Temuan beras impor Vietnam golongan medium di pasar Indonesia terus menuai reaksi dari sejumlah kalangan. Banyak yang menuding dua kementerian teknis, yakni Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap masalah ini.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, persoalan kesamaan kode HS antara beras premium dan medium bukan penyebab dari peredaran beras impor Vietnam.
"Intinya bukan di situ (HS) karena itu sudah lari ke persoalan teknis. Paling penting kalau beras tidak boleh impor (medium), jangan dikasih izinnya," ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/2/2014).
Jika menyangkut perizinan, artinya Kementan berwenang memberikan rekomendasi impor, lalu Kemendag sebagai pihak yang mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) kepada importir.
"Faktanya impor Bulog (beras) lebih kecil dari pada impor oleh swasta. Ini yang harus diberesin kan?. Kalau Bea Cukai kan di ujung dan cuma lihat HS. Tapi isu harus dicari pangkalnya. Rekomendasi harus, tapi kalau memang (impor) beras lain tak boleh dan harus beras khusus, ya jangan dimasukin," tegas Chatib.
Dia membenarkan bahwa penyatuan HS memang akan membuka celah impor beras medium masuk ke pasar Indonesia.
"Intinya ada di rekomendasi dan izin. Kalau memang mau diserahkan ke Bulog untuk dia yang melakukan (impor) dan kontrol ya dikasih saja. Tapi jika ada keraguan importinya nakal, jangan diberikan. Karena mesti ada track record-nya," ujarnya.
Chatib memastikan, pemisahan kode HS antara beras medium dan premium bisa dilakukan tanpa merepotkan kinerja Bea dan Cukai.
"Tidak repot karena orang yang di lapangan bekerja sesuai aturan. Bisa saja (HS) dipisah tapi pangkal ada di rekomendasi dan izin," pungkas dia. (Fik/Nrm)
Baca juga:
Pemerintah Diminta Tak Saling Tuding Soal Impor Beras Vietnam
Kemendag Curigai 3 Importir Terkait Beras Impor Asal Vietnam
Musim Hujan, Pasokan Beras ke Bulog Turun
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, persoalan kesamaan kode HS antara beras premium dan medium bukan penyebab dari peredaran beras impor Vietnam.
"Intinya bukan di situ (HS) karena itu sudah lari ke persoalan teknis. Paling penting kalau beras tidak boleh impor (medium), jangan dikasih izinnya," ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/2/2014).
Jika menyangkut perizinan, artinya Kementan berwenang memberikan rekomendasi impor, lalu Kemendag sebagai pihak yang mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) kepada importir.
"Faktanya impor Bulog (beras) lebih kecil dari pada impor oleh swasta. Ini yang harus diberesin kan?. Kalau Bea Cukai kan di ujung dan cuma lihat HS. Tapi isu harus dicari pangkalnya. Rekomendasi harus, tapi kalau memang (impor) beras lain tak boleh dan harus beras khusus, ya jangan dimasukin," tegas Chatib.
Dia membenarkan bahwa penyatuan HS memang akan membuka celah impor beras medium masuk ke pasar Indonesia.
"Intinya ada di rekomendasi dan izin. Kalau memang mau diserahkan ke Bulog untuk dia yang melakukan (impor) dan kontrol ya dikasih saja. Tapi jika ada keraguan importinya nakal, jangan diberikan. Karena mesti ada track record-nya," ujarnya.
Chatib memastikan, pemisahan kode HS antara beras medium dan premium bisa dilakukan tanpa merepotkan kinerja Bea dan Cukai.
"Tidak repot karena orang yang di lapangan bekerja sesuai aturan. Bisa saja (HS) dipisah tapi pangkal ada di rekomendasi dan izin," pungkas dia. (Fik/Nrm)
Baca juga:
Pemerintah Diminta Tak Saling Tuding Soal Impor Beras Vietnam
Kemendag Curigai 3 Importir Terkait Beras Impor Asal Vietnam
Musim Hujan, Pasokan Beras ke Bulog Turun