Pemerintah setuju memperpanjang tenggat waktu bagi PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) untuk melaporkan rencana bisnisnya. Hal ini sesuai dengan permintaan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan guna menuntaskan rencana bisnis maskapai pelat merah tersebut.
Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menilai Merpati sebenarnya memiliki pasar tersendiri, terutama di wilayah Indonesia timur. Sayangnya, keunggulan yang dimiliki Merpati tersebut seharusnya ditunjang dengan ketersediaan pesawat yang baru dan cocok untuk rute penerbangannya itu.
"Kalau sekarang dia (Merpati) diberi pesawat baru, sehingga dia bisa berkompetisi saya kira peluang untuk dia mengudara masih terbuka. Tetapi fokusnya tidak lagi memakai pesawat yang Boeing 737, tetapi fokus ke pesawat yang kecil-kecil seperti twin otter saja, didaerah pedalaman. Nanti kalau dia sudah kembali lagi, baru main ke pesawat besar," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (2/2/2014).
Jika tetap dipaksakan beroperasi dengan pesawat yang lama, Dudi justru khawatir Merpati sulit bersaing dengan maskapai lain. "Karena saat ini kalau pun dia masih bisa terbang, tetapi dia tidak bisa berkompetisi dengan pesawat dari maskapai lain," lanjutnya.
Untuk menyelamatkan Merpati dengan menambah armada baru sebetulnya bisa dilakukan lewat dua cara. Pertama, melalui cara kerjasama dengan 1-2 investor yang bersedia membantu pengadaan pesawat. Merpati bisa menggunakan skema bagi hasil atau sewa pada pesawat tersebut.
"Karena ini kan perusahaan negara jadi tidak bisa dibeli oleh swasta, tetapi kalau kerjasama kan bisa," jelasnya.
Upaya penyelamatan kedua adalah perbaikan manajemen internal dari perusahaan. "Budaya-budaya yang sudah ada tahunan disitu harus dibersihkan," tandasnya.(Dny/Shd)
Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menilai Merpati sebenarnya memiliki pasar tersendiri, terutama di wilayah Indonesia timur. Sayangnya, keunggulan yang dimiliki Merpati tersebut seharusnya ditunjang dengan ketersediaan pesawat yang baru dan cocok untuk rute penerbangannya itu.
"Kalau sekarang dia (Merpati) diberi pesawat baru, sehingga dia bisa berkompetisi saya kira peluang untuk dia mengudara masih terbuka. Tetapi fokusnya tidak lagi memakai pesawat yang Boeing 737, tetapi fokus ke pesawat yang kecil-kecil seperti twin otter saja, didaerah pedalaman. Nanti kalau dia sudah kembali lagi, baru main ke pesawat besar," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (2/2/2014).
Jika tetap dipaksakan beroperasi dengan pesawat yang lama, Dudi justru khawatir Merpati sulit bersaing dengan maskapai lain. "Karena saat ini kalau pun dia masih bisa terbang, tetapi dia tidak bisa berkompetisi dengan pesawat dari maskapai lain," lanjutnya.
Untuk menyelamatkan Merpati dengan menambah armada baru sebetulnya bisa dilakukan lewat dua cara. Pertama, melalui cara kerjasama dengan 1-2 investor yang bersedia membantu pengadaan pesawat. Merpati bisa menggunakan skema bagi hasil atau sewa pada pesawat tersebut.
"Karena ini kan perusahaan negara jadi tidak bisa dibeli oleh swasta, tetapi kalau kerjasama kan bisa," jelasnya.
Upaya penyelamatan kedua adalah perbaikan manajemen internal dari perusahaan. "Budaya-budaya yang sudah ada tahunan disitu harus dibersihkan," tandasnya.(Dny/Shd)