Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta pemerintah Indonesia tidak hanya diam menghadapi protes Singapura atas penamaan kapal perang TNI Angkatan Laut KRI Usman-Harun. Sebab, protes Singapura itu merupakan pelecehan terhadap negara.
"Saya sedih kalau pemerintah diam saja. Kalau diam saja ini pelecehan terhadap harkat dan martabat negara kita," kata Din Syamsuddin di Jakarta, Senin (10/2/2014).
Menurut Din, menamakan kapal perang dengan nama apapun bukanlah urusan negara lain, termasuk Singapura. Ia juga menilai sikap Singapura yang berlebihan itu sebagai pelecehan sehingga pemerintah harus berbuat sesuatu.
"Ini pelecehan, maka pemerintah Indonesia, sampai presiden, jangan tinggal diam, justru kalau diam ini ada apa-apa. Saya terus terang tidak bisa menutup kekecewaan," katanya.
Din juga menganggap sikap Singapura tidak menunjukkan perilaku tetangga yang baik, sehingga ia meminta Menkopolhukam untuk membahasnya. Sehinga Indonesia tidak dianggap 'lembek'.
"Menlu harus segera memanggil duta besar Singapura di Jakarta untuk meminta penjelasan dan klarifikasi," ujarnya.
Din juga meminta pemerintah untuk mengingatkan Singapura agar tidak mengulangi kejadian serupa. "Lalu, (mengabulkan) hal-hal segala macam terutama perjanjian ekstradisi yang dari dulu tidak pernah mau (dilakukan Singapura)," ucap Din.
Singapura memprotes penamaan KRI Usman Harun. Mereka menilai pemakaian nama itu bisa menyakiti keluarga korban pengeboman MacDonald House di Orchard Road pada 10 Maret 1965.
Usman dan Harun merupakan anggota Korps Komando Operasi (KKO-sekarang Marinir) yang dieksekusi gantung oleh Singapura pada 17 Oktober 1968. Mereka dituduh sebagai pengebom MacDonald House yang menyebabkan 3 orang tewas dan 33 lainnya terluka. (Eks)
Baca juga:
Istana: Nama KRI Usman-Harun Tidak Akan Diubah
Panglima TNI: Saya Tidak Terima Usman-Harun Disebut Teroris
Panglima TNI: KRI Usman-Harun Bukan untuk Pancing Emosi Singapura
"Saya sedih kalau pemerintah diam saja. Kalau diam saja ini pelecehan terhadap harkat dan martabat negara kita," kata Din Syamsuddin di Jakarta, Senin (10/2/2014).
Menurut Din, menamakan kapal perang dengan nama apapun bukanlah urusan negara lain, termasuk Singapura. Ia juga menilai sikap Singapura yang berlebihan itu sebagai pelecehan sehingga pemerintah harus berbuat sesuatu.
"Ini pelecehan, maka pemerintah Indonesia, sampai presiden, jangan tinggal diam, justru kalau diam ini ada apa-apa. Saya terus terang tidak bisa menutup kekecewaan," katanya.
Din juga menganggap sikap Singapura tidak menunjukkan perilaku tetangga yang baik, sehingga ia meminta Menkopolhukam untuk membahasnya. Sehinga Indonesia tidak dianggap 'lembek'.
"Menlu harus segera memanggil duta besar Singapura di Jakarta untuk meminta penjelasan dan klarifikasi," ujarnya.
Din juga meminta pemerintah untuk mengingatkan Singapura agar tidak mengulangi kejadian serupa. "Lalu, (mengabulkan) hal-hal segala macam terutama perjanjian ekstradisi yang dari dulu tidak pernah mau (dilakukan Singapura)," ucap Din.
Singapura memprotes penamaan KRI Usman Harun. Mereka menilai pemakaian nama itu bisa menyakiti keluarga korban pengeboman MacDonald House di Orchard Road pada 10 Maret 1965.
Usman dan Harun merupakan anggota Korps Komando Operasi (KKO-sekarang Marinir) yang dieksekusi gantung oleh Singapura pada 17 Oktober 1968. Mereka dituduh sebagai pengebom MacDonald House yang menyebabkan 3 orang tewas dan 33 lainnya terluka. (Eks)
Baca juga:
Istana: Nama KRI Usman-Harun Tidak Akan Diubah
Panglima TNI: Saya Tidak Terima Usman-Harun Disebut Teroris
Panglima TNI: KRI Usman-Harun Bukan untuk Pancing Emosi Singapura