Pemerintah Singapura memprotes nama Kapal TNI AL (KRI) Usman-Harun lantaran bisa mengusik hati keluarga dari korban pengeboman di MacDonald House, Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965.
Nama kapal tersebut terdiri dari 2 nama pahlawan RI, yakni Usman dan Harun. Keduanya merupakan anggota Komando Korps Operasi (sekarang Marinir) RI yang dieksekusi mati oleh Singapura pada 17 Oktober 1968, karena dinyatakan bersalah atas pengeboman yang menewaskan 3 orang dan melukai 33 orang.
Meski demikian, Pemerintah RI tak akan menghilangkan nama Usman Harun pada KRI tersebut. Menko Polhukam Djoko Suyanto meminta Singapura mengerti bahwa perbedaan persepsi dan kebijakan tentang penamaan pahlawan pada masing-masing negara. Sebab pemberian nama itu sudah dipertimbangkan sesuai bobot pengabdian mereka.
Seperti apa sosok Usman dan Harun? Berdasarkan data literatur yang dihimpun Liputan6.com, Jumat (7/2/2014), Usman terlahir dengan nama Usman bin Haji Muhammad Ali. Sedangkan Harun dikenal dengan nama lengkap Harun Said dan terlahir dengan nama Thahir bin Said.
Usman lahir di Desa Tawangsari, Kelurahan Jatisaba, Kabupaten Purbalingga pada 18 Maret 1943. Ia adalah anak pasangan Haji Muhammad Ali dengan Rukiah Usman dikenal dengan sebutan Janatin atau Usman Janatin. Sementara Harun lahir di di Pulau Keramat Bawean, Jawa pada 4 April 1943 dari pasangan Mandar dan Aswiyani.
Usman bergabung dengan pendidikan militer yang digelar Korps Komando Operasi (KKO, sekarang Marinir) Angkatan Laut di Malang, Jawa Timur pada 1 Juni 1962. Dua tahun berselang, Harun bergabung dengan TNI AL pada 1964.
Pertemuan Usman dan Harun terjadi pada 1964 saat latihan tambahan berupa intelijen, kontraintelijen, sabotase, demolisi, gerilya, hingga perang hutan di Cisarua Bogor selama satu bulan. Keduanya kemudian diperintahkan untuk masuk ke Singapura dan melakukan pemboman di MacDonald House.
Tragedi Bom di MacDonald House
Berdasarkan laporan koran Straits Times, Usman dan Harun diperintahkan pemerintah RI yang dipimpin Sukarno untuk melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Singapura, kala itu, merupakan bagian dari Malaysia.
Konfrontasi yang dikenal dengan slogan `Ganyang Malaysia` itu dilakukan sebagai bentuk penolakan atas masuknya Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia, yang menurut Sukarno, bisa membuat Malaysia menjadi boneka Inggris.
Usman dan Harun kemudian melakukan pengeboman di Gedung Perkantoran Bank, MacDonald House, Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965 sore hari, sekitar pukul 15.07 waktu setempat, atau tujuh menit setelah pelayanan bank ditutup.
Bom diketahui meledak di dekat lift lantai mezzanine di gedung berlantai 10 itu. Ledakan menggelegar hingga membuat sebagian lantai runtuh ke lantai dasar. Jendela-jendela di sekitarnya hancur.
Dua dari tiga korban tewas di antaranya adalah seorang sekretaris pribadi manajer sebuah bank bernama Suzie Choo dan petugas arsip bank, Juliet Goh. Bom juga menggelegar hingga ke luar gedung dan melukai orang-orang yang melintas di luar bangunan tersebut.
Usman dan Harun ditangkap 3 hari kemudian, pada 13 Maret 1965 di tengah laut, setelah terlihat oleh polisi yang sedang berpatroli laut Singapura. Saat ditangkap, keduanya tidak memakai seragam tentara sehingga tidak disidang sebagai tahanan perang.
Upaya pemerintah Indonesia membebaskan Usman dan Harun gagal. Dan pada akhirnya Usman Harun dieksekusi mati oleh Singapura pada 17 Oktober 1968, dengan cara dihukum gantung. Jenazah keduanya dikembalikan ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Sejak itu, hubungan Indonesia dan Singapura semakin memanas. Hubungan mereda saat PM Singapura Lee Kuan Yew menabur bunga di pusara Usman dan Harun di TMP Kalibata, pada tahun 1973 saat melawat ke Jakarta. Ziarah PM Lee itu dilakukan atas permintaan Presiden Soeharto.
Berdasarkan Keputusan Presiden Rl No.050ATK/Tahun 1968, Usman dan Harun diganjar penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. (Riz/Yus)
Baca juga:
Protes Nama KRI Usman-Harun, Singapura Dinilai Buta Sejarah
Singapura Protes Nama KRI Usman Harun, Menlu Marty: Kita Catat
Bapak Bangsa Singapura, Patung Raffles, dan Komunisme (1)
Lee Kuan Yew: Menikah Diam-diam Sampai Memerdekakan Singapura (2)
Lee Kuan Yew: Alergi Kritik Tapi Singapura Minim Korupsi (3)
Lee Kuan Yew: `Dipaksa` Kunjungi Makam Prajurit Indonesia (4)
Advertisement