Silakupang dari Pemalang, Kesenian rakyat di Tepi Zaman

Jika kita berjalan-jalan di daerah barat pantura Jawa Tengah, kita akan mudah menemui kesenian seperti kuda kepang.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Feb 2014, 14:00 WIB

Citizen6, Pemalang: Jika kita berjalan-jalan di daerah barat pantura Jawa Tengah, kita akan mudah menemui kesenian seperti kuda kepang, terutama di daerah Pemalang Selatan saat musim hajatan dan upacara 17 agustusan, di ujung selatan Kabupaten Pemalang teradapat sebuah Kecamatan yang menjadi salah satu tempat kesenian ini hidup, yaitu di Desa Jojogan Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang, kesenian yang bernama Silakupang ini adalah kesenian Khas dari Kabuapaten Pemalang.

Silakupang merupakan kesenian berjenis kuda kepang namun dalam pertunjukanya dipadukan dengan kesenian lain, yaitu laes, sintren, kuntulan dan kuda kepang itulah yang membedakan dengan kesenian kuda kepang dari daerah lain. Kesenian Silakupang dalam pertunkujukan dipimpin oleh seorang dalang yang memimpin dan memandu jalanya pertunjukan yang diiringi oleh musik jawa atau gamelan, pertunjukan diawali dengan permainan gamelan dan lagu-lagu jawa yang dinyanyikan oleh sinden. 

Biasanya lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu dearah seperti lagu yang berjudul Grombyang Pemalang, para penari akan menarikan sebelum melakukan pertunjukan, sambil mengatur posisi, kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan lain, seperti laes sintren, kuntukalan dan kuda kepang. Seperti pertunjukan kuda kepang lain biasanya salah seorang atau beberapa penari akan hilang kesadaran atau  kesurupan, disaat inilah susana magis terasa bahkan terkadang mencekam bila si penari tidak dapat dikontrol oleh sang dalang, tapi suasana inilah yang dinanti para penonton.

Foto dok. Liputan6.com


Era Golabalisasi memungkinkan orang untuk menikmati hiburan hanya berdiam di rumah dengan satu sentuhan jari melalui perangkat canggih seperti gadget, komputer dan televisi. Kesenian tradisional semakin ditinggalkan penikmatnya, tak hanya itu generasi muda yang meminati kesenian tradisional semakin berkurang.

Inilah yang mendorong kepala desa Jojogan Tardi tergerak menghidupkan  lagi kesenian Silakupang. Pada masa kejayaanya kesenian ini sering digunakan oleh pemerintah menjalankan promosi-promosi program pemerintah seperti Keluarga Berencana dan penyuluhan kelompok tani. Sekarang kelompok kesenian ini masih ada panggilan dari pemerintah untuk pertunjukan namun tidak sesering zaman dahulu. Hanya di event-even tertentu seperti Tujuhb elas Agustusan dan hari jadi Kabupaten Pemalang.

Tardi dan para seniman Silakupang berharap ada perhatian khusus dari pemerintah daerah terutama anggaran dana dalam melestarikan kesenian ini, sebab anggaran dana desa yang bersumber  tidak bisa memenuhi untuk kebutuhan hidup  para seniman kuda lumping  yang sebagian adalah petani, selain itu peralatan pertunjukan seperti gamelan dalam kondisi
yang sudah  tua dan perlu ada peremajaan, beliau juga menyampaikan pada masyarakat terutama generasi muda untuk berasama-sama melestarikan kesenian Silakupang, sebab kesenian ini tidak akan bertahan jika tidak ada dukungan dari mereka. (kw)

Penulis:
Ibnu Rofik

Baca Juga:
Bekakak, Ritual Masyarakat di Ambarketawang, Jogja
Guli Tutup Botol, Permainan Seru Mengisi Liburan Sekolah

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya