Ancaman kebangkrutan yang dihadapi PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dituding akibat ketidakcakapan manajemen pengelola perusahaan. Maskapai pelat merah ini dianggap hanya bisa selamat jika dipimpin prang yang independen terutama dari kemungkinan menjadi `sapi perah` pihak-pihak tertentu.
Pengamat transportasi dari Universitas Gajah Mada menilai turunnya kinerja Merpati bukan dipicu surutnya minat penumpang pada rute penerbangan yang dilalui perusahaan. Terbukti jam penerbangan dari maskapai lain yang sama dengan Merpati justru tumbuh signifikan.
"Saya lihat Merpati kesalahan manajemen, pesawat lain bisa tumbuh, maskapai penerbangan lain malah menambah pesawat karena penerbangan meningkat," kata Joko, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Melihat persoalan yang terjadi, Joko menilai Merpati sebetulnya membutuhkan figur independen untuk mengelola perusahaan. Alasannya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak hanya mendapat gangguan dari internal tetapi juga ekternal perusahaan.
Gangguan ekternal yang dimaksud adalah oknum yang berusaha menjadikan Merpati sebagai sapi perahan.
"Dirutnya sering diganggu DPR, tapi nggak semua DPR, tapi rata-rata. Jadi sapi perahan. Penerbangan swasta tumbuh, kenapa pemerintah tidak tumbuh, karena ada yang minta bagian juga. Karena itu butuh direksi yang independen," ungkapnya.
Joko khawatir bangkrutnya Merpati tidak hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat yang kekurangan akses transportasi. Selama ini Merpati menjadi angkutan utama khususnya bagi masyarakat yang wilayahnya terpencil.
"Itu tadi yang dirugikan masyarakat, BUMN disuport dikasih suntikan dana oknumnya minta uang," pungkasnya.(Pew/Shd)
Baca juga
Pengamat transportasi dari Universitas Gajah Mada menilai turunnya kinerja Merpati bukan dipicu surutnya minat penumpang pada rute penerbangan yang dilalui perusahaan. Terbukti jam penerbangan dari maskapai lain yang sama dengan Merpati justru tumbuh signifikan.
"Saya lihat Merpati kesalahan manajemen, pesawat lain bisa tumbuh, maskapai penerbangan lain malah menambah pesawat karena penerbangan meningkat," kata Joko, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Melihat persoalan yang terjadi, Joko menilai Merpati sebetulnya membutuhkan figur independen untuk mengelola perusahaan. Alasannya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak hanya mendapat gangguan dari internal tetapi juga ekternal perusahaan.
Gangguan ekternal yang dimaksud adalah oknum yang berusaha menjadikan Merpati sebagai sapi perahan.
"Dirutnya sering diganggu DPR, tapi nggak semua DPR, tapi rata-rata. Jadi sapi perahan. Penerbangan swasta tumbuh, kenapa pemerintah tidak tumbuh, karena ada yang minta bagian juga. Karena itu butuh direksi yang independen," ungkapnya.
Joko khawatir bangkrutnya Merpati tidak hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat yang kekurangan akses transportasi. Selama ini Merpati menjadi angkutan utama khususnya bagi masyarakat yang wilayahnya terpencil.
"Itu tadi yang dirugikan masyarakat, BUMN disuport dikasih suntikan dana oknumnya minta uang," pungkasnya.(Pew/Shd)
Baca juga
Merpati Masih Bisa Hidup Jika Lakukan 2 Strategi Ini
Advertisement
3 Bulan Tak Digaji, Pegawai Merpati Terpaksa Berutang