Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terjerat sejumlah kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan sengketa pilkada di MK. Dia disangkakan menerima suap untuk mengurus sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten 2013, dan Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013.
Selain itu, mantan kader Partai Golkar yang pernah duduk di Komisi III DPR itu juga disangkakan menerima gratifikasi dalam pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan 2013, dan Pilkada Kota Palembang 2013.
Menanggapi hal itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menilai, Akil semasa menjabat Ketua MK telah merusak demokrasi, karena memenangkan sejumlah pilkada untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
"Ya, tentu (merusak demokrasi). Itu jelas salah. Masa demokrasi dimenangkan secara salah," kata pria yang akrab disapa JK itu usai diskusi 'Pemberantasan Korupsi Politik, Politisasi Pemberantasan Korupsi' di KPK, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Sebelumnya, Akil Mochtar diduga menerima uang sebesar Rp 3 miliar untuk pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013. Serta Rp 1 miliar untuk sengketa Pilkada Lebak, Banten 2013.
Untuk kasus sengketa pengurusan Pilkada Gunung Mas, Akil disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan kasus Pilkada Lebak, Akil disangka dengan Pasal 12 huruf C UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Bekas Politikus Golkar itu juga dijerat dengan Pasal 3 dan 4 UU No 8/2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan Pasal 3 atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15/2002 UU TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Akil juga diduga menerima gratifikasi dalam pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan 2013, dan Pilkada Kota Palembang, Sumsel 2013. Dalam kasus ini dia dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor. (Mut/Yus)
Selain itu, mantan kader Partai Golkar yang pernah duduk di Komisi III DPR itu juga disangkakan menerima gratifikasi dalam pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan 2013, dan Pilkada Kota Palembang 2013.
Menanggapi hal itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menilai, Akil semasa menjabat Ketua MK telah merusak demokrasi, karena memenangkan sejumlah pilkada untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
"Ya, tentu (merusak demokrasi). Itu jelas salah. Masa demokrasi dimenangkan secara salah," kata pria yang akrab disapa JK itu usai diskusi 'Pemberantasan Korupsi Politik, Politisasi Pemberantasan Korupsi' di KPK, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Sebelumnya, Akil Mochtar diduga menerima uang sebesar Rp 3 miliar untuk pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013. Serta Rp 1 miliar untuk sengketa Pilkada Lebak, Banten 2013.
Untuk kasus sengketa pengurusan Pilkada Gunung Mas, Akil disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan kasus Pilkada Lebak, Akil disangka dengan Pasal 12 huruf C UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Bekas Politikus Golkar itu juga dijerat dengan Pasal 3 dan 4 UU No 8/2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan Pasal 3 atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15/2002 UU TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Akil juga diduga menerima gratifikasi dalam pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan 2013, dan Pilkada Kota Palembang, Sumsel 2013. Dalam kasus ini dia dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor. (Mut/Yus)