Pengusaha tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) mengalami kerugian hingga Rp 45 triliun sejak pemerintah memberlakukan larangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indutri Indonesia (Kadin) Bidang Pemberdayaan dan Bulog, Natsir Mansyur mengatakan, diberlakukannya Undang-Undang yang mengamanatkan pelarangan ekpor mineral mentah tersebut membuat para pengusaha tidak melakukan aktivitas produksi karena tidak bisa mengekspor hasi produksinya.
Hal tersebut berdampak pada finansial para pengusaha, sehingga para pengusaha tidak bisa membayar kewajibannya. "Karena kredit macet leasing tidak bisa bayar, ya sudah tidak keluar itu barang. Kalau mau disita, sitalah," kata Natsir dalam konferensi pers di Menara Kadin Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Natsir mengungkapkan, perusahaan tambang pemegang IUP kesulitan membangunan pabrik pengelolaan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri. Karena itu, perusahaan tambang memilih untuk menghentikan kegiatan produksi ketimbang harus merugi terus menerus.
"Apalagi kebijakan Bea Keluar (BK) progresif olahan mineral yang diterapkan Menteri Keungan (Menkeu) sangat menyulitkan perusahaan tambang," pungkasnya. (Pew/Ndw)
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indutri Indonesia (Kadin) Bidang Pemberdayaan dan Bulog, Natsir Mansyur mengatakan, diberlakukannya Undang-Undang yang mengamanatkan pelarangan ekpor mineral mentah tersebut membuat para pengusaha tidak melakukan aktivitas produksi karena tidak bisa mengekspor hasi produksinya.
Hal tersebut berdampak pada finansial para pengusaha, sehingga para pengusaha tidak bisa membayar kewajibannya. "Karena kredit macet leasing tidak bisa bayar, ya sudah tidak keluar itu barang. Kalau mau disita, sitalah," kata Natsir dalam konferensi pers di Menara Kadin Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Natsir mengungkapkan, perusahaan tambang pemegang IUP kesulitan membangunan pabrik pengelolaan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri. Karena itu, perusahaan tambang memilih untuk menghentikan kegiatan produksi ketimbang harus merugi terus menerus.
"Apalagi kebijakan Bea Keluar (BK) progresif olahan mineral yang diterapkan Menteri Keungan (Menkeu) sangat menyulitkan perusahaan tambang," pungkasnya. (Pew/Ndw)