara itu, dia hanya memberikan analisis dan ulasan mengenai bagaimana sebuah gratifikasi jabatan bekerja. Analisis itu juga diberikan secara umum. Bukan hanya kepada SBY.
Rizal juga mengaku nyaris dijebloskan ke penjara oleh SBY sebanyak 2 kali. Alasanya, Rizal dianggap berseberangan pendapat dengan pemerintah.Presiden Pertama Somasi Warga
Langkah Presiden SBY melalui pengacaranya menyomasi mantan Menteri Ekuin itu dipertanyakan kuasa hukum Rizal Ramli, Otto Hasibuan. Otto mempertanyakan kapasitas SBY menyomasi Rizal.
Otto mengatakan, jika SBY melayangkan somasi itu sebagai Presiden, hal tersebut bakal menjadi sejarah. Karena hal itu hingga kini belum ada Presiden manapun di seluruh dunia yang berperkara dengan warga negaranya.
"Pak Rizal ini kan statusnya warga negara sekarang. Dia tidak menjabat pemerintahan. Dia tidak di DPR, bukan anggota partai politik. Jadi SBY ini Presiden pertama di dunia yang somasi warga negaranya," ujarnya.
Lagipula, menurut Otto, jika sebagai presiden ingin menggunakan upaya hukum, SBY harus menggunakan Jaksa Agung sebagai pengacaranya. SBY tak bisa menggunakan pihak swasta seperti yang dilakukannya saat ini.
Namun, jika SBY melayangkan somasi atas nama pribadi atau keluarganya, menurut Otto juga tidak tepat. Sebab, pernyataan yang dilayangkan Rizal mengenai gratifikasi jabatan Wakil Presiden Boediono sama sekali tidak menyingung SBY secara pribadi maupun keluarga.
Otto menyatakan, membela Rizal karena merasa prihatin. Menurutnya, kehidupan demokrasi dan kebebasan berpendapat akan segera mati dengan adanya somasi tersebut.
Otto menambahkan, jika seseorang yang menyuarakan pendapat disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia, hal itu ancaman bagi demokrasi di Indonesia.
Tuduhan Serius
Pihak Istana menyatakan, pernyataan Rizal Ramli tentang gratifikasi terhadap Wakil Presiden Boediono adalah tuduhan yang sangat serius.
"Itu memang tuduhan yang sangat serius, tuduhan yang disampaikan tidak berdasarkan kondisi yang sebenarnya," ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 27 Januari 2014.
Oleh karena itu, kata Julian, Rizal harus menjawab somasi yang dilayangkan kuasa hukum SBY. "Saya tidak begitu mengerti hukum dan tidak punya pengetahun mendalam soal hukum, yang jelas bilamana suatu somasi itu dilayangkan, tentu harus ada respons atau jawaban. Tapi kalau kemudian ada istilah tidak menanggapi, saya tidak mengetahui, itu soal hukum, biarkan hukum yanng bekerja," tandas Julian.
Julian juga mengatakan, sebaiknya masalah hukum diselesaikan di ranah hukum, bukan di media. Bukan pula dengan propaganda atau pernyataan-pernyataan yang macam-macam. Dia mengaku tak bisa mengomentari adanya 200 pengacara yang disiapkan Rizal Ramli.
Julian mengatakan, kasus somasi ini bukan porsi Jaksa Agung sebagai pengacara negara.
"Pak SBY sebagai Presiden jika berurusan dengan hukum memang ada pengacara negara, yaitu Jaksa Agung. Jadi kalau konteksnya sebagai Presiden, Jaksa Agung yang bekerja. Tapi kalau sebagai pribadi, tidak boleh Jaksa Agung masuk ke sana. Ini kan tidak dibenarkan secara konstitusi atau secara aturan," jelasnya.
Inilah pernyataan kontroversial itu
"Saya tidak pernah menggunakan istilah barter tapi gratifikasi. Jadi di dalam kasus-kasus korupsi, gratifikasi biasanya menyangkut uang, terutama di tingkat gubernur dan bupati. Atau gratifikasi perempuan, dan ada juga gratifikasi jabatan.
Dalam banyak kasus seperti ini, biasanya yang bersangkutan tidak menerima uang, tetapi in return mendapatkan jabatan sebagai gratifikasi. Saya tahu karena sekretaris pemilihan calon wakil Presiden SBY 2009 menceritakan ada 9 nama sebagai calon wakil presiden, tapi last minute hilang semua nama itu dan tiba-tiba muncul nama Boediono setelah dilakukan penurunan CAR, agar Bank Century bisa di-bail out.
Dalam kasus gratifikasi jabatan, biasanya pejabat yang bersangkutan tidak terima uang. Mantan Gubernur BI Syahril Sabirin nggak terima uang seperak pun. Tapi dia dijanjikan jika pembayaran tagihan inter-bank Bank Bali diloloskan Rp 1,3 triliun, nanti akan diangkat lagi jadi Gubernur Bank Indonesia selama 5 tahun.
Pak Burhanuddin nggak terima uang seperak pun. Dalam kasus Pak Boediono, saya percaya nggak terima uang satu rupiah pun. Tetapi in return, Pak Boediono yang tadinya tidak masuk dalam sembilan calon wakil presiden, begitu Bank Century di-bail out, langsung dinominasikan sebagai calon wakil presiden," (Mvi/Ali)
Baca juga:
Pengacara Rizal Ramli: SBY Presiden Pertama yang Somasi Warganya
200 Pengacara Rizal Ramli Siap Hadapi Somasi Kuasa Hukum SBY
Rizal Ramli Mengaku Hampir Dipenjara SBY 2 Kali