Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diimbau memberikan teguran dan memperketat pengawasan terhadap timbulnya isu aksi korporasi seperti merger dan akuisisi perusahaan tercatat di bursa terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu).
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu menyayangkan isu soal langkah strategis perusahaan BUMN seperti akuisisi dan merger baru-baru ini khususnya perusahaan BUMN yang sudah mencatatkan saham di bursa.
Apalagi isu tersebut muncul dari lingkungan kementerian BUMN. Isu aksi korporasi yang dimunculkan tersebut dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham perusahaan BUMN di pasar modal Indonesia.
"Muncul isu dari Kementerian BUMN, pemegang saham mayoritas memunculkan isu terhadap rencana yang strategis ini tidak boleh. Ini dapat berdampak terhadap harga saham BUMN, bisa dimanfaatkan, " ujar Said, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (9/2/2014).
Selain itu, ia mengimbau untuk mewaspadai tiap langkah yang dilakukan sejumlah pihak untuk mencari dana mendekati Pemilu. Salah satunya dapat dilakukan dengan isu untuk menggoreng saham sehingga mendapatkan dana di pasar modal.
"Bisa saja dengan bikin isu goreng saham untuk mendapatkan dana. Isu BUMN ini sangat sensitif. Isu merger, akuisisi tersebut juga harus ada persetujuan dari Kementerian Keuangan," kata Said.
Said pun mengharapkan, OJK harus menegur pemegang saham mayoritas yang melemparkan isu aksi korporasi. Selain itu, OJK harus memperketat pengawasan terhadap munculnya isu aksi korporasi perusahaan.
"OJK harus bicara dan menegur pemegang saham mayoritas karena di dalam undang-undang pasar modal ada kesetaraan informasi," tutur Said.
Said menuturkan, bila memang isu aksi korporasi tersebut memang murni untuk langkah strategis bisnis, aksi korporasi BUMN tersebut membutuhkan proses panjang. Aksi korporasi seperti merger dan akuisisi juga membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan dan pihak lainnya.
Selain itu, ia mengharapkan Kementerian BUMN dapat mendorong perusahaan BUMN untuk fokus terhadap bisnis usaha intinya. "Jangan melakukan strategi tertentu yang tidak matang. Arahkan BUMN untuk fokus ke core businessnya," kata Said.
Sebelumnya dikabarkan PT Pertamina (Persero) ingin mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Langkah itu dilakukan untuk mensinergikan bisnis PGN dengan anak usaha Pertamina.
Selanjutnya, perusahaan plat merah tersebut dikabarkan berencana mengakuisisi PT Tambang Bukit Asam Tbk (PTBA). Langkah itu dilakukan untuk menjadi Pertamina sebagai perusahaan energi.
Selain itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga dikabarkan berniat untuk mengambialih PT Bank Tabungan Negara Tbk. Namun manajemen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk belum mengetahui mengenai kabar tersebut.
"Saya malah baru dengar dari media mengenai hal itu," ujar Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Muhammad Ali, saat dikonfirmasi mengenai kabar BRI ingin memiliki BTN. (Ahm)
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu menyayangkan isu soal langkah strategis perusahaan BUMN seperti akuisisi dan merger baru-baru ini khususnya perusahaan BUMN yang sudah mencatatkan saham di bursa.
Apalagi isu tersebut muncul dari lingkungan kementerian BUMN. Isu aksi korporasi yang dimunculkan tersebut dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham perusahaan BUMN di pasar modal Indonesia.
"Muncul isu dari Kementerian BUMN, pemegang saham mayoritas memunculkan isu terhadap rencana yang strategis ini tidak boleh. Ini dapat berdampak terhadap harga saham BUMN, bisa dimanfaatkan, " ujar Said, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (9/2/2014).
Selain itu, ia mengimbau untuk mewaspadai tiap langkah yang dilakukan sejumlah pihak untuk mencari dana mendekati Pemilu. Salah satunya dapat dilakukan dengan isu untuk menggoreng saham sehingga mendapatkan dana di pasar modal.
"Bisa saja dengan bikin isu goreng saham untuk mendapatkan dana. Isu BUMN ini sangat sensitif. Isu merger, akuisisi tersebut juga harus ada persetujuan dari Kementerian Keuangan," kata Said.
Said pun mengharapkan, OJK harus menegur pemegang saham mayoritas yang melemparkan isu aksi korporasi. Selain itu, OJK harus memperketat pengawasan terhadap munculnya isu aksi korporasi perusahaan.
"OJK harus bicara dan menegur pemegang saham mayoritas karena di dalam undang-undang pasar modal ada kesetaraan informasi," tutur Said.
Said menuturkan, bila memang isu aksi korporasi tersebut memang murni untuk langkah strategis bisnis, aksi korporasi BUMN tersebut membutuhkan proses panjang. Aksi korporasi seperti merger dan akuisisi juga membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan dan pihak lainnya.
Selain itu, ia mengharapkan Kementerian BUMN dapat mendorong perusahaan BUMN untuk fokus terhadap bisnis usaha intinya. "Jangan melakukan strategi tertentu yang tidak matang. Arahkan BUMN untuk fokus ke core businessnya," kata Said.
Sebelumnya dikabarkan PT Pertamina (Persero) ingin mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Langkah itu dilakukan untuk mensinergikan bisnis PGN dengan anak usaha Pertamina.
Selanjutnya, perusahaan plat merah tersebut dikabarkan berencana mengakuisisi PT Tambang Bukit Asam Tbk (PTBA). Langkah itu dilakukan untuk menjadi Pertamina sebagai perusahaan energi.
Selain itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga dikabarkan berniat untuk mengambialih PT Bank Tabungan Negara Tbk. Namun manajemen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk belum mengetahui mengenai kabar tersebut.
"Saya malah baru dengar dari media mengenai hal itu," ujar Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Muhammad Ali, saat dikonfirmasi mengenai kabar BRI ingin memiliki BTN. (Ahm)