Harapan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus tertunda seiring dengan pengunduran jadwal pengumuman hasil seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari Tenaga Honorer Kategori II (K2) tahun 2013 yang semula dijadwalkan pada 5 Februari.
Ironisnya, di antara para peserta tes CPNS yang sedang ketar-ketir menunggu pegumuman hasil seleksi, ada sejumlah pegawai yang telah mengabdi sebagai honorer selama belasan tahun. Menjalani keseharian sebagai honorer dalam kurun waktu sangat lama ternyata melahirkan gejolak batin yang cukup rumit.
Tengok saja, Supriadi (40), pria ini telah menjadi tenaga honorer sejak 11 tahun silam. Usia yang sudah semakin tua membuatnya memilih bertahan sebagai pekerja honorer meski kemungkinan untuk menjadi PNS kian menipis.
"Secara pribadi ya karena usia sudah 40 tahun, itu yang membuat saya tetap bertahan dan berharap. Saya akan tetap berusaha memberikan yang terbaik dan bekerja sebaik-baiknya. Tidak hanya tertuju pada impian jadi PNS saja," jelasnya.
Selama menjadi tenaga bantu di instansi tempatnya bekerja, dia merasa ada tekanan batin karena para PNS di sana seolah memandang rendah para pegawai honorer. Ada rasa sinis dari para PNS yang dirasakannya secara pribadi.
Sementara itu, tes CPNS tahun ini merupakan ujian yang ketiga kali diikutinya selama menjadi honorer. Dia berharap nasib baik menyertainya agar tidak mengulangi kegagalan pada dua tes sebelumnya.
Berbeda dengan Supriadi, salah satu pengajar di sekolah menengah kejuruan di Jawa Barat mengaku tak hanya alasan usia yang membuatnya tetap bertahan sebagai honorer selama 18 tahun sejak 1996.
"Yang pasti karena saya sudah menikah, dan guru (meski masih honorer) merupakan profesi yang cocok bagi ibu rumah tangga seperti saya," ungkap wanita berusia 41 tahun yang enggan menyebutkan namanya.
Wanita yang sudah tiga kali mengikuti tes CPNS ini mengaku tidak begitu berharap dirinya lolos dan mencicipi status PNS. Persaingan dengan senjata uang menjadi salah satu alasan yang membuat dirinya pesipis bisa lulus dalam tes kali ini.
"Kecil kemungkinannya, di kabupaten tempat saya mengabdi, saingannya isi amplop, dan saya tidak mau bersaing tidak sehat seperti itu," tuturnya.
Perbedaan antara PNS dan honorer juga dirasakan di instansi tempatnya mengabdi. Meskipun memang pihak manajemen tidak secara mencolok membeda-bedakan status pegawainya.
"Ya kalau guru kan ada sertifikasi, tunjangan dan lain-lain, saya yang honorer ya cuma bisa mendengarkan saja. Tetap terasa ada yang tidak enak dan mengganggu," jelasnya.
Sementara itu, kisah lain datang dari seorang tenaga honorer yang telah diperbantukan di sebuah dinas pemerintahan sejak 1998. Baginya, biaya hidup yang terus meningkat menjadi salah satu faktor yang membuatnya sangat berharap bisa diterima sebagai PNS. (Sis/Ndw)
"Ya kebutuhan hidup kan meningkat, misalnya dulu aja waktu 90-an tidak perlu beli pulsa, sekarang sudah seperti keharusan. Ya sangat berharaplah apalagi sudah lama jadi honorer," ungkap pria berusia 37 tahun itu.
Keyakinan dan kebutuhan hidup itulah yang membuatnya tetap bertahan sebagai tenaga honorer meski telah 16 tahun bekerja tanpa ada kepastian menjadi PNS.
Ironisnya, di antara para peserta tes CPNS yang sedang ketar-ketir menunggu pegumuman hasil seleksi, ada sejumlah pegawai yang telah mengabdi sebagai honorer selama belasan tahun. Menjalani keseharian sebagai honorer dalam kurun waktu sangat lama ternyata melahirkan gejolak batin yang cukup rumit.
Tengok saja, Supriadi (40), pria ini telah menjadi tenaga honorer sejak 11 tahun silam. Usia yang sudah semakin tua membuatnya memilih bertahan sebagai pekerja honorer meski kemungkinan untuk menjadi PNS kian menipis.
"Secara pribadi ya karena usia sudah 40 tahun, itu yang membuat saya tetap bertahan dan berharap. Saya akan tetap berusaha memberikan yang terbaik dan bekerja sebaik-baiknya. Tidak hanya tertuju pada impian jadi PNS saja," jelasnya.
Selama menjadi tenaga bantu di instansi tempatnya bekerja, dia merasa ada tekanan batin karena para PNS di sana seolah memandang rendah para pegawai honorer. Ada rasa sinis dari para PNS yang dirasakannya secara pribadi.
Sementara itu, tes CPNS tahun ini merupakan ujian yang ketiga kali diikutinya selama menjadi honorer. Dia berharap nasib baik menyertainya agar tidak mengulangi kegagalan pada dua tes sebelumnya.
Berbeda dengan Supriadi, salah satu pengajar di sekolah menengah kejuruan di Jawa Barat mengaku tak hanya alasan usia yang membuatnya tetap bertahan sebagai honorer selama 18 tahun sejak 1996.
"Yang pasti karena saya sudah menikah, dan guru (meski masih honorer) merupakan profesi yang cocok bagi ibu rumah tangga seperti saya," ungkap wanita berusia 41 tahun yang enggan menyebutkan namanya.
Wanita yang sudah tiga kali mengikuti tes CPNS ini mengaku tidak begitu berharap dirinya lolos dan mencicipi status PNS. Persaingan dengan senjata uang menjadi salah satu alasan yang membuat dirinya pesipis bisa lulus dalam tes kali ini.
"Kecil kemungkinannya, di kabupaten tempat saya mengabdi, saingannya isi amplop, dan saya tidak mau bersaing tidak sehat seperti itu," tuturnya.
Perbedaan antara PNS dan honorer juga dirasakan di instansi tempatnya mengabdi. Meskipun memang pihak manajemen tidak secara mencolok membeda-bedakan status pegawainya.
"Ya kalau guru kan ada sertifikasi, tunjangan dan lain-lain, saya yang honorer ya cuma bisa mendengarkan saja. Tetap terasa ada yang tidak enak dan mengganggu," jelasnya.
Sementara itu, kisah lain datang dari seorang tenaga honorer yang telah diperbantukan di sebuah dinas pemerintahan sejak 1998. Baginya, biaya hidup yang terus meningkat menjadi salah satu faktor yang membuatnya sangat berharap bisa diterima sebagai PNS. (Sis/Ndw)
"Ya kebutuhan hidup kan meningkat, misalnya dulu aja waktu 90-an tidak perlu beli pulsa, sekarang sudah seperti keharusan. Ya sangat berharaplah apalagi sudah lama jadi honorer," ungkap pria berusia 37 tahun itu.
Keyakinan dan kebutuhan hidup itulah yang membuatnya tetap bertahan sebagai tenaga honorer meski telah 16 tahun bekerja tanpa ada kepastian menjadi PNS.