Pemerintah menyatakan pantang mundur untuk menerapkan Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009 terkait larangan ekspor mineral mentah (ore) dan pengenaan Bea Keluar (BK) mineral olahan sebesar 60%.
Penegasan ini menyusul lobi-lobi manajemen Freeport Amerika Serikat (AS) kepada pemerintah Indonesia atas keberatan pemberlakuan BK.
"Kok tidak percaya sekali sih, kami akan tetap menjalankan Undang-undang (UU). Intinya Freeport dan Newmont tetap harus membangun smelter dalam tiga tahun karena tidak boleh ragu-ragu," ujar Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, di kantornya, Jakarta, Kamis (6/2/2014).
Dia mengungkapkan, pemerintah bukan mencari uang atau menggenjot penerimaan negara lewat aturan BK mineral. Namun, tujuan utama adalah supaya perusahaan tambang membangun smelter.
"Kami sadar kok orang bicaranya akan mengalami defisit (dengan aturan BK dan larangan ekspor). Memang betul, Indonesia akan kehilangan pendapatan sekitar US$ 3 miliar di 2014 dari total pendapatan di 2013 sebesar US$ 12 miliar," ujarnya.
Namun pengorbanan itu akan terbayar dengan pendapatan berlipat-lipat dari kebijakan ini. Pemerintah memperkirakan mencetak pendapatan dari implementasi UU Minerba ini sebesar US$ 20 miliar pada 2017.
"Kalau kami mengalah dan tidak memberlakukan ini (kebijakan, kita akan dikuras habis tidak dapat apa-apa. Harga (mineral mentah) juga akan turun terus karena ditumpuk-tumpuk di China, misalnya bauksit 40 juta ton. Dan memang akan mengalami drop ekspor 56 juta ton bauksit dan 6 juta ton nikel," tutur Hatta.
Dia memastikan, apabila perusahaan tambang membangun smelter, tentu pajak ekspor BK progresif akan berkurang. Itu merupakan wewenang dari Kementerian Keuangan.
"Jangan cuma rencana saja, misalnya baru MoU tapi harus ground breaking. Tapi saya kira Menteri Keuangan akan memikirkan soal itu (BK) karena BK bukan untuk mencari uang, tapi kami betul-betul sangat serius mendorong mereka bangun smelter," pungkas Hatta. (Fik/Ahm)
Baca juga:
Tak Ada Pengecualiaan buat Freeport soal Ekspor Mineral Mentah
Wamen ESDM: Silahkan Saja Bos Freeport Protes
Ekspor Mineral Naik Drastis Sebulan Jelang Pelarangan
Penegasan ini menyusul lobi-lobi manajemen Freeport Amerika Serikat (AS) kepada pemerintah Indonesia atas keberatan pemberlakuan BK.
"Kok tidak percaya sekali sih, kami akan tetap menjalankan Undang-undang (UU). Intinya Freeport dan Newmont tetap harus membangun smelter dalam tiga tahun karena tidak boleh ragu-ragu," ujar Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, di kantornya, Jakarta, Kamis (6/2/2014).
Dia mengungkapkan, pemerintah bukan mencari uang atau menggenjot penerimaan negara lewat aturan BK mineral. Namun, tujuan utama adalah supaya perusahaan tambang membangun smelter.
"Kami sadar kok orang bicaranya akan mengalami defisit (dengan aturan BK dan larangan ekspor). Memang betul, Indonesia akan kehilangan pendapatan sekitar US$ 3 miliar di 2014 dari total pendapatan di 2013 sebesar US$ 12 miliar," ujarnya.
Namun pengorbanan itu akan terbayar dengan pendapatan berlipat-lipat dari kebijakan ini. Pemerintah memperkirakan mencetak pendapatan dari implementasi UU Minerba ini sebesar US$ 20 miliar pada 2017.
"Kalau kami mengalah dan tidak memberlakukan ini (kebijakan, kita akan dikuras habis tidak dapat apa-apa. Harga (mineral mentah) juga akan turun terus karena ditumpuk-tumpuk di China, misalnya bauksit 40 juta ton. Dan memang akan mengalami drop ekspor 56 juta ton bauksit dan 6 juta ton nikel," tutur Hatta.
Dia memastikan, apabila perusahaan tambang membangun smelter, tentu pajak ekspor BK progresif akan berkurang. Itu merupakan wewenang dari Kementerian Keuangan.
"Jangan cuma rencana saja, misalnya baru MoU tapi harus ground breaking. Tapi saya kira Menteri Keuangan akan memikirkan soal itu (BK) karena BK bukan untuk mencari uang, tapi kami betul-betul sangat serius mendorong mereka bangun smelter," pungkas Hatta. (Fik/Ahm)
Baca juga:
Tak Ada Pengecualiaan buat Freeport soal Ekspor Mineral Mentah
Wamen ESDM: Silahkan Saja Bos Freeport Protes
Ekspor Mineral Naik Drastis Sebulan Jelang Pelarangan